Saturday, 06 December 2025

Filsafat Pendidikan Kontemporer Al Zaytun: Menjemput Kemajuan

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Oleh Ali Aminulloh

lognews.co.id - ​Suasana khidmat menyelimuti sesi ke-16 Pelatihan Pelaku Didik di Al Zaytun. Acara ini diikuti oleh lebih dari 2.400 peserta, dari berbagai elemen pendidikan di Al - Zaytun. Di hadapan para peserta, Syaykh Al - Zaytun, A.S. Panji Gumilang, S.Sos. MP., menyampaikan sebuah gagasan besar yang mengalir jernih, menginspirasi. Bukan sekadar ceramah, ini adalah kuliah umum tentang Filsafat Pendidikan Kontemporer, sebuah manifesto yang bertujuan mentransformasi pendidikan berasrama menuju pendidikan modern abad ke-21, sejalan dengan cita-cita 100 tahun Kemerdekaan Indonesia.

 suasana symposium

​(Suasana dari 2.400 orang lebih pelaku didik di Simposium pelatihan pelaku didik, mendengarkan materi dari Syaykh Al-Zaytun, Syaykh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, S.Sos., M.P. di Masjid Rahmatan Lil Alamin , Minggu 21/9/25)

Pendidikan, sering kali diibaratkan sebagai kompas yang mengarahkan peradaban, kini menghadapi tantangan besar. Di era yang terus bergerak maju, metode statis tak lagi relevan. Kita tidak bisa terus-menerus mengejar ketertinggalan. Sudah saatnya kita berani menyongsong masa depan, sebuah konsep yang menjadi inti dari pendidikan kontemporer. Ini adalah pendekatan revolusioner yang tidak hanya mengandalkan kurikulum dan fasilitas, tetapi juga menumbuhkan kesadaran mendalam pada setiap individu.

​Dari Menghafal Menuju Menjemput Kemajuan

​Pendidikan tradisional seringkali membelenggu para siswa dengan metode hafalan tanpa menuntut pemahaman atau aplikasi. Sementara itu, pendidikan modern, meskipun lebih terstruktur, masih terpaku pada pola pikir "mengejar ketertinggalan" yang secara filologis membuat kita terus berada di belakang.

​Pendidikan kontemporer hadir sebagai paradigma baru yang berani. Filosofinya adalah menjemput kemajuan, sebuah konsep yang menuntut perubahan revolusioner, bukan sekadar perbaikan. Oleh karena itu, fasilitas yang dibutuhkan pun tidak bisa sembarangan. Asrama, misalnya, dipilih sebagai "fasilitas" utama. Mengapa? Karena asrama adalah miniatur kehidupan. Di sana, individu tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengalami interaksi sosial dan kemandirian yang fundamental. Ini adalah langkah konkret menuju terciptanya Indonesia modern abad ke-21.

​Trilogi Kesadaran: Fondasi Perubahan Holistik

​Pendidikan kontemporer dibangun di atas tiga kesadaran mendasar yang menjadi ciri utamanya. Kesadaran Filosofis: ini adalah kesadaran yang mendorong setiap individu untuk selalu bertanya, "Mengapa?", "Bagaimana?", dan "Untuk apa?". Ketika mendirikan sebuah politeknik, misalnya, pertanyaan mendasarnya adalah "Untuk apa kita mendirikannya?". Kekuatan pikiran atau power of mind jauh lebih esensial daripada sekadar presentasi Power Point yang canggih.

​Kesadaran Ekologis: Manusia harus menyadari bahwa ia adalah bagian tak terpisahkan dari semesta. Dalam Al-Fatihah, ada frasa Alhamdulillah rabbil alamin, yang menegaskan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta. Kesadaran ini memunculkan pertanyaan kritis, "Mampukah sebuah politeknik dibangun tanpa merusak lingkungan?". Perlindungan lingkungan yang sejati bukanlah sekadar menanam pohon secara simbolis, melainkan memahami karakter dan merawat setiap elemen alam dengan kesadaran penuh.

​Kesadaran Sosial: Pendidikan harus memiliki dampak nyata bagi masyarakat. Tanpa kesadaran sosial, ilmu yang didapat akan sia-sia. Pendidikan kontemporer menuntut lulusannya untuk mandiri dan memiliki kemampuan menciptakan dampak positif. Korupsi yang marak, misalnya, adalah cerminan kegagalan pendidikan dalam menumbuhkan kesadaran sosial.

Syaykh al zaytun

​Melampaui Batas: Mandiri dan Berakhlak Mulia

​Hasil dari pendidikan kontemporer adalah individu yang mandiri. Berbeda dengan pendidikan modern yang cenderung menciptakan ketergantungan pada sistem, pendidikan kontemporer berorientasi mencetak "bos" atau pemimpin yang inovatif. Individu ini tidak hanya paham tentang muamalah (interaksi) dengan sesama manusia (ma'an naas) dan alam (ma'al biah), tetapi juga dengan Pencipta (ma'a khalik) dan kemajuan teknologi (ma'a ad-dzaka ash-shinai).

​Inilah esensi dari Novum Gradum, konsep yang diusung Syaykh Panji Gumilang. Ini adalah trilogi pendidikan yang menyempurnakan filosofi Aristoteles dan Francis Bacon. Novum Gradum adalah jalan baru yang mengintegrasikan peradaban dan nilai-nilai spiritual. Pendidikan yang berhasil adalah yang berbasis pada akhlak, sebuah fondasi sejati yang membedakan pendidikan kontemporer dari yang lain.

​Jejak Baru Menuju Peradaban

​Manusia adalah makhluk yang tidak lepas dari masa lalu, tetapi tidak boleh terbelenggu olehnya. Sejarah hanyalah perbandingan, bukan beban yang harus dipikul. Dalam bahasa Arab, ada fi'il madhi (kata kerja masa lampau) untuk masa lalu dan fi'il mudhari' (kata kerja masa kini-depan) untuk pergerakan maju yang tak pernah berhenti.

​Maka, pendidikan kontemporer bukanlah sekadar metode, melainkan sebuah semangat untuk terus bergerak maju, menjemput kemajuan yang menanti. Dengan menanamkan kesadaran filosofis, ekologis, dan sosial, kita membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia. Mereka adalah Parikesit dan Hangestri abad ke-21 pribadi yang berani mengadakan perubahan demi terwujudnya peradaban yang toleran dan damai, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai luhur dan kemanusiaan.