Thursday, 18 December 2025

MA'HAD AL ZAYTUN DAN PERINGATAN 1 SYURO 1446 H : SPIRIT "PRIBUMISASI ISLAM" MENUJU KEINDONESIAAN MODERN

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan
( Berdomisili di Indramayu Jawa Barat)
 
lognews.co.id, Hari Ahad tanggal 7 Juli 2024 Ma'had Al Zaytun yang berdiri "megah" 'di perkampungan bagian barat kabupaten Indramayu Jawa Barat memperingati 1 Syuro 1446 H dengan tema "Remontada From Within: Kebangkitan Dari Dalam Menuju Indonesia Gemilang"
 
Inilah tradisi yang diperingati setiap tahun oleh Ma'had Al Zaytun, sebuah tradisi mengutip istilah Gus Dur "pribumisasi Islam", yakni  akulturasi spirit tahun baru Islam 1 Hijriyah "melebur" dalam tradisi sosio kultural 1 Syuro masyarakat Jawa dalam konstruksi membangun spirit keindonesiaan modern.
 
Ma'had Al Zaytun memang  menegaskan diri sebagai Pesantren Spirit But Modern System.
 
Ini artinya Ma'had   Al Zaytun di satu sisi "istiqamah" merawat spirit nilai nilai historis "pesantren" sebagai institusi pendidikan Islam dalam konstruksi Dr. Zamakhsyari Dhofir,  penulis buku "tradisi pesantren (1982), yakni nilai nilai keikhlasan,  kemandirian dan "ta'awun" (kegotong royongan).
 
Di sisi lain dalam "ukuran" pesantren di Indonesia  Ma'had Al Zaytun sangat "revolusioner" dalam mengakomodasi kebutuhan praktikal mnnodern seperti fasilitas fisik pesantren, sistem dan metodologi pendidikan, pengembangan dan pemberdayaan ekonomi pesantren dalam spirit keindonesiaan modern.
 
Spirit keindonesiaan modern di sini meletakkan Pancasila sebagai "ide penuntun" dalam kerangka system Al Zaytun sebagai pusat pendidikan Islam, pusat pengembangan budaya "toleransi" dan "perdamaian"  di atas akar tradisi dan kearifan lokal sosio kultural keagamaan antara lain menghidupkan tradisi  peringatan  1 Syuro.
 
Inilah formulasi kontekstual Al Zaytun dalam pengejawantahan "kaidah" pesantren "Al muhafadoh 'ala Al qodim Al Sholeh wa Al akhdu bil Jadid Al aslah,  merawat nilai nilai "lama" pesantren yang baik, mengakomodasi kebutuhan praktis modern yang lebih baik dalam spirit visi keindonesiaan modern dalam mengembangkan budaya "toleransi",  "perdamaian" dan pemberdayaan ekonomi.
 
Dengan kata lain setidaknya dalam perspektif penulis Al Zaytun  hendak meletakkan diri sebagai "model" pendidikan Islam "pelintas zaman", mata rantai penghubung nilai historis lama pesantren dengan kebutuhan praktis hari ini dalam visi masa depan yang diistilahkan Bend Anderson "Imagined Community", sebuah komunitas bangsa yang dibayangkan di masa depan penuh "toleransi" dan "perdamaian".
 
Dalam konteks itu penulis memahami pernyataan Syekh Panji Gumilang, pengasuh Al Zaytun dalam berbagai "mimbar acara" bahwa Al Zaytun menganut "madzhab bung Karno", yakni "Tri Sakti" bung Karno : berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, tidak perlu "lebay" ditarik terlalu jauh seolah olah Al Zaytun hendak membangun "madzhab" keagamaan "baru".
 
Sayangnya budaya toleransi dan perdamaian yang disemai tumbuh di Al zaytun dalam konteks keagamaan  seringkali "via a vis" berhadapan dengan jargon "toleransi" dan "kebhinekaan" sekedar menjadi narasi "alat politik" di satu sisi dan arus kuat "politisasi politik identitas" di sisi lain. 
 
Dalam konteks itu Ma'had Al Zaytun selalu dalam "resiko" di framing "negatif" mulai soal "salam yahudi", imam perempuan dalam sholat, status Ma'had yang dituding  menjadi "sarang" NII/TII (Negara Islam Indonesia/tentara Islam Indonesia) dan lain lain.
 
Tingkat toleransi dan moderasi beragama masyarakat kita, bahkan sejumlah pimpinan ormas islam dan sejumlah pejabat publik sekalipun sangat rendah, mudah diframing media sosial untuk dibenturkan satu sama lain. 
 
Itulah "PR" besar kita bersama "menuju Indonesia gemilang", Indonesia yang adil dan beradab, toleran dan damai.
 
Itulah jalan peradaban baru yang harus diperjuangkan bersama untuk mencegah kemungkinan makin tajamnya benturan peradaban di masa depan yang diandaikan Samuel Huntington dalam bukunya "The Class Of Civilization" akibat residu polarisasi politik yang membelah tajam secara sosial.
 
Selamat untuk Ma'had Al zaytun dalam konsistensinya memperingati 1 Syuro dengan spirit keindonesiaan modern yang toleran dan damai, sebuah rute jalan perjuangan tidak mudah tapi itulah tanggungjawab sejarah yang diemban Ma'had Al zaytun. 
 
Wassalam !