lognews.co.id, Jakarta - Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras karena memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim dan cuaca.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika, menilai produk pangan lokal itu tepat untuk dijadikan produk diversifikasi, sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat utama nasional, mengingat Indonesia saat ini memiliki lahan sagu sebanyak 5,5 juta hektare.
"Pohon sagu dapat tetap tumbuh meskipun saat banjir ataupun pada saat masa kekeringan karena kemarau panjang, sehingga pohon sagu tidak terdampak fenomena alam seperti La Nina dan El Nino," ujarnya di Jakarta pada Jum’at (8/3/2024)
Pada 2023, Kemenperin bekerja sama dengan beberapa industri besar yang merupakan produsen pati sagu nasional untuk meningkatkan utilisasi produksinya.
"Utilisasi produksi industri pati sagu nasional saat ini masih sangat rendah yaitu di bawah 30 persen. Hal ini sebagai dampak dari keterbatasan industri untuk memperoleh bahan baku empulur sagu,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah bekerja sama dengan industri pati sagu untuk mengembangkan model bisnis industri dengan menggunakan sagu basah produksi UMKM sebagai bahan baku di industri tersebut.
Pemanfaatan sagu basah UMKM dinilai mampu memperlambat proses oksidasi, sehingga jangkauan bahan baku industri tersebut semakin luas, serta bisa memberikan nilai tambah pada petani sagu.
Adapun pati sagu saat ini dikenal sebagai bahan untuk membuat papeda, namun bahan pangan tersebut sudah mulai tumbuh ke arah industri yang lebih modern, seperti produk mi instan dan beras analog.
"Produk pangan olahan ini berpotensi menjadi pangan utama pengganti beras terutama pada saat terjadinya kelangkaan beras," ujar Dirjen Industri Agro. (Amr-untuk Indonesi)