lognews.co.id, Jakarta – Pimpinan Pondok Pesantren terbesar se-Asia Tenggara Syaykh Al zaytun, atau nama panjang Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, yang bergelar Doktor Honoris Causa bidang Management, Education and Human Resources oleh IMCA (International Management Centres Association) - Revans University, Buckingham, Britania Raya, sedang ditersangkakan atas tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pondok Pesantren Al-Zaytun, Indramayu semakin terang benderang dibongkar Tim Kuasa Hukum Syaykh Al Zaytun, Alvin Lim dipersidangan pra peradilan PN Jakarta Selatan pada Senin siang (6/5/2024).
Usai menjalani agenda sidang Praperadilan berupa pembuktian surat dari termohon dan pemohon, Alvin Lim geram ketika dirinya mengetahui berkas dari keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian yang dijadikan alat bukti, ternyata sesuai dengan dugaan Alvin Lim sebelumnya bahwa penetapan tersangka dianggap cacat formil dikarenakan sebelumnya mereka tidak memiliki keterangan ahli.
“Hari ini terbongkar bahwa mereka menetapkan tersangka pada Panji Gumilang dibulan November 2023, tetapi ahli baru diperiksa April 2024. Bagaimana kamu menetapkan orang sebagai tersangka dulu? alat buktinya belakangan?” geram Alvin Lim didepan awak media.
Menurutnya pemeriksaan ahli baru dilakukan dengan bulan yang sama (April) saat jalannya sidang Praperadilan, sehingga dilakukan secara terburu buru karena tidak memenuhi minimal 2 alat bukti sebagai syarat menjadikan seseorang tersangka.
“Jadi tadi, dengan dia (termohon) memberikan bukti keterangan ahli, terlihat tuh tanggalnya tanggal 2 April baru diperiksa, ketika kami sudah mengajukan Praperadilan, dia tahu gak ada keterangan ahli, baru buru-buru dia bikin, tapi orang jadi tersangka dulu, bisa cacat formil ya, jadi secara formil cacat karena penetapan tersangka itu belum cukup alat bukti. Harusnya kan ada alat bukti dulu, kedua keterangan ahli barulah menetapkan orang sebagai tersangka” tandasnya.
Apa yang dilakukan oleh kliennya, Alvin Lim menerangkan tujuan digelarnya Praperadilan salah satunya untuk membuka terang benderang kepada masyarakat semua yang dirahasiakan penyidik sehingga kliennya ditersangkakan.
“Praperadilan disini adalah kenapa? untuk kita melihat bukti-bukti yang mereka punya, karena kalau kita ajukan gelar perkara kePolisi, Polisi enggak bakal mau ngasih dia, bilang oh rahasia penyidikan, tetapi ketika kita ajukan ke Praeradilan, mau enggak mau dia harus buka di situ, karena dia harus membuat terang Kenapa ini jadi tersangka” terang Alvin Lim.
“Disitulah kami baru menemukan borok-boroknya Pak, ya kadang-kadang inilah taktik dari lawyer, kita ajukan Prapid dulu, ketahuan lu boroknya apa, baru kita hajar secara internalnya mereka, gitu Jadi kita tentu masih ada strategi-strategi lain” sambung Alvin.
Saat ditanyakan mengenai saksi dari pihak kepolisian, Alvin berujar bahwa dari BAP yang baru saja dilihatnya terungkap bahwa jawaban dari saksi mayoritas menjawab dengan jawaban tidak tahu, sehingga Alvin berkesimpulan bahwa mereka bukanlah saksi.
“Walaupun BAP-nya banyak tetapi keterangan saksi dan keterangan ahli itu saya baca tadi tidak ada yang mengetahui kejadian perkara Pak itu yang paling utama” tandasnya.
Alvin mencontohkan kasus seperti jika dirinya dituduh membunuh tetapi 10 saksi yang dihadirkan tidak melihat, tidak tahu, dan itulah yang menurutnya saat ini sedang terjadi saat dirinya membaca hasil BAP tersebut, sehingga perkara yang dimaksudkan tidak diketahui oleh saksi dengan tegas Alvin menilai bahwa mereka bukanlah saksi.
