Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan
lognews.co.id - Pelajaran apa yang paling berharga bagi siapa pun pejabat publik di level manapun dari "kasus" Gus Miftah tentang ucapannya "goblok" kepada pedagang "es teh"?
Rakyat begitu keras marah kepada Gus miftah bukan karena ia semata mata "tokoh" kultural, lebih dari itu, ia menyandang "jabatan publik" yang digaji rakyat dari sumber keuangan negara.
Itulah pointnya.
Menjadi pejabat publik bukan sekedar karena ia diangkat dalam keputusan resmi otoritas negara tapi ia adalah sumber keteladanan publik dan otoritas moral dalam ekosistem nilai nilai sosial masyarakat.
Ambang batas moralitas dan kepantasan di ruang publik adalah konsensus "norma etis" publik dalam struktur ekosistem sosial masyarakat kita betapa pun problem problem sosial menindih beban hidup mereka.
Itulah sebabnya "akal waras" publik serentak tanpa komando ramai ramai menghujat Gus Miftah. Pasalnya ia sebagai "pejabat publik" tidak memberi teladan, melampaui ambang batas kepatutan publik.
"Saya tidak akan peduli dengan ucapan dan perilaku si Miftah jika dia bukan pejabat publik yang digaji dari APBN", tulis Agustinus, pengamat kebijakan publik di akun "FB" miliknya, mewakili perasaan publik.
Tanpa komando rakyat akan ramai ramai menghujat pejabat siapa pun yang melampaui ambang batas kepatutan publik. Rakyat begitu "benci" terhadap pejabat angkuh, tidak memberi teladan di ruang publik.
Akibatnya Gus Miftah kehilangan basis moralitas sosialnya dan jabatan publik yang ia sandang dalam usia "seumur jagung" sebagai "utusan khusus Presiden" dalam portofolio resmi negara "terpaksa" ia lepaskan.
Dalam sistem demokrasi relasi pejabat dan rakyat bersifat "kontrak sosial. Ia dipilih atau ditunjuk mewakili "keadaban" publik untuk membina kehidupan bersama dalam ekosistem sosial kepatutan publik.
Itulah prinsip "democratic accountability", prinsip pertanggung jawaban demokrasi dalam sosiologi politik ilmuan muslim Ibnu Khaldun yang disempurnakan Francis Fukuyama, ilmuan politik modern.
Rakyat dengan kesederhanaannya selalu hadir beramai ramai tanpa ampun melempar pejabat siapa pun ke tong tong sampah kehidupan yang hina dan nista jika sang pejabat "ugal ugalan" di ruang publik.
Ibarat bus, penumpang pasti tidak segan segan menghardik sopir yang "ugal ugalan" demi keselamatan penumpang, demi merawat nilai nilai kepantasan publik.
Wassalam.