الأحد، 07 كانون1/ديسمبر 2025

Surat Al-Insan: Naskah Antropologi Ilmiah dalam Bingkai Wahyu

تقييم المستخدم: 4 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتعطيل النجوم
 

Oleh Ali Aminulloh

Pendahuluan: Respons Akademik di Ruang Khas Masjid Rahmatan Lil 'Alamin

lognews.co.id - Masjid Rahmatan Lil 'Alamin kembali menjadi pusat diskusi interdisipliner mengenai isu-isu penting. Pada Ahad, 16 November 2025, ruang khas masjid menjadi saksi pertemuan antara wacana ilmiah dan spiritual pasca-Kuliah Umum yang disampaikan oleh Prof. Dr. Pachalis Laksono Maria, MA, Guru Besar Antropologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

Setelah pemaparan akademik yang mendalam, diskusi berlanjut di ruang khas, dihadiri oleh Syaykh, para eksponen, koordinator wali santri, dan kepala sekolah. Inti pembahasan adalah respons terhadap gagasan Profesor, yang kemudian diakhiri dengan ulasan tajam dari Syaykh. Beliau secara khusus mengaitkan temuan-temuan antropologis Prof. Pacjalis dengan Surat ke-76, Al-Insan (Manusia), yang beliau juluki sebagai "Surat Antropologi" karena cakupannya yang holistik mengenai eksistensi manusia.

Diskusi dimulai dengan pertanyaan filosofis mendasar yang terdapat di awal surat:

> هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا

> (QS. Al-Insan [76]: 1)

> (“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”)

Syaykh menafsirkan ayat ini sebagai teguran sekaligus pertanyaan retoris: sudah terlalu lama manusia tidak serius membahas hakikat dirinya sendiri, padahal asal-usulnya adalah sesuatu yang tidak disebutkan (syay’an madhkūra). Diskusi kemudian mengalir untuk membuktikan bagaimana Surat Al-Insan secara ringkas mencakup seluruh spektrum studi Antropologi modern.

Enam Pilar Antropologi dalam Surat Al-Insan

Analisis menunjukkan bahwa Surat Al-Insan menyajikan cetak biru yang melingkupi enam sub-disiplin Antropologi, mengintegrasikan ilmu material dan spiritual.

1. Antropologi Biologis: Asal-usul Material Manusia

Antropologi Biologis berfokus pada asal-usul dan perkembangan fisik manusia. Ayat 2 dari surat ini langsung menjawab pertanyaan ini dengan presisi biologis:

> إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا

> (QS. Al-Insan [76]: 2)

> ("Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur (nutfah amshāj) yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.")

Penyebutan nutfah/amshāj (setetes mani yang bercampur/campuran) secara akurat merujuk pada materi genetik ayah dan ibu yang menyatu dalam proses pembuahan. Ini adalah pernyataan tentang asal-usul material manusia, yang kemudian diikuti dengan anugerah kemampuan kognitif (pendengaran dan penglihatan) yang memungkinkan kesadaran.

2. Antropologi Budaya: Pilihan dan Sistem Nilai

Antropologi Budaya mempelajari sistem makna, norma, dan praktik yang membentuk cara hidup. Ayat 3 menetapkan fondasi bagi munculnya kebudayaan manusia:

> إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

> (QS. Al-Insan [76]: 3)

> ("Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur (syākirā) dan ada pula yang kufur (kafūrā).")

Ayat ini menegaskan adanya kebebasan memilih (free will) dan keragaman respons terhadap pedoman ilahi. Pilihan antara Syukur (menciptakan budaya positif, ketaatan, dan rasa terima kasih) dan Kufur (menciptakan budaya penolakan, nihilisme, dan pengingkaran) adalah inti dari pembentukan sistem nilai dan orientasi budaya suatu masyarakat.

3. Antropologi Sosial: Struktur Solidaritas

Antropologi Sosial berfokus pada organisasi masyarakat dan hubungan antar-anggota. Ayat-ayat berikutnya menggambarkan etika sosial para 'Abrar (orang-orang yang berbakti), yang menjadi cetak biru masyarakat yang adil:

> وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

> (QS. Al-Insan [76]: 8)

> ("Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan.")

Tindakan memberi makan kelompok yang paling rentan—yakni miskīn (ekonomi rendah), yatīm (kekerabatan hilang), dan asīr (kekuatan sosial terbatas)—menunjukkan perintah untuk membangun struktur sosial yang inklusif dan didasarkan pada solidaritas altruistik, yang menjadi topik utama kajian Antropologi Sosial.

4. Antropologi Linguistik: Bahasa sebagai Wahyu

Antropologi Linguistik meneliti hubungan antara bahasa, masyarakat, dan budaya. Surat Al-Insan adalah bagian dari wahyu yang berbahasa, yang fungsinya ditegaskan dalam Ayat 23:

> إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ تَنزِيلًا

> (QS. Al-Insan [76]: 23)

> ("Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an kepadamu (Muhammad) secara berangsur-angsur (bertahap).")

Al-Qur'an sebagai teks linguistik suci (Wahyu) tidak hanya menjadi media komunikasi, tetapi juga mengorganisasi realitas sosial dan kognitif komunitasnya. Analisis Syaykh menekankan bahwa bahasa Al-Qur'an adalah pembentuk identitas, ritual, dan hukum, peran esensial bahasa dalam budaya yang dipelajari Antropologi Linguistik.

5. Antropologi Arkeologis: Refleksi Peninggalan Sejarah

Antropologi Arkeologis mengkaji sisa-sisa material budaya masa lalu. Walaupun Surat Al-Insan berfokus pada kehidupan setelah mati, rujukan Al-Qur'an secara umum pada nasib peradaban terdahulu menuntut refleksi arkeologis. Ayat 13-22 yang mendeskripsikan balasan di surga (seperti singgasana, cangkir, sutera) dapat dilihat sebagai puncak dan penyempurnaan dari semua artefak dan peradaban yang ditinggalkan manusia di dunia. Surga adalah warisan abadi bagi mereka yang "berbakti," kontras dengan reruntuhan peradaban yang kufur.

6. Antropologi Psikologi: Motivasi dan Emosi

Antropologi Psikologi meneliti hubungan antara proses mental, pengalaman individu, dan budaya. Motivasi utama di balik perilaku mulia diringkas dalam rasa takut (khauf) dan harapan (nazar/janji) yang merupakan pendorong psikologis:

> يُوفُونَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا

> (QS. Al-Insan [76]: 7)

> ("Mereka (orang-orang yang berbakti) memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.")

Rasa takut akan konsekuensi eskatologis (yawman kāna syarruhu mustaṭīrā) dan pemenuhan janji (yūfūna bin-nadzri) adalah struktur motivasi kultural yang membentuk kepribadian dan tindakan individu (ketaatan, kedermawanan) dalam masyarakat yang beriman.

Kesimpulan: Al Insan dari Biologis ke Psikologis

Ulasan Syaykh di ruang khas Masjid Rahmatan Lil 'Alamin memperkuat tesis bahwa Al-Qur'an, khususnya Surat Al-Insan, adalah naskah antropologi klasik yang mencakup studi tentang manusia dari asal-usul biologis hingga motivasi psikologisnya. Diskusi interdisipliner ini menegaskan relevansi abadi wahyu dalam menyediakan kerangka teoritis komprehensif untuk memahami Manusia (al-Insan) yang jauh melampaui batas waktu ilmu pengetahuan modern.