Oleh Ali Aminulloh (Disarikan dari Kuliah Umum Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Faqih, S.P)
lognews.co.id, Indonesia - Ma'had Al-Zaytun menunjukkan komitmen tinggi dalam membangun ekosistem pendidikan berasrama sebagai sumbangsih terhadap negara Indonesia tercinta. Salah satu wujud komitmen ini adalah dengan menyelenggarakan Pelatihan Pelaku Didik secara berkala, menghadirkan para profesor terkemuka di bidang L-STEAMS (Law, Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics, and Spiritual) untuk memperkaya wawasan para pendidik.
Pada kuliah umum ke-26, yang dilaksanakan pada Ahad, 30 November 2025, Ma'had Al-Zaytun menghadirkan seorang pakar di bidang ketahanan pangan, Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Faqih, S.P., M.M., IPU., CIRR., Rektor Universitas Swadaya Gunung Jati (UGJ). Dalam forum Pelatihan Pelaku Didik Al-Zaytun yang dihadiri oleh berbagai stakeholder, dari Syaykh Al-Zaytun, Pengurus Yayasan Pesantren Indonesia, dosen, guru, mahasiswa, pelajar, pimpinan unit di Mahad Al-Zaytu, wali santri hingga Perkumpulan Petani Penyangga Ketahanan Pangan Indonesia, Prof. Ahmad Faqih membawakan tema penting: Transformasi Pertanian Modern Menuju Indonesia Emas 2045: Inovasi, Teknologi dan Kedaulatan Pangan.
Sektor pertanian merupakan fondasi peradaban; tidak ada bangsa yang dapat mencapai kemajuan tanpa kemandirian pangan. Indonesia, dengan potensi biologis, geografis, dan demografis yang besar, memiliki peluang signifikan untuk mewujudkan kedaulatan, keberlanjutan, dan kekuatan bangsa berbasis ketahanan pangan. Namun, bangsa ini masih menghadapi tantangan serius, termasuk ketergantungan impor pangan, produktivitas yang stagnan, dan dampak perubahan iklim.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan lompatan inovasi melalui transformasi pertanian modern, didukung teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), otomatisasi, pertanian presisi, dan bioteknologi.
Tiga Peran Strategis dan Tantangan Menuju Indonesia Emas 2045
Visi Indonesia Emas 2045 menekankan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, peningkatan kualitas SDM, dan pembangunan berkelanjutan. Dokumen resmi Bappenas menegaskan bahwa ketahanan pangan dan reformasi pertanian merupakan prasyarat utama untuk mencapai tujuan tersebut.
Sektor pertanian memegang tiga peran strategis:
Menopang Ketahanan Pangan Nasional: Tanpa pertanian yang kuat, Indonesia akan bergantung pada impor dan rentan terhadap guncangan geopolitik global.
Penyerap Tenaga Kerja Terbesar: Terutama di pedesaan, peran ini mengurangi pengangguran dan menjaga kondisi sosial ekonomi.
Kontributor PDB dan Industri Turunan: Sektor ini berkontribusi terhadap PDB dan industri turunan seperti agroindustri, bio-energi, dan produk ekspor bernilai tinggi.
Tantangan Global dan Lokal yang Mendesak
Transformasi pertanian didorong oleh spektrum tantangan yang dihadapi Indonesia, baik secara global maupun lokal:
Perubahan Iklim: Menjadi faktor terbesar yang mengancam stabilitas produksi, menyebabkan naiknya permukaan air laut dan berpotensi menenggelamkan daerah pesisir.
Urbanisasi dan Penyusutan Lahan: Konversi puluhan hektare lahan produktif menjadi kawasan industri, perumahan, dan properti, serta berkurangnya kualitas lahan akibat pencemaran, terus memengaruhi produksi nasional.
Ketergantungan Impor Pangan: Kebutuhan akan beras, kedelai, gula, bawang putih, dan komoditas lainnya yang masih bergantung pada impor sangat berbahaya karena fluktuasi geopolitik global. Swasembada pangan dari berbagai jenis pangan adalah harga mati bagi bangsa ini.
