Saturday, 06 December 2025

PENDIDIKAN SEBAGAI FONDASI KEDAULATAN PANGAN: REFLEKSI FILOSOFIS SYAYKH AL-ZAYTUN ATAS ANCAMAN NEOLIBERALISME

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh Ali Aminuloh 

lognews.co.id, Indonesia - Pelatihan Pelaku Didik Al Zaytun memasuki sesi ke-25. Ahad, 23 November 2025, dengan menghadirkan, seorang peneliti sekaligus praktisi pertanian ahli bioteknologi, Prof. Dr. Ir. Ali Zum Mashar, M. Si. Setelah pemaparan narasumber yang mengungkap ancaman pangan dan solusi bioteknologi, Syaykh Al Zaytun memberikan respons mendalam dalam sesi penggulungan dan simpulan kuliah umum, yang menitikberatkan pada kesadaran (sadar), konsistensi, dan misi pendidikan Al-Zaytun.

Garis Besar Ancaman Pangan dan Solusi Bioteknologi

Dalam pemaparannya, Prof. Dr. Ir. Ali Zum Masyhar, M.Si., menyoroti bahaya nyata "Penjajahan Neoliberalisme" yang membuat Indonesia bergantung pada impor pangan, khususnya kedelai dan gandum. Ia memperingatkan tentang dampak merusak dari kedelai GMO impor yang diklaim menyebabkan stunting otak, mengancam generasi emas 2045, dan menjadikan rakyat Indonesia "budak modern".

Untuk mengatasi hal tersebut, Prof. Ali menawarkan solusi bioteknologi berupa Tiga Revolusi Pertanian (Lahan, Produktivitas, Organik) dan inovasi benih unggul seperti Kedelai Garuda Merah Putih dan Padi Tri Sakti atau Padi Kalimah Thayyibah (PKT) yang memiliki produktivitas tinggi (PKT dapat dipanen dalam 75 hari).

Syaykh Simposium prof ali zum

Simposium Profesor dan Misi "Buku Hijau" 

Mengawali responsnya, Syaykh Abdussalam Panji Gumilang, S.Sos. M.P., menyatakan bahwa kehadiran Prof. Ali merupakan profesor yang ke-25 dalam rangkaian pelatihan pelaku didik. Beliau menegaskan azam Al-Zaytun untuk menghadirkan 45 Profesor guna menyusun "Buku Hijau" yang akan menata ulang pendidikan di Indonesia.

"Azam kami setelah 45 profesor, kami akan menyusun satu Buku Hijau. Karena cinta pada lingkungan, maka Buku Hijau menata pendidikan Indonesia. Kita simpulkan nanti di dalam uraian yang telah disampaikan oleh para profesor..." Ujar Syaykh.

Langkah ini menunjukkan bahwa masalah pangan dan lingkungan dipandang bukan sekadar isu teknis pertanian, melainkan masalah peradaban dan pendidikan yang harus diselesaikan melalui kerangka berpikir ilmiah dan sistematis.

Filosofi Rabbul Alamin dan Kerusakan Alam

Syaykh Al Zaytun mengangkat masalah pangan ke tingkat filosofis dan teologis. Beliau menekankan bahwa tugas utama Tuhan adalah "mengenyangkan makhluk-Nya dan memberi aman kepada penghuni alam semesta", sehingga tepat disebut Rabbul Alamin (Pembimbing/Pendidik Alam Semesta).

Syaykh menggarisbawahi tunjuk ajar Al-Qur'an, Dhaharol fasad fil bahri wal bahri bima kasabat aidinnas (Kemusnahan, kehancuran, kerusakan di muka bumi ini disebabkan oleh tangan-tangan manusia). Syaykh mengingatkan bahwa manusia sangat membutuhkan alam semesta, namun sesungguhnya alam tidak terlalu memerlukan manusia, dan kerusakan terjadi karena ulah manusia yang tidak mampu mengatur dirinya sendiri.

Ketidakonsistenan Bangsa: Kritik Tajam atas Kesadaran Bangsa

Syaykh Panji Gumilang memberikan kritik mendalam mengenai kurangnya "sadar" (kesadaran) dan "konsistensi" dalam berbangsa. "Tapi masih ada kurangnya. Gak konsisten. Inilah tidak konsistennya. Inilah kurang sadarnya bangsa. Kurang sadar maka kemanusiaannya juga kurang." Jelasnya.

Beliau memberikan contoh yang kuat terkait ketidakonsistenan simbol negara: Pada 17 Agustus, saat bendera Merah Putih diturunkan pada pukul 5 sore, hadirin—termasuk tentara, DPR, dan menteri—menyanyikan lagu "Siapa Berani Menurunkan Kau" (lagu yang bersumpah membela bendera agar tidak diturunkan).

simposium 25 eye

Al-Zaytun sebagai Role Model dan Penolak TKI 

Syaykh berharap agar bangsa ini mencontoh lembaga pendidikan yang mandiri dengan menunjukkan praktik di Al-Zaytun:

1. Ketahanan Pangan Praktis: Al-Zaytun mempersiapkan 1.600 ton beras per tahun, di mana yang dikonsumsi hanya 1.000 ton, dan sisanya 600 ton disimpan dan disalurkan ke koperasi. Ia mengusulkan pembentukan "Kooperasi Merah Putih" untuk menjaga kedaulatan ekonomi.

2. Tantangan Uji Tanding: Al Zaytun menerima hibah 30 kg benih PKT untuk ditanam di 5 hektare dan menantang diadakannya "pertandingan peneliti" antara pelajar didikan Al-Zaytun melawan peneliti yang dibiayai negara.

3. Misi Politeknik Tanah Air: Syaykh mengecam program yang hanya menghasilkan lulusan SMK untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Ia menegaskan bahwa Politeknik Tanah Air Al-Zaytun harus mencetak SDM terdidik yang mampu mengelola dan memakmurkan tanah airnya sendiri.

Pernyataan Syaykh menggarisbawahi bahwa solusi kedaulatan pangan bukan hanya terletak pada benih dan teknologi, melainkan pada pembangunan manusia yang berkesadaran, konsisten, dan berani mengelola sumber daya negerinya sendiri, sebuah misi yang diemban oleh institusi pendidikan seperti Al-Zaytun.