Oleh : H. Adlan Daie
Analis politik dan sosial keagamaan
lognews.co.id - Publik Indramayu jelang pilkada 2024 bertubi tubi "di bom" oleh hasil survey di media sosial nyaris tiap minggu dengan narasi "keunggulan" sangat meyakinkan. Betapa besar dana yang dikeluarkan sekali survey tak kurang dari 150 juta tiap minggu.
Menang di survey belum tentu menang di pilkada. Data survey hanyalah ibarat "kopi panas" di cangkir nikmat disuguhkan saat survey dilakukan tapi bisa dingin, "tidak nikmat" disuguhkan "kelamaan" menunggu tanggal 27 November 2024.
Penjelasan dalam teori ilmiah survey adalah methodologi ilmiyah untuk merekam pilihan publik hanya bersifat "pothosoot" bersifat sesaat, saat survey "hari itu" dilakukan, tidak menggambarkan hasil akhir pilkada kecuali sebuah panduan proyeksi kerja elektoral.
Profesor Burhanudin Muhtadi Pemilik lembaga survey "Indikator Politik" yang sempat "dicatut" namanya untuk survey "abal abal" tentang pilkada Indramayu "mewanti wanti" hasil survey betapa pun dilakukan lembaga survey profesional tetap bersifat "dinamis", potensial berubah.
Perubahan bisa terjadi oleh dinamika, momentum, branding isu atau gerakan massif pasukan "infantri" tim sukses di lapangan dengan tawaran program dan pilihan pilihan isu secara tepat dan kontekstual.
Terlebih dalam data survey "profesional" lain (survey per 31 Oktober 2024 - penulis memegang data tersebut) masih terdapat 29% pemilih belum menentukan pilihan dan pemilih yang telah menentukan pilihan sebesar 25% di antaranya masuk kategori "swing voters", potensial "bermigrasi" pilihan.
Pada level tertentu kerja survey sengaja dilakukan secara "manipulatif" lalu bertubi tubi di posting di media sosial untuk menimbulkan apa yang disebut dalam teori survey "bandwagon effect, sebuah effect "ikutan" untuk mempengaruhi pemilih.
Ini kerja survey ibarat kerja politik para "tukang sihir" di era rezim politik Fir un Mesir kuno. Piawai mengaduk aduk emosi publik dengan topeng methodologi ilmyah. Harry J. Benda menyebutnya "pengkhianatan intelektual".
Terlepas dari kemungkinan survey survey manipulatif, hal terpenting dalam membaca hasil survey bukan pada "ujung angka" terakhir melainkan variabel variabel elektoral yang dapat mempengaruhi hasil akhir :
Pertama, dalam setiap survey pasti terdapat variabel "swing voters" dan "undercided voters", dua variabel pemilih yang berpotensi berpindah pilihan dan jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan. Dua variabel ini menentukan hasil akhir pilkada.
Kedua, hasil survey adalah potret 100% pemilih datang ke TPS. Survey tidak bisa membaca berapa persen pemilih yang sudah menentukan pilihan politik pada "calon tertentu" dalam temuan survey tapi tidak datang ke TPS.
Di Indramayu secara rata rata setiap pilkada 27% pemilih terdaftar "tidak nyoblos" alias tidak datang ke TPS. Ini bisa mempengaruhi terhadap hasil akhir pilkada.
Karena itu tidak perlu buru buru "jumawa" dan merasa menang karena potret survey bersifat sesaat dan tidak perlu "panik" terhadap "bom" hasil survey yang dijejalkan ke ruang publik indramayu nyaris tiap minggu.
Politik kata Otto Van Bismich tetaplah "ruang kemungkinan" sebelum tiba "vonis" rakyat di bilik bilik TPS.
Wassalam.