Oleh Ali Aminulloh
Al-Zaytun sebagai Episentrum Perubahan Peradaban Pangan
lognews.co.id - Pelatihan Pelaku Didik Al Zaytun memasuki sesi ke-25. Ahad, 23 November 2025, menghadirkan Prof. Dr. Ir. Ali Zum Masyhar, M.Si., Peneliti Bioteknologi, yang memimpikan Indonesia daulat pangan, khususnya padi dan kedelai. Kehadiran beliau di Al-Zaytun merupakan suatu kehormatan dan kebahagiaan, setelah melihat kawasan tersebut sebagai "pusat peradaban". Prof. Ali Zum Masyhar menegaskan bahwa pertanian berbasis alam adalah fondasi utama menuju negara maju dan berdaulat. Tanpa fondasi pangan yang kuat, suatu negara akan mudah dikendalikan oleh bangsa lain, sebab makanan adalah sarana paling utama untuk mengubah pola pikir dan peradaban.
Jeratan Impor dan Ancaman Kedelai GMO: Perang Proksi Pangan yang Merusak Generasi
Indonesia, sebagai negara agraris dan sentra sumber pangan dunia, nyatanya telah berada dalam kendali Neoliberalisme (Neolib) selama 35 tahun, sejak dogmanya masuk sekitar tahun 1980 hingga kemenangannya di tahun 1998. Penjajahan modern ini terwujud dalam ketergantungan impor pangan yang mencapai ratusan triliun rupiah. Kedelai, bahan baku tahu dan tempe, masih diimpor hingga 90 persen, sementara gandum mencapai 100 persen.
Ancaman terbesar dari impor ini adalah pangan hasil Rekayasa Genetik atau Genetically Modified Organisme (GMO). Kedelai GMO yang masuk ke Indonesia dikategorikan sebagai animal feed (pakan ternak) di negara asalnya, di mana konsumsi manusia atas jenis kedelai tersebut bisa diancam hukuman penjara. Dampak buruk kedelai GMO ini diklaim merusak otak (cerebel), menyebabkan stunting otak, yang dapat mengganggu generasi emas Indonesia pada tahun 2045. Jika tidak diatasi, bonus demografi di tahun 2035—puncak usia produktif—justru akan dimanfaatkan oleh bangsa lain dan menjadikan masyarakat Indonesia sebagai "budak modern" untuk memperkaya oligarki dan neolib.
Tiga Pilar Revolusi Pertanian: Lahan, Produktivitas, dan Organik
Untuk keluar dari cengkeraman Neolib dan mencapai kedaulatan pangan, Prof. Ali Zum Masyhar mengemukakan perlunya tiga revolusi:
1. Revolusi Lahan: Membangun lahan baku yang ditetapkan negara untuk swasembada. Baru-baru ini, Presiden Prabowo telah menetapkan 1 juta hektare lahan untuk kedelai, yang diambil dari lahan sitaan (sawit ilegal) Agrinas, menunjukkan komitmen negara untuk swasembada.
2. Revolusi Produktivitas: Meningkatkan hasil tanaman yang selama ini berjalan lambat. Hal ini dicapai melalui pemanfaatan teknologi bioteknologi anak bangsa untuk menggali genetik unggul dan biodiversitas hayati Indonesia.
3. Revolusi Organik: Kembali menggunakan pupuk organik regeneratif dan tidak bergantung pada pupuk kimia yang non-regeneratif. Indonesia diberkahi tanah subur yang berlimpah energi pangan (matahari, air, dan tanah).

Kedelai Garuda Merah Putih dan Padi PKT: Senjata Bioteknologi untuk Lumbung Dunia
Prof. Ali Zum Masyhar memperkenalkan dua inovasi bioteknologi unggulan yang telah ditelitinya selama 25 tahun:
1. Kedelai Garuda Merah Putih: Varietas kedelai non-GMO terbaik di Indonesia yang terbukti mampu menghasilkan 5,3 hingga 6,5 ton per hektare. Angka ini jauh melampaui produktivitas kedelai Amerika Serikat (2,7 ton/hektare) dan kedelai rakyat (1,2 ton/hektare). Dengan keunggulan Indonesia sebagai negara tropis, penanaman bisa dilakukan 2-3 kali setahun, sementara negara subtropis hanya satu kali. Varietas ini bahkan bisa tumbuh hingga 5 meter tingginya.
