PEMILU
Saturday, 28 September 2024

KE MANA PILIHAN WARGA NU DALAM PILPRES 2024?

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

0leh : H. Adlan Daie

Pemerhati politik dan sosial keagamaan.

Tidak mudah menjawab pertanyaan dalam judul di atas jangan kan "orang luar", bahkan pengurus NU sendiri sulit mengkonstruksi jawabannya kecuali klaim klaim sepihak lalu seolah olah pilihan warga NU bisa diatur atur pilihan politiknya oleh pengurus NU.

 

Gus Kausar, tokoh muda NU, putera kiai kharismatik KH Nurul Huda Djazuli, pengasuh pesantren Ploso, Kediri, Jawa Timur dalam vidio pendek yang viral di media sosial malah bertanya tanya "di mana besarnya NU wong nyalon lurah saja ga dipilih", ujarnya.

 

Dalam rilis lembaga survey LSI (2023) jumlah warga NU sebesar 52% (140 juta) dari total populasi muslim di Indonesia. PKB, satu satunya partai yang didirikan PBNU (1998) menurut data survey LSI tersebut hanya pilihan keempat warga NU setelah PDIP, Gerindra dan partai Golkar.

 

Lembaga survey lain, yakni lembaga survey "Parameter Politik Indonesia" (PPI) merilis data survey secara lebih spesifik bahwa Cak Imin, ketua umum PKB bukan favorit pilihan warga NU di bawah tokoh tokoh politik non NU dalam kandidasi pilpres 2024.

 

Sayangnya dua lembaga survey di atas dan sejumlah lembaga survey lain sebagaimana sering penulis kritik di media publik mereka tidak menjelaskan siapa yang disebut warga NU dalam temuan survey mereka dan apa indikator minimalis seseorang bisa disebut warga NU.

 

Pengertian yang disebut warga NU adalah produks sosial jaringan pesantren NU tentu akan berbeda sudut pandang pilihan politiknya dan prosentase jumlahnya jika indikator ke NU an misalnya sekedar diletakan pada pengamalan tradisi "tahlilan" atau ziarah kubur dan lain lain non jaringan sosial pesantren NU.

 

Inilah sisi "manipulatif" lembaga lembaga survey melakukan survey tentang kecenderungan pilihan warga NU tapi tidak menjelaskan definisi atau parameter indikatif siapa yang disebut warga NU, tergantung "selera" mereka sendiri selain lembaga survey acapkali tidak memenuhi prinsip transparansi dalam sumber "bohir" pendanaan. 

 

Narasi narasi di ruang publik dibombardir bertubi tubi dengan angka angka survey sesuai pesanan "sang bohir" politik, sebuah kerja politik mirip kerja politik "tukang sihir" di era rejim politik Fir un jaman Mesir kuno membolak balikkan fakta "tongkat" menjadi "ular" sesuai pesanan politik oligarkhi Fir un.

 

Terlepas dari persoalan prinsip transparansi dan metodelogis di atas dalam konteks Cak Imin sebagai cawapres dari capres Anies dalam pilpres 2024, disingkat pasangan AMIN dapat dianalisis dari sisi sejarah demografi pemilih.

 

Cak Imin adalah ketua unum PKB selama 18 tahun, satu satunya partai yang didirikan PBNU (1988) dan secara geneogolis Cak Imin adalah cicit dari pendiri NU, KH. Bisri Syansuri jelas "nasab" dan "sanad" politiknya ke partai NU.

 

Pemilih partai NU dalam dua kali pemilu (1955 & 1971) sebesar 18% kini bertransformasi menjadi pemilih PKB dengan capaian tertinggi sebesar 13% (pemilu 1999) adalah warga NU dalam pengertian Dr. Zamakhsyari Dhofir, pemilih "santri" atau komunitas sosial jaringan pesantren NU.

 

Inilah yang dimaksud dalam temuan survey "Litbang 'Kompas" ( Maret 2022) PKB adalah "party id" atau identitas pilihan politik santri dalam pengertian di atas. Sulit ditarik keluar bahkan oleh pengurus struktural NU sekalipun.

 

Dalam konstruksi analisis itulah posisi Cak Imin sebagai cawapres dari Anies akan memberikan kontribusi elektoral terhadap pasangan AMIN dari basis jaringan sosial pemilih PKB 10% hingga 15%. Sulit "meremehkan" kekuatan elektoral Cak Imin di basis basis inti PKB, basis kultural terkuat NU.

 

Kekuatan Anies di level pemilih "urban", yakni 32% pemilih berdasarkan data survey "kompas" (Agustus 2023) menyatakan "menolak" memilih capres siapa pun yang didukung Jokowi akan "disubsidi" secara elektoral dari basis elektoral Cak imin di mana Anies selama ini sulit menembusnya.

 

Karena itu sulit dipercaya lembaga survey SMRC misalnya merilis data survey bahwa Anies turun secara elektoral justru saat deklarasi berpasangan dengan Cak Imin kecuali kerja survey meminjam istilah Harry J Benda dibangun dengan kerja methodologi "pengkhianatan intelektual". Ambyaaaar !!!

 

Wassalam.