PEMILU
Tuesday, 24 September 2024

DPR Tegaskan Mahkamah Konstitusi Tidak Bisa Mengubah Sistem Pemilu Kecuali Melanggar Konstitusi

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Lognews.co.id, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengubah sistem pemilu kecuali bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Doli, bukan kewenangan MK untuk menentukan cocok atau tidaknya suatu sistem. Ia berpendapat, perubahan atau perbaikan sistem pemilu hanya bisa dilakukan melalui revisi undang-undang.

"Kewenangan hakim konstitusi hanya untuk memutuskan sesuatu yang melanggar undang-undang atau tidak, bukan untuk menentukan sistem mana yang cocok atau harus diterapkan," kata Doli di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (30/5).

Lebih lanjut dia menambahkan, jika MK menyatakan satu sistem pemilu inkonstitusional, DPR tertutup untuk membahasnya. Akibatnya, Doli menegaskan akan sulit melakukan perbaikan atau penyempurnaan sistem pemilu di Indonesia.

Karena itu, politikus Golkar itu menilai pembatalan sistem pemilu melanggar kebebasan berpikir. Ia berpendapat, perbaikan harus dilakukan melalui revisi undang-undang yang dilakukan secara kolektif.

“Cara terbaik untuk membenahi sistem pemilu adalah melalui revisi undang-undang. Kalau nanti revisinya dibatasi, maka ada satu sistem pemilu yang tidak bisa kita bahas lagi karena inkonstitusional,” katanya.

Doli juga menyebutkan, meski gugatan yang diajukan ke MK hanya terkait satu pasal di UU Pemilu, namun akan berdampak pada 20 pasal lainnya, seperti aturan kampanye dan tabulasi suara.

Ancaman DPR dan Rujukan Anggaran

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman, mengingatkan kewenangan legislasi yang dimiliki lembaga jika MK mengubah sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup.

Hal itu disampaikan Habib saat jumpa pers yang dihadiri delapan fraksi DPR yang menyatakan penolakannya mengubah sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup.

Pertemuan tersebut dilakukan untuk menanggapi klaim pengacara Denny Indrayana yang mengaku mendengar informasi bahwa MK sedang mempertimbangkan untuk mengubah sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup.

Habib menyatakan mayoritas fraksi DPR tak mau menunjukkan kekuatannya. Namun, dia mengingatkan DPR juga memiliki kewenangan legislasi jika MK bersikukuh memilih sistem proporsional tertutup.

"Kami tidak akan menunjukkan kekuatan kami, tetapi kami juga akan mengingatkan mereka bahwa kami sebagai legislatif juga memiliki otoritas jika MK tetap," kata Habib di kompleks parlemen, Selasa.

“Kami juga akan menggunakan kewenangan kami, termasuk dalam konteks kekuatan penganggaran kami,” tambah Habib.

Dalam kesempatan itu, perwakilan delapan fraksi DPR menyatakan menolak perubahan sistem pemilu. Delapan fraksi tersebut adalah Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, PKS, Demokrat, PPP, dan PAN.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau biasa disapa Ibas menilai sistem proporsional terbuka saat ini merupakan sistem terbaik. Ibas mendorong keputusan MK menjadi open legal policy, menyerahkan aturan yang lebih rinci kepada DPR.

Menurutnya, MK tidak bisa memutuskan norma baru, apalagi yang bisa menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Kami mendukung sistem proporsional terbuka. Kami tidak ingin anggota DPR seolah-olah membeli babi di ladang," kata Ibas.

 

Delapan dari sembilan fraksi DPR dijadwalkan bertemu lagi hari ini untuk menyuarakan penolakan terhadap gagasan mengubah sistem pemilu menjadi tertutup. Gagasan ini muncul kembali menyusul klaim bahwa MK mungkin akan mengabulkan permohonan sistem proporsional tertutup.(Rifai)