PEMILU
Thursday, 03 October 2024

IKOHI : "Mari Kalahkan Capres Pelanggar HAM Lagi!"

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

lognews.co.id, dalam siaran pers pada Kamis (21/12/2023), IKOHI menyoroti debat pertama diantara tiga calon presiden menyangkut isu Hak Asasi Manusia (HAM). Termasuk isu yang diangkat mengenai penyelesaian kasus penghilangan paksa yg menjadi rekomendasi DPR RI pada tahun 2009. Capres nomer 2 Prabowo Subianto mengulangi jawaban yang sama seperti 2014 dan 2019 bahwa soal kasus penculikan aktivis adalah isu 5 tahunan yang diarahkan pada dirinya dan menilai pertanyaan tersebut sangat tendensius.

Seperti diketahui dalam pilpres 2014 dan 2019 keluarga korban penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro demokrasi 1997-1998 yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) menyatakan menolak untuk memilih Calon Presiden Prabowo Subianto. Jawaban Prabowo dalam debat tersebut membuat IKOHI harus mengulangi jawaban yang sama. Karena itu dalam Pilpres 2024 nanti IKOHI menyerukan untuk ke-3 kalinya mari #KalahkanCapresPelanggarHAM di kotak suara. 

IKOHI tidak akan memilih capres yang diduga kuat sebagai dalang penculikan aktivis 1997-1998. Pada tahun 2006 hasil penyelidikan Pro Justicia Komnas HAM menyatakan kasus tersebut dilakukan oleh Tim Mawar Kopassus yang dikomandani oleh Letnan Jenderal Prabowo Subianto. Hasil tersebut merupakan proses hukum dan kelanjutan dari keputusan sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) ABRI pada 1998 yang memberhentikan dengan tidak hormat Prabowo Subianto.. 

Tuntutan para keluarga korban menuntaskan kasus penculikan aktivis 1997-1998 juga sdh direkomemdasikan oleh DPR RI sejak 2009. Tapi partai politik di DPR RI tidak berani menuntut presiden menjalankanya,

Sejak era Presiden Soesilo Bambang Yudoyono hingga Presiden Jokowi. Bila partai-partai yang mendukung tersebut serius, maka sekarang saat yang tepat untuk memanggil presiden Jokowi untuk melaksanakan rekomendasi tersebut. Keempat rekomendasi tersebut antara lain;

1) Membentuk pengadilan Ham adhoc untuk pelaku penculikan;

2) Membentuk tim pencarian aktivis yg masih hilang; 3) Reparasi dan kompensasi pada keluarga aktivis korban penculikan;

4)Rativikasi konvensi anti penghilangan paksa. Dari empat tuntutan tersebut, tuntutan nomer 1 dan 2 yang menjadi prioritas keluarga korban.

Kasus penghilangan orang secara paksa 1997/1998 telah berlangsung selama 25 tahun. Keluarga korban masih terus menanti kejelasan keberadaan mereka yang masih hilang. Satu per satu orang tua korban telah meninggal dalam penantian panjang dalam ketidakkpastian akan keberadaan anak-anak atau suami mereka yang belum dikembalikan. Mereka di antaranya adalah ibunda Wiji Thukul dan Sipon istri Wiji Thukul, Tuti Koto (ibunda Yani Afri), dan ibunda (Bu Nurhasanah) Yadin Muhidin, Paimin (ayahanda Suyat), Sahir (ayahanda Herman Hendrawan), Fatah (ayahanda Gilang), Misiati Utomo (ibunda Petrus Bima Anugerah) adalah beberapa orang orang tua korban yang selama hidupnya memperjuangkan dan menanti anak-anak mereka. Beberapa keluarga korban lain juga dalam kondisi kesehatan fisik dan psikis yang menurun akibat pelanggaran HAM yang mereka alami. Pak Utomo ayah dari Bimo Petrus dalam beberapa minggu ini sedang pemulihan dari serangan jantung. Dalam pemulihan ia masih sempat berfoto mengenakan kaos bertuliskan "Orang baik tidak pilih penculik".

IKOHI bersama keluarga korban sudah 25 tahun menuntut pada pemerintah agar diberi keadilan bagi korban penculikan aktivis 1997-1998. Menurut Zaenal Muttaqin, Sekjen IKOHI, " Sudah 25 tahun dan sudah 4 presiden kami berjuang agar pemerintah membentuk tim pencarian aktivis yang masih hilang dan pengadilan HAM bagi para pelaku, namun pemerintah mengabaikan. Sampai para keluarga korban yang berjuang wafat satu demi satu." 

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid juga membantah anggapan bahwa isu penculikan aktivis pada 1998 lalu hanya muncul lima tahun sekali setiap calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto maju Pemilihan Presiden (Pilpres). Usman mengatakan isu tersebut selalu dimunculkan setiap saat. Bahkan, keluarga korban menggelar aksi rutin depan Istana Negara Jakarta, setiap hari Kamis, untuk bertanya kepada negara di mana keberadaan anak mereka yang masih hilang.

Bagi IKOHI Harapan penyelesaian kasus penculikan aktivis menjadi semakin sulit bila pelaku yang bertanggung jawab atas penculikan menjadi presiden. Selama ini Prabowo, sejak pilpres 2014, 2019 hingga 2024 MASIH melakukan penyangkalan atas para aktivis yamg masih dinyatakan hilang. Juga tidak terlihat itikad baik untuk berani bertanggung jawab dihadapan pengadilan HAM untuk mendapatkan kepastian hukum. Bila kasus ini tidak dituntaskan secara berkeadilan bagi korban, maka akan sangat mungkin kejadian ini akan berulang di masa depan, siapapun presidennya. 

Menurut Zaenal Muttaqin, " Keluarga korban penculikan tidak punya bayangan bahwa pelaku pelanggar HAM, terduga pelaku penculikan yang belum mempertanggungjawabkan tindakannya secara hukum itu dipilih menjadi presiden. Tagline kami adalah 'kalahkan capres pelanggar HAM."  

Senada dengan itu dikatakah oleh Utomo, ayah dari Bimo Petrus berucap "jika pak Prabowo yang menjadi Presiden tertutup harapan kami atas keadilan penculikan anak-anak kami" ujarnya.

Sementara Paian Siahaan pesimistis bila Prabowo akan menuntaskan berbagai pelanggaran HAM berat masa lalu bila terpilih sebagai Presiden.

Menuju debat capres kedua pada 22 desember besok, bertepatan dengan hari ibu, di mana para ibu korban telah menunggu dan meninggal dalam ketidakpastian keberadaan anak-anak mereka yang belum dikembalikan hingga sekarang.

IKOHI beranggapan, Doa para ibu korban juga yang telah menjadi penghalag Prabowo Subianto menjadi presiden dua kali sebelumnya, juga akan gagal untuk yang ketiga kalinya. Tuhan bersama para ibu yang terus berdoa dan berharap keadilan. (Amr-untuk Indonesia)