Saturday, 06 December 2025

TIM PERCEPATAN BENTUKAN BUPATI LUCKY HAKIM, SIASAT UGAL UGALAN DALAM PERSPEKTIF BIROKRASI

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan 

lognews.co.id - Desain struktur organisasi perangkat daerah (OPD) dalam konstruksi Profesor Djohermansyah, Guru Besar IPDN, mantan Dirjend Otda Kemendagri, sudah sangat "kompatibel" dan memadai untuk membackup tugas pokok, fungsi dan kewenangan kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Artinya, dari sudut pandang di atas, badan "adhoc" di luar "planet" birokrasi yang dibentuk Bupati Lucky Hakim seperti tim percepatan, komite mitra pembangunan, staf ahli, dll - sama sekali tidak ada urgensinya dalam perspektif birokrasi kecuali hanya siasat "ugal ugalan" Bupati untuk akomudasi politik, untuk menampung "tim sukses",.

Justru hal itu tidak sejalan dengan spirit efisiensi, problematik secara regulasi dan potensial menimbulkan "bottleneck", atau pengganggu baru dalam konstruksi otonomi daerah. Bernegara akhirnya cenderung diatur oleh selera dan nafsu kuasa Bupati. 

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) adalah "otak sistemik" perangkat teknis dalam pemerintahan daerah dengan SDM terdidik dan terlatih memiliki kemampuan mengkonstruksi desain kerja percepatan pembangunan secara teknokratis dan terukur. 

Temuan literatur penulis tentang keberhasilan dan sukses pembangunan Pa Harto (1970 - 1980) dalam penelitian Prof Esther Douglo, karena ditopang Bappenas, dalam konteks daerah adalah Bappeda - dalam kerja kerja teknokratis birokrasi, bertumpu pada tiga pilihan strategi, yaitu : efisiensi, inovasi dan skala prioritas.

Tiga pilihan strategi di atas penting untuk mendesain banyaknya "keinginan" kepala daerah, yang "ngedabrus" dengan janji janji diperhadapkan dengan keterbatasan SDM, keterbatasan ruang fiskal, anggaran dan problem sosiologis 

Itulah cara kerja teknokratis untuk mengkonstruksi pemetakan program yang paling mendasar bagi maslahat publik diletakkan dalam konstruksi tiga pilihan strategi di atas. Atas penelitian tersebut Douglo diganjar hadiah Nobel bidang ekonomi pembangunan tahun 2019.

Sistem birokrasi dalam rezim otonomi daerah sudah "built ini" dari perangkat lunak hingga perangkat keras, dari desain hulu hingga hilir dengan timbangan konektivitas sejak dari input, output, outcome, impact hingga benefit secara terukur, sulit dilakukan oleh sekelas kaum "buzzer politik".

Tugas dan tanggung jawab bupati dibantu wakil bupati secara politis adalah menggerakkan mesin birokrasi dengan wibawa kepemimpinan politik yang kuat dan keteladanan yang menginspirasi untuk mempercepat mesin kerja birokrasi sesuai target target yang telah ditetapkan.

Misalnya dalam tahun anggaran 2026 berapa persen ditetapkan target penurunan angka kemiskinan dan pengganguran terbuka, kenaikan IPM dan daya serap angkatan kerja, dll. Dari situlah rancang bangun program dikonstruksi dalam pilihan pilihan tiga strategi di atas. 

Itulah seharusnya fokus tanggung jawab politik Bupati memimpin Indramayu menyicil janji menjadi bukti, tidak menjual janji baru, tidak menyibukkan diri menjadi memasok "onderdil" dari luar mesin birokrasi yang tidak "kompatibel" dengan sistem jaringan mesin birokrasi yang sudah "built in".

Memang birokasi memiliki problem dalam relasi kuasa politik, rentan dipaksa oleh kepentingan politik elektoral. Promosi dan mutasi jabatan lebih transaksional dibanding meritokratis, bahkan birokrasi nyaris sepenuhnya menjadi "mainan" nafsu politik kepala daerah.

IItulah sebabnya saat ini mulai disusun draf RUU di mana kewenangan kepala daerah atas promosi dan mutasi jabatan di daerah sebagian kelak ditarik menjadi kewenangan pusat. 

Terlepas dari problem problem birokratis di atas dan mentalitas kultural masih menyisakan problem feodalistis birokrasi tapi bukan alasan bagi Bupati untuk "ugal ugalan" memasukkan "anasir luar" ke dalam sistem birokrasi. Justru makin parah daya rusaknya. 

Kerja teknokratis mesin birokrasi masih relatif dapat diandalkan untuk mengkonstruksi program program berdampak terukur bagi sebanyak banyaknya maslahat publik sejauh Bupati memiliki teladan prilaku yang kuat dan wibawa kepemimpinan politik yang menggerakkan birokasi di jalan on the track. 

Inilah satu satunya jalan saat ini bagi kepala daerah di manapun untuk mencegah eskalasi unjuk rasa akhir akhir ini tidak menjadi kegelisahan kolektif sosial akibat tertindih problem ekonomi yang bisa meledak menjadi luapan amarah publik dan amuk massa.    

Politik pencitraan, selfi selfi, gunting pita, speak up di media sosial, kunjungan kerja yang diunggah dalam sorot kamera sudah tidak memadai lagi menjawab kegelisahan kolektif sosial di era algoritma media sosial begitu cepat. 

Dalam konteks ini penting penguatan kontrol publik yang disebut oleh Francis Fukuyama "meaningfull participation", yakni pastisipasi publik secara bermakna hadir, aktif dan hidup dalam sistem demokrasi yang sehat dan "waras". 

Demokrasi yang sehat dan waras adalah sistem politik untuk mencegah cara ugal ugalan "sopir" (kepala daerah) mengemudi mesin birokrasi dalam proses bernegara. Inilah prinsip bernegara yang beradab di mana aturan diletakkan di atas nilai maslahat untuk deteksi dini atas kemungkinan praktek "binatangisme politik" dalam birokrasi. 

Kekuasaan tanpa kontrol dan partisipasi publik secara bermakna cenderung merancang kebohongan seolah terdengar jujur, kejahatan seolah terlihat terhormat dan kepalsuan dipaksakan untuk dicintai", tulis George Orwill, penulis buku "Animal Farm' - edisi Indonesia berjudul "Binatangisme politik".

Wassalam.