Keterbatasan SDM dan Teknologi: Banyak petani pedesaan masih kesulitan mengakses alat mesin pertanian modern dan minim pengetahuan agronomi.
Persaingan Pasar Global: Produk pertanian Indonesia harus bersaing dalam kualitas, kuantitas, dan efisiensi. Dibutuhkan inovasi "Technology Obsession" agar buah-buahan dapat dipanen sepanjang masa tanpa mengenal musim, seperti yang pernah diteliti UGJ untuk mangga, demi memenuhi permintaan konsumen dunia.
Pilar Transformasi dan Inovasi Pertanian
Transformasi pertanian modern berfokus pada perubahan paradigma dari konvensional menuju sistem berbasis data dan efisiensi. Terdapat tiga pilar utama:
Pertanian Presisi (Precision Farming): Memanfaatkan sensor, citra satelit, drone, dan data digital untuk memetakan kebutuhan tanaman secara tepat, sehingga meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Otomatisasi dan Mekanisasi: Penggunaan mesin dan robot pertanian terbukti mempercepat proses tanam, pemeliharaan, panen, hingga pengolahan lahan. Di Jepang, pengolahan 2 hektar lahan cukup dengan 1 orang berkat teknologi yang memadai.
Bioteknologi: Komponen penting untuk pengembangan varietas unggul dengan produktivitas tinggi dan masa tumbuh yang singkat. Tugasnya adalah mengejar ketertinggalan produksi, misalnya dari Cina yang mampu memproduksi 14 ton padi per hektar, sementara Indonesia hanya 8 ton.
Inovasi juga mencakup penerapan Kecerdasan Buatan (AI) dan IoT. Pertanian presisi berbasis AI memanfaatkan sensor tanah, kamera multi-spektra, dan data cuaca real time yang dianalisis algoritma AI, sehingga mampu mendeteksi serangan hama penyakit dan meningkatkan akurasi sistem tanam.
Kedaulatan Pangan dan Ketahanan Nasional
Kedaulatan Pangan (kemampuan negara menentukan sistem produksi, distribusi, dan konsumsi pangan berdasarkan sumber daya lokal) dan Ketahanan Pangan (daya tahan negara terhadap ancaman krisis pangan) adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Upaya untuk memperkuat kedahan pangan telah dilakukan melalui program strategis seperti:
Peningkatan produksi beras melalui modernisasi irigasi, penyediaan alat mesin pertanian, dan pengembangan benih unggul.
Pengembangan program lumbung pangan desa (food estate) di wilayah seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, dan NTT, yang bertujuan menciptakan kawasan pertanian skala besar terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Kolaborasi Quadruple Helix dan Peran Lembaga Pendidikan
Keberhasilan transformasi bergantung pada sinergi berbagai stakeholder melalui pendekatan Quadruple Helix (pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan masyarakat).
Pemerintah Daerah (khususnya Indramayu sebagai lumbung pangan nasional) berperan sebagai fasilitator kebijakan, penyedia dukungan infrastruktur irigasi, dan regulasi.
Sektor Industri dan Agribisnis memperkuat rantai nilai dan hilirisasi. Keterlibatan agribisnis lokal memungkinkan petani mendapatkan akses pasar yang lebih stabil, harga kompetitif, dan peluang hilirisasi produk, sehingga petani tidak dikuasai tengkulak.
Perguruan Tinggi (UGJ dan lainnya) strategis sebagai motor riset dan alih teknologi. Hasil riset, seperti student mobility dan magang riset, harus dikomersialisasi untuk mempercepat transfer teknologi ke petani.
Penyuluh Pertanian menjadi jembatan integrasi teknologi, memastikan inovasi tidak berhenti di laboratorium, tetapi benar-benar dipahami dan diadopsi oleh pelaku utama di pedesaan.

Model Living Laboratory Al-Zaytun dan Integrasi L-STEAM
Kampus dan pesantren berasrama, khususnya Ma'had Al-Zaytun, memiliki potensi besar sebagai ekosistem Living Laboratory. Lingkungan yang terstruktur, konsisten, didukung lahan praktik luas, serta budaya kerja kolektif, menjadi tempat ideal untuk riset terapan dan uji coba teknologi baru.
