lognews.co.id, Indramayu - Kabupaten Indramayu akan memasuki babak baru dalam sejarah demokrasi desa. Pada 10 Desember 2025, sebanyak 139 desa akan menggelar Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) atau Pilwu dengan sistem semi-digital, sebuah pilot project pertama di Jawa Barat. Inovasi ini digadang-gadang akan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akurasi dalam proses pemilihan.
Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Indramayu, Iim Nurahim, menjelaskan bahwa sistem ini menggabungkan verifikasi manual dengan proses pencoblosan berbasis layar sentuh (touch screen) di bilik suara. “Pemilih akan memilih lewat perangkat digital, lalu mesin mencetak struk sebagai bukti fisik yang dimasukkan ke kotak suara,” ujarnya. Langkah ini dinilai menjadi jembatan menuju pemilu digital penuh di masa depan.
Bupati Indramayu, Lucky Hakim, menegaskan bahwa transisi digital ini memerlukan sosialisasi intensif dan peningkatan literasi teknologi di masyarakat. “Dengan penerapan sistem digital, pemilihan harus tetap akuntabel, transparan, dan sesuai prinsip demokrasi,” katanya.
Menariknya, meskipun ini adalah langkah awal bagi demokrasi desa di Indramayu, teknologi serupa bukan hal baru di lingkungan Al Zaytun. Pesantren ini sudah lebih dulu mengadopsi sistem pemilu digital untuk memilih Presiden Organisasi Pelajar Ma’had Al Zaytun (OPMAZ).

Menurut Ustadz Barzah, pembina OPMAZ, sistem pemilu digital di Al Zaytun mulai diterapkan sejak angkatan ke-6, sekitar tahun 2002 atau 2003. Prosesnya panjang dan terstruktur, dimulai dari seleksi kader calon presiden yang seluruhnya berasal dari santri kelas 11. Mereka menjalani tiga tahap Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK), masing-masing diiringi pembinaan dan penyaringan peserta dari ratusan menjadi puluhan, hingga akhirnya tersisa 10 kandidat terbaik.
“Setelah melalui pembinaan dan uji kompetensi seperti wawancara, bacaan Al-Qur’an, dan keterampilan berbahasa, barulah 10 besar ini tampil untuk Pemilihan Raya. Pada tahap ini, seluruh pelajar menjadi pemilih, dan hasilnya bisa diumumkan di hari yang sama,” jelas Ustaz Barzah.
Ia menambahkan, infrastruktur digital sepenuhnya dikelola oleh Dr. Irvan Iswandi, ST., M.T. dari Institut Agama Islam Al-Zaytun Indonesia bersama tim IT OPMAZ, dengan pengawasan ketat dari Majelis Guru. “Kalau untuk aplikasinya ini sepenuhnya oleh Dr. Irvan yaitu orang kami sendiri bersama anggota IT dari OPMAZ tersebut, kami hanya diminta untuk pembaharuan dan hanya orang-orang tertentu yang bisa mengakses server pengawas, ketua panitia, dan penanggung jawab IT. Semuanya diawasi ketat,” ujarnya.

Sistem ini, kata Ustaz Barzah, efisien dan hemat biaya. Dengan jumlah 5–6 ribu pelajar, 40 bilik suara dapat menampung seluruh pemilih dari pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB dan hasilnya sudah diumumkan pukul 17.00 WIB di hari yang sama.
Menanggapi wacana pemilu digital skala daerah atau nasional, ustaz Barzah optimis. “Sangat bisa sekali, asalkan pemerintah serius. Buktinya, dari desa-desa bisa melaporkan hasil ke kabupaten tanpa harus datang langsung. Kalau di tingkat nasional, apalagi dengan anggaran negara, akan sangat luar biasa. Karena kan memang Al Zaytun ini memberikan edukasi kepada khalayak, khususnya Indonesia, bahwa pemilihan raya itu tidak perlu dana banyak dan tidak menghabiskan waktu yang banyak” tegasnya.
Pengalaman OPMAZ membuktikan bahwa dengan edukasi pemilih, kesiapan teknis, dan keamanan berlapis, pemilu digital dapat berjalan lancar. Meski skala Pilkades Indramayu lebih besar, prinsip dasarnya sama.
Model semi-digital di Indramayu dapat menjadi tahap transisi menuju sistem digital penuh, mengambil inspirasi dari pemilihan OPMAZ yang telah membuktikan keberhasilannya selama lebih dari 20 tahun. Dengan persiapan matang, bukan mustahil Pilkades Indramayu 2025 menjadi pintu gerbang menuju pemilu digital di seluruh Indonesia. (Difana – untuk Indonesia)


