lognews.co.id, Indonesia – Qotrunnada Salsabila binti Yuli Purwanto, pelajar perempuan kelas XII Ma’had Al-Zaytun, berbagi pengalamannya mengikuti ekstrakurikuler pertanian dengan niat mulia mendukung swasembada pangan Indonesia seperti era 1990-an.
Dalam program radio Obrolan Sore di Prima FM Indramayu bersama penyiar Nimas, Qotrun menjelaskan bagaimana hari hari yang Ia lakukan di ekstrakurikuler pertanian Ma'had Al-Zaytun, meski pertanian identik dengan kerja keras dan lingkungan yang menantang fisik, tenaga, fikiran, ketelitian, keterampilan, dan ketulusan, sebagai Perempuan Ia tetap semangat terjun ke sawah, dirinya mengaku sebagai Wanita Ia hanya perlu menggunakan sunblock untuk memproteksi wajah.
Diketahui, Kabupaten Indramayu ditetapkan sebagai lumbung padi nasional dengan realisasi produksi padi mencapai 1,7 juta ton gabah kering panen (GKP) pada 2024 atau sekitar 1,49 juta ton gabah kering giling (GKG).

Qotrun mencurahkan hal tersebut sebagai paradoks ketika menghadapi fakta bahwa mayoritas petani kecil adalah lansia yang bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sedikit yang berusia muda/milenial, sehingga petani muda perlu diberdayakan agar tidak melepas tanggung jawab ketahanan pangan nasional, dengan kondisi tersebut Ia bertekad untuk terjun ke pertanian dan akan terus menjadi petani setelah lulus.
Baginya, pemuda dapat mengabil peran dari pengalaman langsung tentang tanaman dan lahan, seperti memasarkan hasil panen via digital marketing dan e-commerce sehingga potensi penghasilan lebih tinggi, serta memperluas wawasan dengan berbagai teknologi yang ada untuk mengoptimaslisasi cara tanam, cara menyerap nutrisi, memaksimalkan pertumbuhan tanaman, hingga proses panen.

Ma’had Al – Zaytun memfasilitasi ekstrakurikuler pertanian dengan lahan praktik sekitar 1,6 hektare untuk seluruh pelajar, dengan luas lahan yang digarap tiap pelajar berbeda:
- Kelas 11 mendapat lahan kecil (sekitar 48 m² per orang).
- Kelas 12 menggarap lahan lebih besar secara kelompok, per orang sekitar 100 m².
Saat ini pelajar di ekstrakurikuler pertanian turut melakukan penelitian Syaykh Al Zaytun, Syaykh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, S.Sos., M.P., yaitu padi unggulan Koshihikari Japonica sebagai objek penelitiannya dengan metode "singgang" atau ratun (padi yang dipanen dibiarkan tumbuh kembali), hingga kini sudah dilakukan panen 3 kali, satu kali panen pada padi utama atau awal kemudian dua kali panen pada padi ratun atau singgang.
Ia mengatakan, penggunaan Pupuk organik secara maksimal dimanfaatkan untuk mengembangkan penelitian tersebut, dengan memanfaatkan limbah dapur ataupun sisa makanan seperti nasi, cangkang telur, kulit bawang, kulit pisang hingga serasah daun dari dahan pohon jati MAZ yang sudah jatuh yang kemudian difermentasi.
Qotrun dan kawan kawannya diajarkan bagaimana pertanian yang presisi yang lebihcepat, efektif dan efisien , hal ini diperukan Kerjasama dengan para anak muda yang menggeluti dunia teknologi komputer untuk berkontribusi terhadap ketahanan pangan dengan menciptakan berbagai inovasi pertanian.

Dari keikutsertaannya dalam penelitian ia mengerti cara untuk mengembangkan padi dengan memerhatikan perlakuan yang baik pada tanaman padi seperti cara pemberian nutrisi, cara mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) dan obat obatannya.
"Dengan penelitian ini kita akan memperoleh hipotesa, dari hipotesa tersebut kita bisa mengukur tingkat efektifitas dalam memperlakukan perawatan pada tanaman padi kita" jelasnya.
Qotrun yang juga menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet di Organisasi Pelajar Ma’had Al – Zaytun (OPMAZ) menyinggung Bupati Indramayu, Lucky Hakim yang memberikan solusi menghilangkan tikus dengan menebar ular jenis sapi lanang dan koros, biawak dan burung hantu, Ia berpendapat solusi tersebut kurang terukur dan tidak presisi.
“berapa ular yang harus dilepas untuk mencakup lahan sawah per hektarnya,bila ada 20 ular apakah cukup?” ungkapnya mengkrtisi.
Ia mengusulkan penggunaan teknologi pengusir tikus dari gelombang ultrasonic yang ditenagai panel surya seperti yang pernah dilombakan oleh pelajar ekstrakuriler pertanian Ma’had Al - Zaytun, namun masih diperlukan pengembangan karena dari penemuan lat tersebut baru mampu menjangkau radius 2 meter.
Demi ketahanan pangan Indonesia dan melalui fasilitas lengkap di Ma’had Al – Zaytun kemudian dibarengi dengan penelitian inovatif seperti pengembangan padi Koshihikari dengan metode “singgang” atau “ratun” dan pupuk organik, mereka menggabungkan keahlian tradisional dan kontemporer, menunjukkan betapa pentingnya sinergi antara generasi muda dan pemerintah untuk kemajuan pertanian Indonesia. (Amri-untuk Indonesia)


