الأحد، 07 كانون1/ديسمبر 2025

Dari Kelas Hingga Komunitas: Menemukan Kearifan Lokal dalam Kotak Permainan

تعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجوم
 

Oleh Yahya Rauf Vijaya dan Ali Aminulloh

Menciptakan Kesadaran Berpikir Melalui Sisibulat
lognews.co.id - Di tengah pelatihan pelaku didik berkelanjutan di Al Zaytun, sebuah temuan riset hadir bukan dalam bentuk slide presentasi yang biasa, melainkan dalam kemasan yang jauh lebih interaktif: Permainan Edukatif. Sosok di baliknya, Prof. Dr. Paschalis Maria —, M.A., memperkenalkan seperangkat toolkit yang ia sebut Sisibulat, sebuah akronim dari tiga permainan: Kwartet, Ular Tangga, dan Sisibulat itu sendiri.

Bukan sekadar hiburan, permainan ini dirancang secara khusus untuk satu tujuan mulia: membangun kesadaran berpikir kritis masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Begitu kuliah umum usai, antusiasme tak terelakkan. Sekitar 20 guru Al Zaytun langsung dibimbing oleh Prof. Laksono untuk terjun langsung, mempraktikkan filosofi yang terkandung di dalam kotak-kotak permainan tersebut, bertempat di ruang meeting Majelis Guru Gedung Abu Bakar - Al Zaytun, Ahad (16/10/2025) mulai pukul 15.30-17.30.
Sisibulat: Pintu Gerbang Memahami Nilai Sosial dan Budaya
Laporan kegiatan pelatihan mencatat bahwa permainan yang dimainkan, yaitu Kwartet, Ular Tangga, dan Sisibulat, semuanya memiliki benang merah yang sama: menggali pemahaman mendalam tentang nilai-nilai sosial, budaya, dan kemampuan krusial dalam bekerja sama tim.

1000248652
(Pelatihan Sisibulat dan sikat sore jam 15.30 sd 17.35, bersama Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A., di R. Meeting Majelis Guru)

1. Kwartet Kebijaksanaan: Melatih Pola Pikir dan Komunikasi Efektif
Permainan pertama, Kwartet, dimainkan dengan empat tim. Ini bukan Kwartet biasa. Setiap tim memegang kartu dengan kategori yang merefleksikan kearifan lokal. Kunci kemenangannya adalah kemampuan menebak kartu tim lawan melalui percakapan singkat, strategi bertanya, dan kecermatan membaca pola.
Permainan ini secara efektif melatih kemampuan peserta untuk mengenali pola, memperkirakan informasi yang tersembunyi, dan membangun komunikasi yang ringkas namun efektif. Tim 1, dengan ketajaman analisisnya, berhasil menjadi pemenang setelah dengan tepat menebak susunan kartu yang berisi kategori seperti Adat atau musim dengan curah hujan tinggi.
2. Ular Tangga Adaptif: Menelusuri Jejak Positif dan Negatif Budaya
Selanjutnya adalah Ular Tangga, namun dengan modifikasi yang menjadikannya sebuah peta nilai masyarakat setempat. Di sinilah dinamika sosial dipertaruhkan.
Ketika peserta mendarat di Ular, mereka mengambil kartu negatif yang berisi contoh perilaku atau kebiasaan kurang baik di masyarakat. Diskusi wajib dilakukan untuk membedah dan memahami dampak perilaku tersebut.
Sebaliknya, saat mendarat di Tangga, mereka mengambil kartu hijau yang memuat nilai-nilai positif, kebaikan, dan adat budaya lokal.
Diskusi menjadi inti dari permainan ini, memaksa setiap tim untuk menyelami makna budaya di balik setiap kartu. Tim 3 berhasil mencapai puncak lebih dulu, namun kemenangan sejati adalah pemahaman bersama tentang pentingnya memegang teguh nilai positif dan meninggalkan kebiasaan buruk.

1000248638
3. Sisibulat: Merencanakan Masa Depan dalam Siklus Waktu
Permainan ketiga, Sisibulat (Permainan Sisibulat), adalah mahakarya perencanaan masa depan. Permainan ini disusun berdasarkan pola waktu yang lebih holistik: pekan, bulan, dan musim.
Setiap tim didorong untuk menentukan strategi penyusunan program mereka sendiri. Sisibulat mengajarkan pemahaman mendasar bahwa waktu adalah siklus, bukan sekadar garis lurus. Setiap keputusan yang diambil hari ini akan berdampak dan memengaruhi langkah-langkah dalam siklus waktu berikutnya. Di bawah bimbingan Prof. Laksono, permainan ini menjadi penekanan nyata pada nilai pembelajaran berbasis pengalaman dan dinamika sosial yang berkesinambungan.
Biaya dan Filosofi di Balik Adat
Prof. Laksono menambahkan dimensi mendalam pada sesi ini dengan memaparkan fakta-fakta budaya lokal yang seringkali terabaikan, seperti proses pemindahan batu seukuran rumah untuk acara pemakaman, yang ditarik ratusan penduduk dengan tali. Sebuah prosesi yang secara finansial dapat menelan biaya hingga miliaran rupiah, mencakup adat kawin tangkap, pesta adat, dan lainnya.
Melalui ketiga permainan ini, para pelaku didik tidak hanya berkompetisi. Mereka secara simultan belajar memahami makna budaya, nilai sosial yang otentik, serta pentingnya kerja sama tim dan penghormatan tulus terhadap budaya lokal. Kesesuaian materi permainan dengan pola masyarakat di daerah masing-masing terbukti berhasil menambah antusiasme dan relevansi bagi para pembelajar.
Epilog: Pendidikan Sejati Ada di Sekitar Kita
Kisah Sisibulat dari Prof. Laksono adalah pengingat yang kuat: pendidikan sejati tidak selalu terbatas pada buku teks dan ceramah formal. Kesadaran berpikir yang mendalam, pemahaman akan nilai luhur, dan kemampuan bekerja sama dapat ditemukan dalam interaksi yang paling sederhana sekalipun—sebuah kotak permainan yang dirancang dengan kearifan.
Ini adalah panggilan bagi setiap pelaku didik untuk berani berinovasi, membawa pelajaran keluar dari batas-batas konvensional, dan menjadikan kearifan lokal sebagai kurikulum yang hidup. Karena pada akhirnya, tugas terbesar kita adalah membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kaya akan budaya, peka terhadap lingkungan sosial, dan siap merencanakan masa depan dengan bijak.