السبت، 06 كانون1/ديسمبر 2025

Mengurai Dinamika Satu Abad: Pesan Syaykh Al Zaytun untuk Islah di Tubuh NU

تقييم المستخدم: 4 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتعطيل النجوم
 

 Oleh: Ali Aminulloh 

(Disarikan dari Dzikir Jumat Syaykh Al Zaytun)

Jumat, 28 November 2025

lognews.co.id, MASJID RAHMATAN LIL ALAMIN – Setelah khotbah Jumat ditutup, ribuan jemaah di Masjid Rahmatan Lil Alamin selalu menantikan satu sesi: tausiyah singkat dari Syaykh Al Zaytun. Jumat, 28 November 2025, tausiyah tersebut terasa istimewa, menyentuh isu krusial yang sedang hangat di penghujung bulan: dinamika internal organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU).

Syaykh Al Zaytun secara gamblang mengakui adanya ikatan emosional yang kuat dengan organisasi berlambang bola dunia itu. Ikatan ini bukan sekadar simpati, melainkan historis: kakek moyangnya, KH. Muhammad Fakih bin Abdul Jabbar, adalah salah satu tokoh pendiri pada awal tahun 1926.

Organisasi Raksasa dengan Konstitusi Modern

Dalam tausiyahnya, Syaykh Al Zaytun mengajak jemaah untuk melihat perselisihan yang kini tersaji di hadapan bangsa dengan kacamata yang lebih luas.

 "Awalnya Nuhud Al Ulama, kemudian menjadi Nahdlatul Ulama. Sebentar lagi usianya genap satu abad. Pada hakikatnya, setiap organisasi besar pasti memiliki dinamika," ujarnya.

NU, dengan basis Sumber Daya Manusia (SDM) yang masif—bahkan mungkin terbesar di dunia untuk organisasi keagamaan—dikategorikan oleh Syaykh sebagai organisasi modern. Ciri kemodernan yang utama terletak pada konstitusi atau Qanun Asasi-nya.

Konstitusi ini, menurut Syaykh, sangat penting untuk mengatur tatkala terjadi problem antar pengurus, dan utamanya, agar tidak terjadi pemecatan sepihak.

Pintu Islah dan Pintu Darurat

Penyelesaian perselisihan, dalam pandangan Syaykh, sudah diantisipasi secara matang dalam struktur NU. Ada mekanisme baku yang berfungsi sebagai majelis islah, yakni forum untuk mempertemukan eksponen yang berselisih.

Struktur NU memiliki dua pilar: Eksekutif (Tanfidhiyah) dan Legislatif (Majelis Syuriah). Potensi perselisihan antara keduanya adalah hal yang wajar. Namun, jika perselisihan sudah sulit dipertemukan, fasilitas organisasilah yang harus berperan.

1. Majelis Al Islah: Jalur pertama untuk mendamaikan perbedaan.

2. Muktamar Luar Biasa (Al Istisnai): Jika islah gagal, ini adalah "pintu darurat" sebelum Muktamar Al Adi (rutin lima tahunan). Tujuannya adalah memperkecil perselisihan yang tidak bisa diselesaikan melalui cara biasa.

Harapan dari Rahmatan Lil Alamin

Syaykh Al Zaytun menekankan bahwa sebagai warga bangsa, kita berharap organisasi sebesar NU mampu menunjukkan kedewasaan dalam berorganisasi.

 "Jangan sampai ada perselisihan yang tidak bisa diselesaikan. Maka gunakan fasilitas Al Islah, dan bila tidak bisa, tempuh Muktamar Luar Biasa (Al Istisnai)," pesannya.

Akhir tausiyah itu ditutup dengan harapan besar. Jika mekanisme islah dan Muktamar Luar Biasa ini ditempuh, Syaykh yakin perselisihan akan selesai dan semua pihak akan saling tashafahu (saling berjabatan tangan, memaafkan).

"Kami berharap dari Masjid Rahmatan Lil Alamin, agar NU mempertimbangkan untuk menyelesaikan masalah ini dengan fasilitas yang sudah ada. Jika dilakukan, ini adalah ciri orang beriman dan berilmu yang mendidik bangsa," tutup Syaykh, mengakhiri tausiyah yang kaya akan pesan moral dan organisasi.