lognews.co.id, Jakarta – Sidang lanjutan gugatan Praperadilan dengan nomor perkara 47/Pid.Pra/2024/PN JKT. atas penetapan tersangka yang dinilai cacat formil, diungkapkan Tim Kuasa Hukum, Alvin Lim semakin terang benderang dengan dihadirkannya 5 saksi fakta dan 5 saksi Ahli di ruang sidang nomor 7 (PN) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (7/5/2024).
Dalam wawancaranya Alvin lim menjelaskan saat jalannya persidangan berkali kali saksi ahli mengemukakan adanya cacat formil dikarenakan tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam undang undang yayasan soal kepemilikan aset dengan atas nama pengurus yayasan namun dituduhkan sebagai penggelapan atau tindak pidana pencucian uang (TPPU), menjadi penguat Tim Kuasa Hukum bahwa tuduhan tersebut sama sekali tidak ditemukan Mens Rea sehingga tindak pidananya pun tidak ada.
“Mempermasalahkan adanya akta tanah yang pakai nama pengurus dan disebutkan oleh ahli bahwa itu bukanlah pidana, karena kalau orang mau pidana mau ngambil atau mau nyolong dia enggak akan bikin surat dan bilang bahwa ini bukan punya saya justru dia akan ambil dia jual dia akan mengakui Itu punya dia, jadi dengan tidak adanya mens rea pidana ini enggak ada di situ nah itu yang tadi sudah kami berhasil buktikan di persidangan” ujar Alvin.
Dani menambahkan dalam pasal 53 undang undang yayasan, yang seharusnya melapor adalah pihak yang dirugikan atau pengurus yayasan sendiri, dan baru ketahuan dalam Praperadilan bahwa formilnya cacat hukum.
Dari fakta persidangan, Alvin menilai pihak termohon dengan sengaja melanggar hukum, dibuktikan dengan tidak diberikannya (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) SPDP yang seharusnya menjadi hak kliennya, hal itu berhasil diungkap dengan tidak adanya catatan surat masuk dari buku kunjungan Pondok pesantren Al Zaytun oleh pihak keamanan, Anton dalam persaksiannya di ruang persidangan.
Dengan adanya pemblokiran bank dinilai Alvin menghambat keuangan dan proses jalannya pendidikan, yang seharusnya uang tersebut tidak diblokir atau sita, sedangkan Pesantren Al Zaytun tersebut fungsinya untuk masyarakat.
“Uang ini uang untuk kepentingan masyarakat loh, ya santri-santri ya ulama-ulama di pesantren mereka mikirin ke sana” kata Alvin.
Hal ini membuat Tim Kuasa Hukum, pemohon dari Pimpinan Pondok Pesantren terbesar se-Asia Tenggara,Alvin Lim merasa kecewa dan menyayangkan adanya oknum kepolisian yang seharusnya menjadi pelindung pengayom dan pelayan masyarakat, dan diungkapkan Alvin bahwa dalam kenyataannya mereka (oknum) adalah maling, rampok dan pesuruh dari oligarki, “Ya itu yang saya enggak suka” tegas Alvin.
Selanjutnya Alvin juga ingin membuktikan dalam persidangan adanya pelanggaran undang undang saat proses penetapan tersangka dengan menghadirkan saksi ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mana kewenangan Kapolri dalam memberikan informasi elektronik diambil alih oleh Penyidik Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan S.I.K., M.H
“Kita cuma mau nunjukin kemereka, bahwa penyidik aja gak taat sama Kapolri, ini ada Perkab yang boleh si “a”, si “b” sudah jelas hitam diatas putih” tegasnya.
Alvin menilai keadaan tersebut menunjukan sifat tidak respek kepada pimpinannya, dalam penyelidikan, penyidikan maupun dalam aturan, menurut Alvin semuanya dilanggar dan diterobos.
“Ya mereka gak peduli karena mereka merasa diri mereka ada di atas hukum, nah itulah yang saya lawan oknum oknum itu bukan polisinya polisinya” tambah Alvin.
Penetapan tersangka kepada kliennya dinilai ngawur dengan ditemukannya keterlambatan pemeriksaan ahli dengan mendahulukan penetapan tersangka.
“Yang mendahulu itu alat buktinya dulu, dua baru dijadiin tersangka, ini dia dijadiin tersangka November 2023 alat buktinya keterangan ahlinya baru diperiksa tanggal 2 April 2024 ketika kita Prapid, apaan itu mana ada dijadiin tersangka dulu saksi belakangan bukti belakangan ya ini sangat sangat sangat ngawur” tutup Alvin.
Alvin berharap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan walaupun hanya di Pengadilan Negeri tapi punya kewenangan dan berani melawan oknum, bukan melawan Jenderal bukan melawan polisi tapi melawan oknum.
“Terakhir saya cuma minta agar ketua pengadilan negeri Jakarta Selatan punya keberanian untuk menegakkan keadilan demi masyarakat ini tidak berbicara tentang Panji Gumilang seorang ini berbicara tentang keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia, kalau dia lakukan ini terhadap Panji Gumilang saat ini besok bisa melakukan terhadap kita semua dan keluarga kita nah di situlah makanya ketua pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai benteng terakhir keadilan harus bisa memberikan keadilan bagi masyarakat, kalau memang penetapan tersangkan dilakukan dengan cara melawan hukum di situ dia harus berani membatalkan penetapan tersangka.” (Amr-untuk Indonesia)



