Oleh Ali Aminulloh
lognews.co.id, Indonesia - Ma'had Al Zaytun, yang telah lama dikenal sebagai episentrum pendidikan dengan fokus pada toleransi dan perdamaian, kembali menjadi tujuan wisata edukasi bagi ratusan siswa Raudhatul Athfal (RA) dari dua kecamatan. Kunjungan masif yang terbagi dalam dua gelombang selama dua hari ini bukan hanya sekadar rekreasi, melainkan ajang transfer inspirasi dan pemahaman kemandirian yang dikelola langsung oleh para penggerak pendidikan.
Pada gelombang pertama, Selasa, 2 Desember 2025, sebanyak 5 RA telah hadir, melibatkan total 208 anak dan 237 orang dewasa (guru dan wali murid). Kemudian, pada kunjungan hari ketiga, Rabu, 3 Desember 2025, sebanyak 7 RA lainnya menyusul, membawa 231 siswa dan 250 guru serta orang tua. Total ratusan anak dan pendamping mereka diangkut menggunakan kendaraan khas rakyat, odong-odong, dalam sebuah perjalanan yang penuh keceriaan.

Inspirasi dari Tutor PKBM Al Zaytun
Di setiap sudut kunjungan, para tamu disambut dan dipandu dengan sangat edukatif. Peran ini diantaranya diemban oleh dua sosok inspiratif, Ust. Mulyadi, S.Pd., M.Pd. dan Usth. Ilahwati, S.Pd., yang keduanya merupakan Tutor di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Al Zaytun.
Mereka tidak hanya memandu secara fisik, tetapi memberikan edukasi mendalam kepada siswa, guru, dan orang tua tentang filosofi di balik setiap bangunan Ma'had.
Saat berada di kompleks masjid, rombongan disajikan fakta megah mengenai Masjid Rahmatan Lil 'Alamin. Mereka dijelaskan tentang menara masjid yang bernama Menara Pemuda dan Perdamaian dengan ketinggian mencapai 201 meter, sebuah simbolisasi cita-cita tinggi. Ustaz Mulyadi juga menyampaikan tentang kapasitas masjid yang mampu menampung hingga 150.000 jemaah, menanamkan pemahaman tentang skala besar kebersamaan dan persatuan.

Pelajaran tentang Kemandirian Pangan
Edukasi yang paling kuat tersampaikan adalah saat rombongan diajak ke Istana Beras. Di sini, pemandu menjelaskan bagaimana Al Zaytun menjalankan prinsip kemandirian pangan secara nyata.
Dijelaskan bahwa mesin penggiling padi (Rice Milling Unit) di sana mampu menggiling padi 10 ton hanya dalam waktu 1 jam. Selain itu, Al Zaytun memiliki silo besar dengan kapasitas penyimpanan mencapai 1.000 ton, serta mesin pengering (dryer) canggih yang mampu mengeringkan padi 60 ton tanpa perlu dijemur. Para Tutor menekankan, fasilitas ini menopang kebutuhan seluruh civitas akademika Al Zaytun, yang setiap harinya membutuhkan sekitar 1,8 ton makanan. Fakta-fakta ini merupakan pelajaran praktis tentang kemandirian, efisiensi, dan manajemen sumber daya yang luar biasa.

Harapan yang Terukir di Hati Orang Tua
Pengalaman langsung ini meninggalkan kesan mendalam dan menumbuhkan harapan besar di hati para wali murid.
Bu Emah, salah seorang orang tua santri, tak mampu menyembunyikan harapannya. "Saya berharap nanti anak saya bisa sekolah di sini, di Al Zaytun," ucapnya penuh harap.
Hal serupa disampaikan oleh Bu Nurhayati, wali santri lainnya, yang mengungkapkan kekaguman. "Ini kali pertama saya datang. Sekolahnya lengkap sekali, dari PAUD sampai Perguruan Tinggi ada. Semoga kelak anak saya bisa mengenyam pendidikan di sini." Keinginan ini menjadi cerminan betapa tingginya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas dan visi pendidikan di Ma'had Al Zaytun.

Kemandirian Ekosistem Pendidikan: Ketika 1,8 Ton Pangan Menginspirasi Ratusan Harapan
Kunjungan edukasi ini berhasil menyajikan sebuah refleksi mendalam: bahwa Ma'had Al Zaytun adalah contoh nyata dari ekosistem pendidikan yang mandiri dan berkelanjutan. Armada odong-odong yang membawa ratusan siswa Raudhatul Athfal ini adalah simbolisasi dari akar kerakyatan, namun yang mereka lihat di dalam gerbang adalah kemajuan teknologi pangan.
Melalui penjelasan para Guru dan Tutor PKBM, tersingkaplah fakta bahwa Al Zaytun tidak bergantung pada pihak luar untuk kebutuhan pokoknya. Fasilitas Istana Beras yang mampu menggiling padi 10 ton per jam dan menopang kebutuhan harian 1,8 ton makanan, menjadi bukti nyata dari kemandirian tersebut.
Di sinilah letak inspirasi utamanya. Al Zaytun tidak hanya mengajarkan toleransi dan perdamaian di bawah naungan Menara Pemuda dan Perdamaian setinggi 201 meter, tetapi juga mengajarkan bagaimana sebuah lembaga pendidikan dapat berdiri kokoh di atas kaki sendiri. Ini menanamkan motivasi yang kuat kepada para siswa, guru, dan orang tua bahwa pendidikan sejati harus selaras dengan kemandirian ekonomi, menciptakan generasi yang berdikari dan tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga siap menghadapi tantangan kehidupan dengan keyakinan penuh.


