Oleh : Ali Aminulloh
lognews.co.id, Indonesia - Setiap 35 hari, ketika bulan beranjak ke Malam Sabtu Kliwon, ribuan insan dari berbagai penjuru daerah berkumpul di Masjid Rahmatan lil Alamin. Mereka adalah Jamaah Kabatullah Indonesia (JKI), yang datang untuk menggemakan doa dan zikir dalam acara Istigasah dan Khataman Al-Qur'an.
Pada Jumat, 19 September 2025, atmosfer masjid terasa begitu syahdu. Lebih dari 1.100 jamaah, mulai dari warga sekitar kampus hingga mereka yang datang jauh-jauh dari Indramayu dan Cirebon, memenuhi setiap sudutnya. Bahkan hadir pula perwakilan JKI dari Jakarta, Banten, Bandung, Jawa Tengah, dab Jawa Timur. pula. Mereka disambut dengan hidangan sore yang disiapkan dengan penuh kehangatan, seolah menyambut kedatangan keluarga. Setelah salat Magrib berjemaah, rangkaian acara malam kliwonan pun dimulai.

Acara diawali dengan Khataman Al-Qur'an yang dipimpin oleh Ustaz Cecep Hilmi Amarullah, S.Pd. MM. Lantunan ayat suci mengalun, mengisi ruang-ruang hati yang rindu. Dilanjutkan dengan Istigasah yang dipimpin oleh Dr. Ali Aminulloh, M.Pd.I. ME. di mana zikir, Asmaul Husna, dan Asmaun Nabi dibacakan secara berurutan. Doa-doa yang dipanjatkan oleh Ahmad Royani menyempurnakan kekhusyukan malam itu.
Meneladani Akhlak Rasulullah
Panggung sambutan dibuka oleh Kyai Humaidi, perwakilan JKI dari Indramayu. Ia mengajak seluruh jamaah untuk merefleksikan kembali keteladanan Nabi Muhammad SAW, khususnya dalam momen peringatan Maulid Nabi. "Yang terpenting," ujarnya, "adalah merefleksikannya ke dalam perilaku kita sehari-hari, seperti peduli kepada masyarakat kecil, berselawat untuk mendapatkan syafaat, dan terus mencari ilmu."
Kyai Humaidi menekankan pentingnya kolaborasi dalam melakukan kebaikan, karena semua kebaikan itu harus memiliki satu arah dan satu tujuan: mencari rida Allah, atau mardhatillah.
Selanjutnya, Ustadz Karmedi dari JKI Cirebon mempertegas makna istigasah. Ia mengibaratkan kehidupan dengan menanam. "Jika kita ingin panen dalam beberapa bulan, tanamlah biji. Jika ingin panen dalam beberapa tahun, tanamlah pohon. Tapi jika ingin panen dalam jangka ratusan tahun, didiklah anak bangsa." Baginya, kekacauan yang terjadi di masyarakat sering kali berakar dari ketidakterdidikan. Ia mengajak jamaah untuk memulai dari diri sendiri, merukunkan keluarga, lalu berlanjut ke tetangga, hingga akhirnya terbentuk kerukunan warga.
Pendidikan sebagai Inti Peradaban
Pesan yang tak kalah mendalam disampaikan oleh Ustadzah Neni Triana, perwakilan JKI dari ibu-ibu. Mengutip Surah Al-Ahzab ayat 56, ia mengajak semua yang hadir untuk meningkatkan ketakwaan dan kesalehan.

Puncak acara adalah sambutan dari Ketua JKI, Syafruddin Ahmad, SH., MH. Ia mengupas tuntas bahwa pendidikan adalah esensi perjuangan Rasulullah. "Ayat pertama yang diturunkan adalah perintah membaca," katanya. "Membaca adalah jendela ilmu. Rasulullah bisa membawa misi 'rahmatan lil alamin' karena pendidikan."
Ia memaparkan, dari Darul Arqam—tempat Rasulullah mendidik kader perjuangan—hingga Suffah di Madinah, pendidikan selalu menjadi inti. Hal ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh Al-Zaytun, yang menjadikan pendidikan sebagai jalan utama.

Bapak Syafruddin lalu menjelaskan konsep Matsalul A’la dari Surah Ibrahim, perumpamaan tertinggi tentang pohon yang memiliki akar, batang, dan buah.
Akar adalah hidayah, petunjuk seperti perintah "iqra" (membaca).
Batang adalah bayyinat, bukti nyata dari pengetahuan yang didapat dari membaca.
Buah adalah furqan, hasil dari pengetahuan tersebut.
Konsep ini, menurutnya, diadopsi oleh filsuf Barat dan melahirkan teori-teori modern:
Akar identik dengan Ontologi (apa, mengapa).
Batang identik dengan Epistemologi (bagaimana).
Buah identik dengan Aksiologi (untuk apa).
Syafruddin mengumumkan rencana pendirian politeknik sebagai implementasi nyata dari konsep ini, di mana ilmu yang didapat harus bisa dijalankan dan diterapkan. Ia menutup pesannya dengan menegaskan bahwa Syekh selalu melakukan pembaharuan dalam pendidikan, dan hikmah Maulid Nabi adalah menjalankan fungsi profetik dengan terus mendidik. Jangan pernah berhenti membaca, karena itu adalah intisari dari pendidikan.
Malam itu ditutup dengan momen menyentuh. Bapak Yakub menerima hadiah berupa kursi roda, sebuah pengingat bahwa kebaikan dan kepedulian terus mengalir di antara jamaah JKI.
Epilog: Jejak Kebaikan di Tengah Malam
Malam Sabtu Kliwon itu bukan sekadar perayaan ritual. Ia adalah perjumpaan hati yang merajut semangat kebaikan, pendidikan, dan kepedulian. Sumbangan sebesar Rp 4.770.000 menambah total kas JKI menjadi Rp 379.641.043, membuktikan bahwa semangat kolaborasi dan kebersamaan terus hidup. Saat jam menunjukkan pukul 20.32, para jamaah pulang membawa bekal spiritual yang penuh, sebuah janji untuk terus meneladani Rasulullah dan menjadi agen perubahan melalui pendidikan.


