PEMILU
Friday, 20 September 2024

Menambah Pendidikan Mengurangi Persekolahan

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Oleh : Daniel Mohammad Rosyid 

@Rosyid College of Arts

 

lognews.co.id, Surabaya - Untuk menjadi negara kepulauan yang maju, kita membutuhkan 

1) Pendidikan yang menyiapkan warga muda yg cakap, sehat dan produktif dalam jumlah yang cukup untuk memanen bonus demografi, 

2) Pasar yang terbuka dan adil bebas dari riba, 3) "investasi" di sektor riil berbasis agro-maritim untuk membuka peluang usaha dan tenaga kerja yang cukup, 

4) Birokrasi yang kompeten, amanah dan bebas dari KKN, 

5) Pasokan energi terbarukan yg cukup, 

 6) Pemerintahan maritim yang efektif untuk menjaga kedaulatan, menciptakan peluang bisnis di laut dengan efisien, selamat dan aman. 

Kunci dari keenam hal tersebut adalah pendidikan. Persoalan utama pendidikan kita saat ini adalah overschooling if not too much schooling . Persekolahan makin banyak, banyak orang bergelar panjang, tapi pendidikan sebagai kesempatan belajar dan keterpelajaran justru makin langka. Sekolah menjadikan belajar sebagai komoditi yg makin langka dan mahal. Bahkan sekolah telah menjadi sumber feodalisme baru dan tempat terbaik untuk menyombongkan diri. Seperti gula darah, kita membutuhkannya dalam jumlah yang terbatas. Jika melampauinya, kita terkena diabetes yang melumpuhkan tubuh.  

Sebelum era persekolahan 200 tahun silam, belajar tidak pernah mensyaratkan formalisme persekolahan. Ini hanya ada setelah revolusi industri dimana anak-anak muda dipaksa keluar dari rumah untuk pergi ke suatu tempat yang disebut sekolah dan menghadapi seseorang yg disebut guru. Sebelum itu, generasi muda belajar di rumahnya masing-masing atau magang bekerja di masyarakat. Membaca buku dsb dilakukan di waktu senggang. Tradisi kuliah di kampus sudah lama ada sebelum sekolah diadakan. Mensyaratkan lulus SMA untuk kuliah adalah syarat yang mengada-ada. 

Kampus tidak boleh dilihat sebagai kelanjutan SMA. Tujuan universitas bukan untuk melengkapi pendidikan yang kurang di SMA. Pendidikan formal di SMA sudah harus selesai menyiapkan warga untuk hidup bertanggungjawab, sehat dan produktif serta siap menikah. Kebutuhan pendidikan tinggi saat ini yg meningkat adalah false demand karena kegagalan SMA, SMK, dan MA menyiapkan lulusan2 untuk siap hidup bermasyarakat. 

Belajar sebagai emergent phenomena tidak pernah membutuhkan tetek bengek formalisme sekolah. Ada 4 kegiatan belajar yaitu praktek/pengalaman, berbicara, membaca dan menulis. No more no less. Kurikulum yang ketat tidak dibutuhkan, apalagi kurikulum nasional yg seragam. Jika pembangunan adalah upaya bersama untuk memperluas kemerdekaan, maka pendidikan adalah platform untuk belajar merdeka, bukan sekedar penyiapan tenaga kerja yg cukup trampil menjalankan mesin mesin, sekaligus cukup dungu untuk setia bekerja bertahun-tahun bagi pemilik modal, apalagi asing. 

Dalam belajar yang bermakna, mutu berbasis standard tidak boleh menelantarkan relevansi personal dan spasial. Pendidikan harus mengakrabkan warga belajar pada potensi potensi alamiah di sekitar kehidupan mereka sehari-hari, yaitu lingkungan agro-maritim, bukan justru membuat mereka terasing lalu meninggalkan kawasan kawasan luas agro maritim untuk pergi ke kota kota besar. It takes a village to raise a child. Ki Hajar mengatakan 3 pilar pendidikan yaitu keluarga di rumah, masyarakat, dan perguruan. Menyerahkan pendidikan pada sekolah atau perguruan saja dengan pasrah bongkokan tidak saja keliru, dan tidak bertanggungjawab, tapi juga tidak akan pernah cukup. (9/9/ 2024)