Saturday, 06 December 2025

Menanam Kesadaran, Menumbuhkan Kemanusiaan dalam Pernikahan

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh Ali Aminuloh 

lognews.co.id - Pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, melainkan sebuah kontrak suci yang disebut mitsaqan ghalidza dalam Al-Qur'an. Ini adalah panggilan untuk kesadaran, yang harus termanifestasi dalam tindakan nyata, menumbuhkan kasih sayang dan kemanusiaan.

Gantar (22/11), suasana sakral menyelimuti Tirta Gaza Mekarjaya, Gantar, pada Sabtu, 22 November 2025. Hari itu menjadi saksi penyatuan cinta antara Awala Mahromia binti Sumaryadi dengan Dadang Kurniawan bin Sawita dalam ikatan pernikahan yang khidmat.

Namun, momen bahagia ini bukan hanya dirayakan dengan kemeriahan pesta, melainkan juga dengan perenungan mendalam tentang makna sejati sebuah perkawinan. Dalam nasihat pernikahan yang penuh makna, Dr. Ali Aminulloh, S.Ag.M.Pd.I. ME.l., membuka pesannya dengan sebuah pantun harapan:

> Naik kuda di kebun pala

> Tempat warga bernostalgia

> Selamat kepada Dadang dan Awala

> Menempuh pernikahan yang bahagia

Pernikahan: Kontrak Berat (Mitsaqan Galidza)

Ustaz Ali Aminulloh menegaskan bahwa peristiwa pernikahan adalah sebuah "peristiwa besar". Dalam terminologi Al-Qur'an, akad nikah bahkan disejajarkan dengan istilah yang sangat berat: mitsaqan ghalidza (perjanjian yang kuat atau kokoh).

Istilah agung ini hanya disebutkan tiga kali dalam Al-Qur'an:

 * Surat Al-Ahzab: 7, yang merujuk pada perjanjian Allah dengan para nabi.

 * Surat An-Nisa: 154, tentang perjanjian dengan Bani Israil.

 * Surat An-Nisa: 21, khusus tentang pernikahan.

“Ini menunjukkan betapa agungnya akad pernikahan. Sayangnya, banyak pasangan yang tidak mempersiapkan diri padahal pernikahan adalah ibadah yang sangat panjang,” ujar Ustaz Ali.

Oleh karena itu, barang siapa yang melaksanakan pernikahan, ia telah menyempurnakan setengah agamanya. Setengah ibadah kehidupan manusia berada di dalam ranah pernikahan—menjadikannya sumber amal ibadah dan sumber kebahagiaan sejati, sebagaimana termaktub dalam Surat Ar-Rum: 21.

Trilogi Kesadaran

Untuk mencapai ketenteraman (sakinah) dan kebahagiaan dalam berumah tangga, Ustaz Ali menekankan pentingnya kesadaran. Filosofi ini bahkan ia kaitkan dengan lirik bait kedua lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan pada stanza 2: "Sadarlah hatinya, sadarlah budinya."

Menurutnya, ada tiga kesadaran yang harus dimiliki pasangan: Kesadaran Filosofis, Ekologis, dan Sosial.

1. Kesadaran Filosofis: Apa, Mengapa, Bagaimana, dan Untuk Apa?

Kesadaran filosofis mengajak pasangan untuk selalu bertanya: apa itu nikah, mengapa perlu menikah, bagaimana menjalankannya, dan apa tujuannya?

Apa itu nikah?

Nikah adalah Al Jam'u, mempersatukan dua jiwa yang berbeda: beda budaya, beda latar belakang, dan beda keilmuan. Karena adanya perbedaan inilah, komunikasi menjadi kunci utama agar terjadi saling pemahaman.

"Bila tidak ada saling pemahaman, maka akan terjadi salah paham. Salah paham inilah biang keladi problem rumah tangga yang berujung perceraian," jelasnya.

Data memprihatinkan menunjukkan tingginya tingkat perceraian di Indonesia, yang hampir mencapai 35%. Ironisnya, faktor tertinggi penyebabnya adalah "salah paham."

Menumbuhkan Kemanusiaan dalam Tindakan Nyata

Ustaz Ali mengingatkan bahwa kesadaran tidak boleh hanya menjadi seruan semata, melainkan harus diaplikasikan dalam perilaku nyata. Ia mengutip refrein Hymne Politeknik untuk memperkuat pesannya:

   > "Tak perlu bendera atau suara.

   > Cukup langkah kecil yang bermakna

   > Kesadaran bukan seruan semata

   > Ia lahir dalam tindakan nyata.

   > Menanam kesadaran menumbuhkan kemanusiaan

   > Dari hati yang jernih dan terbuka.

   > Lahir dunia yang saling menjaga."

Untuk itu, perlu ada langkah-langkah kecil yang bermakna dalam keluarga, yaitu dengan mengenal dan menerapkan Lima Bahasa Cinta (Love Languages) pasangan: pujian, sentuhan, kebersamaan, pelayanan, dan hadiah.

Mengapa perlu menikah?

Manusia perlu berkembang agar ada penerusnya. Sebagaimana disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 1, manusia hanya bisa lahir dari rahim perempuan melalui jalur pernikahan.

Bagaimana pernikahan dijalankan?

Ini pertanyaan paling mendasar. Nikah harus dilandasi niat yang benar, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Pasangan hidup adalah amanah yang harus dijaga. Ketika kesadaran ini tertanam, maka akan tumbuh kemanusiaan.

 "Suami akan menjaga kehormatan, harta, jiwa raga istrinya. Ketika datang dari hati yang jernih dan terbuka, lahirlah pernikahan yang saling menjaga. Itulah kebahagiaan sejati," tutupnya, mengutip lirik lagu almarhum Uje, "namun adakala insan tak berdaya, amanah pun jadi penjaganya."

2. Kesadaran Ekologis

Kesadaran ini bertujuan melahirkan insan-insan (keturunan) yang memiliki cinta terhadap lingkungan, memastikan keberlanjutan bumi untuk generasi berikutnya.

3. Kesadaran Sosial

Pernikahan bukan hanya menyatukan dua mempelai, tetapi juga dua keluarga besar. Kesadaran sosial berarti memahami bahwa setelah akad, interaksi dan tanggung jawab sosial akan meluas, membangun hubungan yang harmonis dengan keluarga besar dan masyarakat.

Tujuan akhirnya adalah membangun Sakinah, Mawadah, dan Warahmah di bawah Ridha Ilahi.

Nasihat tersebut ditutup dengan doa dan pantun yang hangat, mendoakan kebahagiaan kedua mempelai:

> Penyakit tidur, itulah insomania

> Biar jadi sembuh, tidurlah di kemah

> Kita doakan Dadang dan Awala Mahromia

> Moga Sakinah Mawaddah Warahmah.