Oleh: Ali Aminulloh
Membangun Pondasi Ekonomi Digital Berbasis Inovasi
lognews.co.id - Ahad, 31 Agustus 2025, Al-Zaytun kembali menggelar pelatihan pelaku didik berkelanjutan untuk sesi ke 13. Tema yang diusung adalah Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama menuju pendidikan modern Abad XXI dengan pendekatan LSTEAMS (Law Science, Technology, Engineering, Art, Mathematic, and Spiritual). Tema ini dibawakan oleh Prof. Dr. Andry Alamsyah, seorang Guru Besar Bidang Digital Business Strategy sekaligus Ketua Komisi AI di Telkom University. Ia memulai menyampaikan paparannya dengan mengungkapkan rasa syukurnya dapat berkunjung ke Pesantren Al-Zaytun.
Dalam penjelesannya, ia menyampaikan materi yang relevan dengan perkembangan saat ini: "Masyarakat dan Ekonomi Digital: Perspektif Inovasi dan Keberlanjutan". Konsep keberlanjutan (sustainability) menjadi fokus utama, di mana Prof. Andry menekankan bahwa teknologi adalah kunci untuk mempertahankan keberlangsungan sebuah negara.
Prof. Andry, yang berlatar belakang pendidikan matematika dan komputer, menjelaskan bahwa inovasi dalam teknologi menjadi penentu keberhasilan ekonomi. Ujian dari sebuah inovasi adalah kemampuan untuk menjual (to sell) produk atau layanan yang dihasilkan, karena jika tidak, keberlanjutan tidak akan tercapai. Ia mencontohkan negara-negara maju seperti Singapura dan Hong Kong yang berhasil menjadi raksasa ekonomi karena kedaulatan teknologi mereka.
Hal ini juga menjadi isu krusial di Indonesia, di mana kedaulatan data menjadi perhatian serius. Prof. Andry menyoroti QRIS sebagai contoh nyata bagaimana Indonesia berhasil menciptakan kedaulatan teknologi di bidang pembayaran digital, sehingga transaksi masyarakat tidak lagi harus bergantung pada platform asing.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin di era digital berkat bonus demografi, tingginya adopsi teknologi, dan budaya masyarakat yang suka berbagi informasi di media sosial, menciptakan kekayaan data yang melimpah. Namun, potensi ini juga membawa tantangan, seperti disrupsi cara mengajar oleh AI seperti ChatGPT, yang menuntut inovasi dalam sistem pendidikan.
Prof. Andry kemudian menjelaskan urgensi pemanfaatan teknologi untuk mengatasi tiga isu utama: ketimpangan (inequality), inefisiensi, dan krisis iklim. Teknologi, seharusnya menjadi alat untuk mengurangi kesenjangan dan meningkatkan efisiensi birokrasi, serta menyediakan solusi transparan untuk masalah lingkungan seperti karbon kredit yang menggunakan teknologi blockchain untuk menjamin akuntabilitas.
Merevolusi Masyarakat dengan Kecerdasan Buatan dan Big Data
Prof. Andry memperkenalkan konsep Society 5.0 dan Industri 5.0, yang berpusat pada upaya memanusiakan manusia (human-centric). Society 5.0 berfokus pada kesejahteraan masyarakat, sementara Industri 5.0 menekankan keberlanjutan ekonomi. Prof. Andry menegaskan bahwa teknologi, khususnya AI, blockchain, cloud computing, dan Big Data (ABCD), menjadi katalisator utama dari revolusi ini. AI, misalnya, mampu menciptakan kecerdasan yang setara atau bahkan melebihi manusia, sementara Big Data menyediakan bahan baku untuk mengenali pola dan memprediksi perilaku.
