PEMILU
Saturday, 28 September 2024

Jepang Buang Air Radioaktif Fukushima Ke Laut, Picu Pertentangan

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

lognews.co.id,  Jepang  -  Pemerintah Jepang berencana melepaskan lebih dari 1 juta ton air radioaktif dari pembangkit nuklir Fukushima yang hancur ke laut. Keputusan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada Selasa (13/4), setelah melalui perdebatan yang kontroversial selama bertahun-tahun.

Sekitar 140 meter kubik air radioaktif dihasilkan oleh situs tersebut setiap harinya pada tahun 2020. Sementara, ruang penyimpanan diperkirakan akan habis pada tahun 2022.

Dikutip dari dw.com, Sekitar 1,25 juta ton air radioaktif, atau kira-kira seukuran 500 kolam renang standar Olimpiade, tersimpan di lokasi pembangkit nuklir yang hancur setelah tsunami pada tahun 2011.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendukung langkah ini dengan mengatakan pelepasan itu mirip dengan proses pembuangan air limbah dari pembangkit nuklir di tempat lain di dunia.

Pemerintah sebelumnya mendukung pengenceran air yang telah diolah dan melepaskannya ke laut atau melepaskannya sebagai uap. IAEA mengatakan opsi mana pun dapat diterima.

"Melepaskan (air radioaktif) ke laut dilakukan juga di tempat-tempat lainnya. Ini bukan sesuatu yang baru. Tidak ada skandal di sini," kata Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi tahun lalu.

Sebuah sistem pemompaan dan penyaringan ekstensif yang dikenal sebagai ALPS (Advanced Liquid Processing System) mengekstraksi berton-ton air yang baru terkontaminasi setiap hari dan menyaring sebagian besar elemen radioaktif.

Proses penyaringan ALPS memang menghilangkan sebagian besar unsur radioaktif dari air, tetapi beberapa tetap ada, termasuk tritium.

Jepang mengatakan semua unsur radioaktif telah disaring kecuali tritium, yang sulit dihilangkan dari air. Isotop hidrogen juga dilepaskan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi, termasuk di Tiongkok dan Perancis.

Para ahli mengatakan unsur tersebut hanya berbahaya bagi manusia dalam dosis besar. Sementara, pengenceran air olahan tidak menimbulkan risiko yang dapat dideteksi secara ilmiah.

"Ada konsensus di antara para ilmuwan bahwa dampaknya pada kesehatan sangat kecil," kata Michiaki Kai, pakar penilaian risiko radiasi di Universitas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Oita Jepang.

Perdebatan tentang bagaimana menangani air radioaktif ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, komunitas nelayan setempat khawatir pelepasan air akan merusak usaha mereka selama bertahun-tahun memulihkan kepercayaan publik terhadap makanan laut dari wilayah tersebut.

"Mereka (pemerintah) mengatakan kepada kami bahwa mereka tidak akan melepaskan air ke laut tanpa dukungan nelayan," kata Kanji Tachiya, yang mengepalai koperasi perikanan lokal di Fukushima

Air yang telah terkontaminasi itu akan mulai dilepaskan ke laut dalam waktu sekitar dua tahun dan bisa memakan waktu puluhan tahun untuk menyelesaikannya. Keputusan ini telah memicu perlawanan sengit dari komunitas nelayan lokal, aktivis anti-nuklir, dan negara tetangga seperti Cina dan Korea Selatan.

Tiongkok, yang telah mengajukan keluhan resmi atas rencana tersebut, kembali menuduh Jepang “sangat egois”.

“Laut adalah milik bersama seluruh umat manusia, dan secara paksa membuang air limbah nuklir Fukushima ke laut adalah tindakan yang sangat egois dan tidak bertanggung jawab yang mengabaikan kepentingan publik internasional,” kata Kementerian Luar Negeri Tiongkok dalam sebuah pernyataan.

Otoritas bea cukai mengumumkan larangan terhadap semua impor produk akuatik dari Jepang, memperluas larangan yang menargetkan perikanan dari wilayah Fukushima dan Tokyo.  (Amr-untuk Indonesia)