Oleh: Ali Aminulloh
Dari Gagasan Bersama Menuju Politeknik Tanah Air: Visi "Kita" yang Mengikat
lognews.co.id, Indonesia - Di balik setiap tiang pancang dan galian tanah, ada filosofi kuat yang menopang pembangunan di Pondok Pesantren Al Zaytun: Konsep Kekitaan atau Nahniyah. Ini bukan sekadar proyek fisik, melainkan sebuah gerakan kolektif. Syaykh Al Zaytun memahami betul bahwa proyek besar hanya akan lestari jika semua orang merasa memilikinya.
Konsep ini menjadi roh utama dalam pembangunan Kampus Politeknik Tanah Air (Al Zaytun Indonesia Raya). Sejak peletakan batu penjuru yang bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional RI, 28 Oktober 2025, geliat pembangunan tak hanya sebatas alat berat, melainkan juga komunikasi masif.
Sosialisasi dilakukan menyeluruh, dari siswa PAUD, MI, Mts, MA, Mahasiswa IAI, hingga warga belajar PKBM. Mereka diajak berkeliling area proyek, diberikan penjelasan mendetail. Tujuannya satu: agar seluruh civitas akademika dan warga belajar memahami dan merasakan perkembangan yang sedang dicapai Al Zaytun. Pembangunan ini adalah milik "kita" bersama.
Tujuh Kelompok Mata dan Telinga: Sistem Pengawasan yang Menginspirasi
Komitmen pada 'Nahniyah' tidak berhenti pada sosialisasi, tetapi juga pada eksekusi. Syaykh membentuk tim pengawas dari berbagai unsur: eksponen, koordinator wali santri, IAI, Majelis Guru, kepala sekolah, Majelis Pengendali Asrama Pelajar, Mudabbir, penanggung jawab seni, hingga unsur alumni Ma'had.
Mereka dibagi menjadi 7 kelompok, masing-masing beranggotakan 4 orang, bertugas secara bergilir sepekan sekali.

Pada hari Senin, 1 Desember 2025, misalnya, tim pengawas yang bertugas adalah Dr. Ali Aminulloh, S.Ag. M. Pd.I. ME., Rizal Eka Sumadyo, S. Pd. M. Pd., Agus Setyawan, MTJ, dan Imamudinissalam, S. Ikom.
Tugas para pengawas ini meliputi lima pilar utama:
1. Disiplin Kerja Pelaksana: Memastikan pekerja menepati jadwal pukul 07.00–11.00 (pagi) dan 13.00–17.00 (siang).
2. Pengawasan Pemindahan Pohon: Memastikan relokasi pohon dari area pembangunan ke lokasi baru berjalan cermat.
3. Penggalian Top Soil: Mengawasi pengambilan lapisan tanah subur (sedalam 0,5 meter) untuk dipindahkan ke lahan pertanian/perkebunan.
4. Pemancangan Paku Bumi: Memeriksa penancapan paku bumi berukuran 6 dan 12 meter hingga kedalaman 17 meter.
5. Persiapan Fabrikasi: Memastikan kesiapan pembangunan fasilitas penunjang (fabrikasi) untuk proyek Politeknik.
Setiap hari, mereka mencatat pencapaian dan mengakumulasikannya. Sebuah sistem pengawasan partisipatif yang menjamin transparansi dan kualitas.

Aksi Nyata Pahlawan Lingkungan: Menyelamatkan Pohon dan Tanah Subur
Laporan kerja hari Senin menunjukkan sebuah capaian yang bukan hanya tentang beton, melainkan tentang konservasi.
1. Penyelamatan Pohon Jati: Sebanyak 236 pohon jati berhasil dipindahkan. 219 pohon kini menghiasi Jalan Politeknik, 4 pohon di lapangan parkir, dan 13 pohon di Jalan Timur Waduk Pustir.
2. Aksi Bigjhon: Pemindahan dilakukan dengan sangat hati-hati agar pohon langsung hidup dan beradaptasi. Sebuah alat berat yang dijuluki "Bigjhon" bertindak sebagai "pahlawan lingkungan," menggali lahan baru, memindahkan pohon berdiameter 15-20 cm, dan menanamnya kembali di lubang yang telah disiapkan.
3. Top Soil Barang Mahal: 400 M3 (40 x 20 x 0,5 meter) top soil berhasil digali dan diselamatkan. Syaykh berujar, "Top soil barang mahal, ia terbentuk puluhan tahun." Visi agung ini mengajarkan sebuah pelajaran berharga: pembangunan harus berdampingan dengan cinta lingkungan.
Saat di luar sana banyak terjadi pembalakan liar yang berujung bencana dan merenggut nyawa, aksi nyata Al Zaytun dalam menghormati pohon dan tanaman sebagai ciptaan Ilahi yang merupakan bagian dari kehidupan manusia, menjadi contoh luar biasa.
Setelah usai bertugas, setiap tim pengawas langsung melaporkan hasil kerjanya kepada Syaykh Al Zaytun dan membuat laporan tertulis untuk Panitia Pembangunan Politeknik Tanah Air.
Refleksi Mendalam: Membangun Etika, Bukan Hanya Fisik
Kisah pembangunan Politeknik Tanah Air Al Zaytun adalah lebih dari sekadar berita konstruksi. Ini adalah narasi tentang kepemimpinan visioner yang mendasarkan setiap langkah pada nilai-nilai luhur.
Konsep Nahniyah (Kekitaan) mengajarkan kita bahwa proyek besar apa pun, baik itu sebuah kampus, sebuah perusahaan, atau bahkan sebuah bangsa, tidak akan kuat tanpa rasa kepemilikan kolektif. Dengan melibatkan semua pihak—dari PAUD hingga alumni—Syaykh tidak hanya membangun kampus, tetapi juga membangun etika partisipasi dan tanggung jawab bersama.

Lebih jauh, tindakan menyelamatkan pohon dan lapisan top soil adalah sebuah tamparan keras sekaligus inspirasi. Di tengah gegap gempita pembangunan yang sering kali mengorbankan alam, Al Zaytun menunjukkan bahwa kemajuan dan konservasi bisa berjalan beriringan. Ini adalah pelajaran mendalam tentang ekologi spiritual: menghormati alam sebagai warisan dan ciptaan Ilahi. Pembangunan yang sejati bukanlah tentang seberapa tinggi gedung, melainkan seberapa dalam rasa hormat dan tanggung jawab kita terhadap kehidupan dan lingkungan yang melingkupi kita. Inilah fondasi inspiratif dari Politeknik Tanah Air.