2. Padi Trisakti : Inovasi padi tercepat di dunia dengan masa panen hanya 75 hari (dibanding padi biasa 4 bulan).
Produktivitasnya mampu mencapai 14-17 ton per hektare. Berdasarkan dialog dengan Syaykh Panji Gumilang, nama padi ini diusulkan diubah menjadi Padi Kalimah Thayyibah (PKT), yang akarnya kuat, batangnya kekar, dan buahnya banyak. Penamaan ini bersumber dari Wahyu ilahi surat Ibrahim (14) ayat 25, maka diusulkan juga padi1425. Dengan padi berumur pendek ini, lahan irigasi yang semula hanya bisa ditanam dua kali setahun kini bisa mencapai tiga kali tanam. Strategi ini memungkinkan Indonesia surplus beras hingga 13-30 juta ton per tahun tanpa membuka lahan baru, yang dapat digunakan sebagai "senjata diplomasi internasional" untuk membantu negara-negara yang kekurangan pangan. Prof. Ali mengakui bahwa rilis varietas padi unggul ini sempat terhalang selama 15 tahun akibat "mafia-mafia" dan "kaki tangan Neolib" di kementerian pangan dan pertanian.
Mikroba Google dan Pupuk Regeneratif: Mengembalikan Kesuburan Tanah Pertiwi
Dalam menjalankan revolusi organik, Prof. Ali memperkenalkan teknologi pupuk mikroba yang dinamakan Mikroba Google. Secara ilmiah, mikroba ini memiliki paten internasional dengan nama BioP2000Z (BioPerforation Z). Dinamakan Mikroba Google karena ia berfungsi seperti "mesin Google" yang cerdas. Ia adalah regenerative fertilizer (pupuk regeneratif karbon) yang mengambil informasi dan meramunya menjadi nutrisi yang dibutuhkan tanaman, serta meningkatkan serapan kapur di tanah. Penerapan teknologi ini dapat membuat petani menghasilkan produksi tinggi tanpa lagi tergantung pada pupuk kimia.

Kesejahteraan Petani dan Kedaulatan Pangan: Visi Indonesia Emas 2045
Implementasi program kedaulatan pangan, terutama penanaman 1 juta hektare kedelai, memiliki dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Dari sisi nilai tambah, 1 kg kedelai yang dibeli seharga Rp 15.000 dapat diolah menjadi 8 liter susu kedelai, yang nilai jualnya berpotensi mencapai Rp 66.000, atau empat kali lipat.
Secara makro, klasterisasi pertanian hulu-hilir (petani, pengrajin, hingga penjual susu) di lahan 1 juta hektare mampu menciptakan lapangan kerja bagi 10 juta orang dengan pendapatan di atas Rp 5 juta per bulan. Ini secara tuntas menyelesaikan masalah pengangguran.
Menyambut visi Indonesia Emas 2045, Indonesia diprediksi akan menjadi Raja Pangan Dunia, khususnya di Asia. Dalam konteks ini, Syaykh Abdussalam Panji Gumilang menyambut baik tawaran hibah benih Padi Trisakti/PKT (30 kg) untuk ditanam di 5 hektare lahan Al-Zaytun. Syaykh bahkan menantang diadakannya sebuah "pertandingan peneliti" antara pelajar Al-Zaytun yang terdidik (dengan bibit unggul Prof. Ali) melawan peneliti yang dibiayai negara. Syaykh juga menyinggung pentingnya Politeknik Tanah Air Al-Zaytun untuk melahirkan SDM terdidik yang mampu mendukung cita-cita negara, alih-alih menyiapkan tamatan SMK untuk menjadi TKI ke luar negeri. Menurutnya, program negara harus fokus pada ketahanan pangan yang berkelanjutan (sustainable), bukan hanya membuat anak bangsa menjadi "budak" di negara lain.
Prof. Ali Zum Masyhar menutup presentasinya dengan optimisme bahwa kedaulatan pangan bisa diraih, sebab teknologi dan barang unggulnya sudah tersedia. Seluruh upaya revolusioner ini adalah langkah nyata untuk mengembalikan kedaulatan asli bangsa dan menjadi rahmatan lil alamin bagi dunia yang tengah menghadapi krisis pangan.


