PEMILU
Sunday, 26 January 2025

Bertentangan dengan UUD NRI 1945, MK Memutuskan Menghapus Presidential Threshold

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

lognews.co.id, Jakarta -Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan atas gugatan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo yaitu menghapus ambang batas Presidential Threshold (PT) atau ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang tertuang dalam UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

"Memutuskan semua parpol peserta pemilu punya kesempatan untuk mengusulkan Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2029. Keputusan ini dibacakan , di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Perkara ini dimohonkan oleh empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.

Akan tetapi, terdapat dua hakim konstitusi yang berbeda pendapat, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh.

Sebelumnya aturan mengharuskan hanya parpol atau gabungan parpol dengan minimal 20 persen kursi DPR, atau 25 persen suara sah nasional di pilpres sebelumnya, yang memenuhi syarat untuk pencalonan dalam pilpres.

"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Suhartoyo.

dalam UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 mengatur pemilik kursi partai politik (parpol) pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR. Atau, setidaknya parpol yang ingin mengajukan pencalonan, harus memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya. 

MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

"Sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan-putusan sebelumnya. Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapa pun besaran atau angka persentasenva adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," sebut MK.

"Sulit bagi partai politik merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan. Atau, conflict of interest," kata Saldi Isra, Wakil Ketua MK.

"Dalam hal ini, misalnya, jika jumlah partai politik peserta pemilu adalah 30. Maka terbuka pula potensi terdapat 30 pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan partai politik peserta pemilu," ucap Saldi. (Amri-untuk Indonesia)