lognews.co.id , Rusia - Tahun pertama Perang Ukraina berlangsung ekonomi Rusia menyusut 2,1%, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Akan tetapi, IMF memperkirakan bahwa ekonomi Rusia tumbuh 2,2% pada 2023 dan memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,1% pada 2024.
Sanksi merupakan salah satu tindakan terberat yang dapat diambil oleh suatu negara, selain perang. Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, AS, Inggris dan Uni Eropa, bersama negara-negara lain termasuk Australia, Kanada, dan Jepang, menerapkan lebih dari 16.500 sanksi terhadap Rusia demi melemahkan perekonomian Rusia.
Mulai dari larangan penerbangan dari Rusia, memberikan sanksi terhadap oligarkh dan pengusaha kaya raya yang terkait dengan Kremlin sekaligus menyita aset mereka yang berada diluar Rusia. Inggris menerapkan larangan baru untuk ekspor logam, permata dan energi dari Rusia. Adapun Uni Eropa mengumumkan sanksi terhadap 200 organisasi dan individu yang disebut membantu Rusia mendapatkan senjata.
Usai pemimpin oposisi Alexei Navalny meninggal di penjara Rusia di kawasan Arktik, Presiden AS Joe Biden mengumumkan sanksi terhadap 500 perusahaan Rusia dan memberi batasan ekspor pada hampir 100 perusahaan atau individu untuk membatasi kemampuan Rusia memproduksi senjata. Presiden Joe Biden mengatakan sanksi tersebut juga akan menyasar orang-orang yang terkait dengan pemenjaraan. AS dan Inggris juga melarang minyak bumi dan gas Rusia. Sementara Uni Eropa melarang impor minyak mentah melalui laut. G7 - organsisasi yang terdiri dari tujuh negara dengan ekonomi paling maju di dunia - telah memberlakukan harga maksimum US$60 (sekitar Rp938.790) per barel untuk minyak mentah Rusia, demi mencoba mengurangi pendapatannya. Namun Badan Energi Internasional mengatakan Rusia masih mengekspor 8,3 juta barel minyak per hari, dan berhasil meningkatkan pasokan ke India dan Tiongkok.
Ini merupakan bukti keberhasilan Rusia ditingkat geopolitik Rusia mampu merangkul banyak teman dan mereka semua akan menjadi mitra Rusia. Sejak tanggal (22/10/2024) hingga tiga hari kedepan di kota Kazan, Rusia,q Presiden Putin akan menyambut lebih dari 20 kepala negara di KTT BRICS yang mempertemukan negara-negara ekonomi berkembang. Para penyelenggara dalam berbagai platform mengingatkan kepada tamu asing untuk membawa uang kes, karena kartu visa dan lainnya tak akan berfungsi di negara Rusia.
Di antara para pemimpin yang diundang adalah Xi Jinping dari Tiongkok, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Kepentingan utama Rusia adalah untuk mematahkan dominasi dolar AS. Rusia ingin negara-negara Brics menciptakan mekanisme perdagangan alternatif dan sistem penyelesaian lintas batas yang tidak melibatkan dolar, euro, atau mata uang G7 lainnya, sehingga sanksi tidak akan terlalu menjadi masalah. Kremlin menyebut KTT BRICS sebagai salah satu "peristiwa kebijakan luar negeri berskala terbesar yang pernah ada" di Rusia. BRICS didirikan pada 2009 dengan anggota Brasil, Rusia, India, dan China, serta Afrika Selatan yang bergabung pada 2011, yang kemudian memiliki anggota baru Mesir, Ethiopia, Iran dan Uni Emirat Arab (UAE). Di Kazan, tugas Vladimir Putin adalah mengatasi perbedaan dan menggambarkan persatuan, sambil menunjukkan kepada publik Rusia dan komunitas internasional bahwa negaranya jauh dari terisolasi. (Amri-untuk Indonesia)