Ia mencontohkan bagaimana algoritma media sosial membentuk gelembung filter (filter bubbles) atau ruang gema (echo chambers), di mana pengguna hanya disuguhkan konten yang sesuai dengan preferensi mereka, memicu polarisasi. Analisis data yang dilakukan di laboratoriumnya, Social Computing and Big Data Lab, berupaya mengkuantifikasi perilaku, baik dalam konteks sosial maupun pasar. Riset ini mencakup analisis jejaring sosial skala besar untuk mengidentifikasi dinamika interaksi, mengukur kepribadian dari data media sosial, hingga menganalisis pergerakan wisatawan untuk manajemen destinasi.
Blockchain, sebuah teknologi yang menjamin kepercayaan tanpa perantara, menjadi topik penting lain dalam paparannya. Prof. Andry menjelaskan bahwa blockchain dapat digunakan untuk menjamin keaslian data, seperti sertifikasi halal pada produk pangan atau keaslian ijazah dalam dunia pendidikan. Ia juga menyinggung tentang tokenisasi aset, di mana properti atau karya seni dapat diubah menjadi aset digital yang mudah diperdagangkan.
Konsep ini membuka era Web3, sebuah internet yang tidak hanya memungkinkan pengguna untuk membaca dan menulis, tetapi juga untuk langsung memonetisasi konten mereka tanpa perantara.
Mempersiapkan Generasi Inovator Melalui Literasi Digital
Menutup presentasinya, Prof. Andry Alamsyah menekankan pentingnya literasi dan pendidikan yang berfokus pada STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika). Ia memaparkan bahwa Indonesia memiliki talenta cerdas yang melimpah, namun kesempatannya tidak merata. Ia mencontohkan negara lain seperti Tiongkok yang memproduksi puluhan ribu lulusan STEM setiap tahun, sehingga mereka memiliki banyak inovator yang mampu menciptakan produk sendiri, bukan sekadar pengguna teknologi dari luar.
Prof. Andry menjelaskan bahwa AI dan blockchain menjadi pintu masuk bagi demokratisasi pengetahuan, memungkinkan setiap individu untuk berkreasi dan berinovasi. Ia menunjukkan dua dokumen penting yang dihasilkan dari kolaborasinya dengan pemerintah dan universitas: Peta Jalan AI Nasional dan Pedoman Penggunaan AI di Kampus.
Hal ini bertujuan untuk memastikan penggunaan teknologi yang etis dan produktif, sehingga mahasiswa tidak hanya menggunakan AI untuk mengerjakan tugas, tetapi juga untuk melatih pola pikir kritis mereka. Ia menyadari bahwa dilema kurikulum yang terlalu dalam dan luas memang menjadi tantangan, tetapi hal tersebut diperlukan untuk melatih pola pikir yang kompleks, terutama bagi mereka yang bercita-cita menjadi inovator.
Epilog : Kedaulatan Bangsa Terletak pada Kemampuan Berinovasi dengan Teknologi
Dalam sesi tanya jawab yang hangat, Prof. Andry bersama Prof. Intan Detiena menjawab pertanyaan-pertanyaan mendalam dari para pelajar dan guru Al-Zaytun. Dari pertanyaan tentang metode belajar berbasis proyek hingga skema "pump and dump" di dunia kripto, diskusi ini menunjukkan betapa besar rasa ingin tahu dan kesadaran digital generasi muda Indonesia.
Prof. Andry menegaskan bahwa dunia digital adalah sebuah realitas paralel yang menuntut literasi dan pemahaman yang mendalam. Kedaulatan sebuah bangsa di masa depan tidak lagi diukur dari luas wilayah atau kekayaan sumber daya alam semata, melainkan dari kemampuan untuk berinovasi dan menguasai teknologi. Dengan membangun ekosistem digital yang kuat, melindungi data, dan menumbuhkan para inovator, Indonesia dapat menjadi pemimpin di kancah global. Literasi digital bukan hanya tentang penggunaan, tetapi juga tentang penguasaan, dan di sinilah peran strategis pendidikan mencetak generasi yang tidak hanya mahir sebagai pengguna, tetapi juga sebagai pencipta, yang mampu membentuk masa depan bangsa dengan tangan mereka sendiri.