“Ketika saya baca pertanyaannya itu, apakah anda mengetahui ini uang dari Yayasan beralih ke Panji Gumilang? jawabannya tidak tahu, tidak tahu, tidak tahu, kalau gak tahu ya bukan saksi namanya, kesimpulannya mereka bukanlah saksi” tegas Alvin.

Meskipun saksi yang akan dihadirkan pihak Polisi dianggap bukanlah selayaknya seorang saksi, karena tidak melihat, tidak mendengar secara langsung dan tidak mengetahui, atas hal tersebut Alvin hanya mengakui sebagai keterangan saja.
“Kalau gak tahu ya bukan saksi namanya, ya keterangan betul itu keterangan, tapi keterangan bukan keterangan saksi sebagaimana tercantum pada pasal 18 didalam Pasal 18 saksi dinyatakan depan persidangan, saksi adalah mereka yang mengetahui langsung mendengar dan melihat sebuah kejadian pidana tersebut” terangnya.
Praperadilan yang sedang digelar tidak menutup kemungkinan untuk diajukan kembali atau dengan menganjurkan gelar perkara khusus dikarenakan dalam Praperadilan tersebut ditemukan bukti bukti pelanggaran yang dilakukan oleh penyidik, menurutnya Pelapor maupun Kuasa Hukumnya berhak meminta gelar perkara khusus ke Wassidik untuk dibuka dan diperiksa kembali sehingga jika melihat ketidaksesuaian, bisa menjadi SP3.
Saat ditanyakan dugaan TPPU yang mempermasalahkan sumbangan kepada Pesantren, Dani, Tim Kuasa Hukum menilai wajar, dan menantang pihak kepolisian untuk memperlakukan hal yang sama terhadap pesantren lain sehingga tidak terkesan tebang pilih.
“Wajar apabila Pesantren itu mendapatkan sumbangan, kalau hari ini ada bahasa bahwa Pesantren itu melanggar hukum karena menerima sumbangan Ya silakan Pesantren seluruh Indonesia mohon di diperiksa juga” tandas Dani.
Dani mengharapkan kepolisian menerapkan prinsip hukum “Equality before the law” (semua manusia setara di mata hukum) sehingga tidak lagi terjadi seperti apa yang terjadi saat ini.
“Polisi mau mencari-cari kesalahan administrasi dan dibikin itu seolah olah TPPU, ya seharusnya jangan Al Zaytun saja diperiksa” tambahnya.
Dani mengatakan belum pernah ada Pesantren yang di TPPU-kan.
“Tidak ada, hanya Pesantren Al Zaytun yang hari ini permasalahkan dan Syekh Panji Gumilang menjadi tersangka” tutup Dani.
Sepakat dengan itu Alvin menyetujui tantangan diatas, yang ditujukan kepada pihak Polisi.
“Berapa banyak di luar, yayasan-yayasan agama lainnya baik itu Islam maupun itu Katolik maupun itu Kristen ya, Kristen banyak itu kok yang beli gedung uang dari perpuluhan, beli gedung gereja pakai nama pendetanya, banyak yang ke saya berantem di situ Kenapa tidak pernah diproses ya? yang menjadi pertanyaan saya di situ kan jadi harusnya ada equality before the law” jawab Alvin menimpali.
Alvin beranggapan bahwa secara umum sumbangan itu seharusnya tidak lagi dipermasalahkan lagi oleh siapapun, disebabkan menyumbang karena Ikhlas.
“Namanya sumbangan, misalnya kita kasih keyayasan, Yayasan kan punya hak kalau sudah disumbang jadi milik mereka” ucapnya.
Selanjutnya, mengenai aset aset dan ratusan rekening yang telah disita dinilainya menghambat operasional pendidikan termasuk memberikan makanan kepada ribuan santri, maka Alvin menginginkan kesulitan tersebut menjadi pertimbangan hukum karena telah mengganggu jalannya Pesantren.
“Nggak boleh penegakan hukum mengganggu jalannya operasi dari sebuah agama, karena Pesantren ini kan dia punya kehidupan sendiri, dia harus bayar ulama-ulamanya, jadi hal-hal tersebut ketika tidak ada dananya kan kasihan juga Pak ulama-ulama itu kalau mereka enggak bisa makan, enggak bisa dapat gaji mereka, ya jadi ini yang seharusnya menjadi pertimbangan dari aparat penegak hukum” Tutup Alvin menyudahi.
(Amr-untuk Indonesia)