Peran Pelaku Didik
Dalam ekosistem berasrama, seluruh komponen lingkungan memiliki peran sinergis:
Guru: Penggerak literasi teknologi pertanian, mengintegrasikan teknologi digital (drone, AI) ke dalam pembelajaran.
Pembimbing Asrama: Fasilitator praktik 24 jam, mengintegrasikan kegiatan pertanian dalam jadwal harian santri.
Unit Pertanian: Berfungsi sebagai living lab atau ruang untuk eksperimen terukur, uji coba teknologi, dan penelitian kecil, memberikan pengalaman siklus ilmiah yang lengkap.
Model pembelajaran 24 jam pertanian, yang mengadopsi konsep learning by doing, berjalan dalam siklus terpadu: Observasi, Analisis, Praktik, dan Refleksi.
Kerangka L-STEAM
Transformasi pertanian menuntut pendekatan multidisipliner yang diintegrasikan melalui kerangka L-STEAM (Law, Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics, and Spiritual):
Komponen Peran dalam E-Agriculture
Law
Memastikan transformasi berlangsung dalam koridor regulasi yang tepat, meliputi tata kelola lahan, perlindungan varietas, dan standardisasi kualitas.
Science
Mencakup biologi tanaman, tanah, cuaca, dan klimatologi. Menghasilkan pemahaman ilmiah dasar untuk mengembangkan varietas yang adaptif terhadap lingkungan.
Technology
Inti dari e-agriculture, meliputi IoT, AI, machine learning, drone, dan sensor untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi data real-time.
Engineering
Berperan dalam mekanisasi, otomatisasi alat, pengembangan irigasi modern, dan desain sistem pengolahan tanah, memastikan proses budidaya efisien dan hemat tenaga kerja.
Arts
Memberikan sentuhan estetika dan kreativitas, seperti desain visual pertanian, pengembangan agrowisata, dan estetika landscape, yang meningkatkan ketertarikan peserta didik.
Mathematics
Fondasi analitik untuk memprediksi panen, pemetaan presisi, dan optimasi input. Matematika modeling kunci dalam membaca tren data dan mengidentifikasi pola risiko gagal panen.
Inkubasi Inovasi dan Kewirausahaan
Model inkubasi di Al-Zaytun harus terdiri dari tiga fase untuk mengubah ide menjadi komersialisasi:
Pra-Inkubasi: Menumbuhkan kreativitas, wawasan teknologi, dan soft skill melalui pelatihan precision farming, hidroponik, dan IOT.
Inkubasi: Fase hands-on (eksperimen dan pengembangan produk) untuk membangun prototipe dan uji coba berbasis data di Living Farm Al-Zaytun (sawah, holtikultura, peternakan, perikanan).
Pasca-Inkubasi: Ranah komersialisasi dan hilirisasi, memanfaatkan ekosistem komunitas yang luas (kemitraan dengan petani Indramayu, jejaring wali santri, jejaring koperasi).
Pengembangan Start-up Pertanian Berbasis Kampus merupakan langkah penting agar lulusan alumni Al-Zaytun tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi mampu menciptakan lapangan kerja, menjadi penggerak ekonomi, dan memberikan solusi nyata bagi sektor pertanian.
"Inovasi pertanian bukan hanya tentang menambah lebih banyak, tetapi menanam masa depan yang lebih baik.”
Transformasi pertanian modern menuju Indonesia Emas 2045 adalah agenda besar yang menuntut kolaborasi, keberlanjutan, dan komitmen bersama antara pemerintah, kampus, pesantren, dan industri agribisnis. Jika kampus mampu menjalankan fungsi litbang, inkubasi, dan hilirisasi secara terpadu, lingkungan berasrama akan menjadi generator inovasi pertanian yang mendukung terwujudnya Indonesia Emas sebagai negara berdaulat pangan.
Diakhir paparannya, Prof. Fakih menyatakan bahwa UGJ (Universitas Gunung Jati) menyatakan kesiapan untuk bermitra dalam penelitian, pengembangan teknologi, pelatihan praktis, program studi berkelanjutan, hingga inkubasi usaha pertanian berbasis kampus.


