lognews.co.id, Jakarta - Menjadi perhatian Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi tehadap kasus yang dikesankan seperti dibiarkan tanpa adanya perkembangan berarti atas Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang yang ditetapkan menjadi tersangka dugaan penistaan agama dalam Pasal 156 huruf a, dan ditahan selama 20 hari sejak pukul 02.00 WIB, 2 Agustus hingga 21 Agustus kemudian ditambahkan masa tahanannya sampai 30/10/2023.
Tim lognews, wartawan senior Nasution melalui sambungan Whatsapp, menghubungi secara langsung mengenai keprihatinannya memandang kasus yang berlarut larut, berikut ditampilkan transkrip pembincangannya :
Nasution : "Abang melihat ini kasusnya seperti apa ? kasus besar atau kasus biasa saja ?”
Hendardi : “Kasus Panji Gumilang ini sebenarnya kasus biasa yang dibesar-besarkan. Tidak ada pidana yang serius, tapi aspek politiknya memang besar, terutama yang disebabkan oleh tarik menarik antara kelompok moderat dan kelompok konservatif”
Nasution : “Seperti kasus siapa bang sepengalaman yang Abang tahu dgn kontroversi dan kriminalisasi ini?”
Hendardi : “Kriminalisasi atas Panji Gumilang dalam kasus Al-Zaytun ini sebenarnya juga banyak dialami oleh beberapa korban kriminalisasi dengan pasal penodaan agama. Tentu saja mesti ditegaskan bahwa setiap kasus memiliki konteks yang berbeda-beda. Namun secara umum, sentimen agama mayoritas selalu dipakai, mobilisasi massa digunakan, dan ada keterlibatan MUI melalui fatwanya”
Nasution : “Apakah saat ini bola panasnya di penyidik padahal semua pihak sdh berdamai? kira kira benang kusutnya dimana bang?”
Hendardi : “Negara tentu saja tidak mau kehilangan muka melalui penegakan hukum yang sudah dimulai dan dilakukan. Sebenarnya ada jalan lain dalam penanganan kasus ini melalui penerapan Restorative Justice. Saya tidak tahu apa pertimbangan subjektif penyidik sehingga langkah ini tidak dilakukan”
Nasution : “Dalam sejarah yang Abang pernah tangani atau perhatikan kasus seperti ini harus ada tekanan atau biarkan saja kasus ini mengalir?”
Hendardi : “Kasus-kasus semacam ini, seperti yang saya sindir juga pada pertanyaan nomer satu, selalu ada tekanan massa atau apa yang kita sebut sebagai trial by mob atau pengadilan oleh kerumunan. Jelang Pemilu ini lebih banyak tekanan psikologis dari aparatur negara untuk menerapkan politik stabilitas. Jadi, kasus AlZaytun ini lebih kental aspek politik daripada hukum pidananya”
Nasution : “Abang melihat bagaimana posisi kekuatan lawyer Panji Gumilang terhadap kasus kliennya?”
Hendardi : “Karena tekanan politiknya kuat, maka kinerja lawyering biasa dengan mekanisme beracara biasa ya memang tidak akan banyak membantu penanganan kasus klien”
Nasution : “Untuk MUI kenapa juga seperti gak mampu membantu "negoisasi" kpd penyidik agar Panji Gumilang dibebaskan?”
Hendardi : “MUI kan yang di ruang publik tampak paling getol menyalahkan Panji, dibanding NU dan Muhammadiyah misalnya. Tentu saja MUI tidak mungkin main-main dengan langkah yang sudah dilakukan oleh pihak kepolisian”
Nasution : “Abang lihat kasus ini pesanan atau memang murni pelanggaran tindkaan hukum ?”
Hendardi : “Aspek politik pada kasus ini jauh lebih kental dari pidananya”
Nasution : “Kasus 156 a pernah terjadi kepada Ahok, bedanya apa bang?”
Hendardi : “Kalau pada kasus Ahok lebih ke arah politisasi identitas menggunakan pasal penodaan agama. Kalau Kasus Panji ini lebih ke arah Kriminalisasi untuk stabilitas politik, meski pasal yang digunakan sama, yaitu penodaan agama”
Nasution : “Apakah prosedur penanganan penahanan Panji Gumilang sesuai prosedur dan apakah setelah masa perpanjangan penahanan Panji Gumilang bisa dibebaskan atau tetap harus berhadapan di pengadilan ?”
Hendardi : “Itu sangat tergantung pada dinamika di internal aparat penegak hukum. Kalau mereka menyadari bahwa aspek politik kasus ini aspek politiknya kuat, mestinya hukum pidana jangan jadi alat justifikasi saja”
Nasution : “Mohon konternya bang terhadap kasus ini mengingat para santri Al Zaytun sdh merindukan kiyai nya kembali dan supaya ini tidak menjadi preseden buruk kepada lainnya?”
Hendardi : “Untuk aparat, terapkan saja restorative justice. Belum lagi kalau menimbang aspek kemanusiaan. Selain itu, perlu dicatat bahwa pasal penodaan agama dalam KUHP baru sudah dihapus lho. Pidananya juga mengalami pergeseran. Jadi sebenarnya ada alasan kuat secara hukum untuk tidak melanjutkan kasus ini ke pengadilan”


