PEMILU
Thursday, 19 September 2024

PENTINGNYA UNSUR LOKALITAS MEMIMPIN INDRAMAYU

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan. 

lognews.co.id - Gugatan Abu Riza Baladina, seorang mahasiswa fakultas hukum UI terhadap Undang Undang tentang Pilkada terkait tidak adanya unsur "lokalitas" dalam syarat "calon" sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK).

Inti gugatannya ia menuntut dimasukkannya "syarat" muatan "lokalitas", yakni seorang "calon" kepala daerah dan wakilnya "harus bertempat tinggal di daerah di mana ia mencalonkan minimal selama lima tahun sebelum ditetapkan sebagai calon"

Penulis sepakat dengan gugatan mahasiswa di atas (baca "kompas com" 9/9/2024), bahkan sejak tahun 2020, empat tahun silam, penulis telah beberapa kali menulis tentang pentingnya unsur "lokalitas" kepemimpinan dalam perspektif paradigma "otonomi daerah".

Paradigma "otonomi daerah" adalah pemberian hak kewenangan kepada pemerintah daerah untuk membuat keputusan yang berkaitan kepentingan lokal tak terkecuali rakyat diberi hak memutuskan memilih pemimpinnya di daerah bersangkutan. 

Ini sebuah koreksi dari paradigma politik Orde Baru yang sentralistik dirubah dalam amandemen UUD NRI (2001) ke paradigma "desentralisasi" tentang pentingnya unsur "lokalitas" dalam prinsip penyelenggaraan pemerintahan dengan paradigma "otonomi daerah". 

Di sinilah pentingnya unsur "lokalitas" kepemimpinan dalam paradigma "otonomi daerah " sebagaimana tuntutan syarat "lokalitas" calon yang diajukan mahasiswa di atas, termasuk dalam perspektif kepemimpinan politik di Indramayu.

Memimpin Indramayu jelas bukan memimpin "benda mati" melainkan memimpin hampir dua juta rakyat dengan segala keragaman pikiran, rasa, minat, harapan dan kekhasan sosio kultural dan ekosistem sosial masyarakatnya.

Memimpin Indramayu bukan sekedar "memerintah" atas kuasa rakyat dan menikmati kemewahan protokoler dari "pajak rakyat" tapi begitu enteng menghindar dari keluh kesah dan air mata rakyat yang tertumpah dalam demonstrasi sekedar hendak bertemu pemimpinnya.

Memimpin Indramayu bukan sekedar membangun infrastuktur "fisik". Dulu penjajah Belanda juga membangun irigasi dan teknologi "tutupan air' hingga ke pelosok terpencil di Indramayu. Pembangunan "fisik" adalah konsekuensi kebutuhan dinamika zaman yang selalu berkembang.

Terlalu mahal ongkos pilkada Indramayu 2024 puluhan milyar dari pajak dan terlalu besar energi rakyat terkuras oleh kebisingan proses pilkada Indramayu 2024 jika hanya untuk memilih bupati tanpa wibawa "lokalitas" kepemimpinan politik.

Jiwa "lokalitas" kepemimpinan politik tidak tumbuh dalam diri seorang pemimpin yang datang secara "instan" melainkan tumbuh dalam waktu yang cukup lama secara interaktif menyelami suasana kebatinan rakyat yang hendak dipimpinnya. 

Pemimpin mendadak instan datang tiba tiba hanyalah ibarat seorang "priyayi" suka "perintah perintah" dan "tebar keangkuhan" tapi "miskin" memahami kearifan lokal sosio kultural ekosistem masyarakatnya. 

Di sinilah ujian, tantangan "moralitas" dan tanggung jawab politik kaum intelektual kelas menengah indramayu untuk memberi pencerahan terhadap pilihan publik dalam pilkada 2024. 

Kepemimpinan politik di Indramayu "hari esok":harus lebih baik dari "hari ini", sebuah kepemimpinan politik bukan hasil olahan pabrik "pencitraan", tapi terbentuk karena interaksi panjang sehari hari dengan ekosistem sosial masyarakatnya. 

Wassalam.