PEMILU
الثلاثاء، 28 كانون2/يناير 2025

SURAT TERBUKA UNTUK CALON BUPATI INDRAMAYU 2024, RENUNGAN TENTANG KEKUASAAN

تعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجومتعطيل النجوم
 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan

Hakekat kekuasaan di level dan tingkatan apapun ditegaskan dalam Al Qur'an di bawah ini : 

"Kekuasaan milik Allah. Allah akan memberikan kekuasaan itu kepada hambanya yang Dia kehendaki. Allah akan cabut kekuasaan itu dari hambanya yang Dia kehendaki" (Q.S.Ali Imron, 26).

Ayat diatas bagi para calon bupati yang meyakini kebenaran agama yang dipeluknya adalah "sandaran hati" betapa kekuasaan sepenuhnya hak mutlak milik Allah. Manusia hanya di ruang "ikhtiar" terbatas. 

Dengan kata lain Hak "prerogatif" Allah untuk "merentalkan" sementara kekuasaan yang dimiliknya dan kapan pun bisa dicabut hak "pinjam pakai" kekuasaan tersebut dari siapapun hambaNya.

Modus "menghalalkan segala cara" atau cara "ugal ugalan" untuk meraih kekuasaan mulai dari cara "bengis" ala fir'un Mesir kuno hingga iklan tipuan canggih "berpura pura" tidak dapat "memaksa" Allah untuk meminjamkan kuasanya kecuali atas kehendaknya.

Al Qur an dalam ayat lain justru mengingatkan bahwa cara "ugal ugalan" atau dalam diksi Al Qur an disebut "At takatsur" dalam merebut kekuasaan ujungnya hanyalah "Al maqobir", sebuah "kuburan" kehinaan yang nista (S Q. At takatsur, 1 - 2). 

Sejarah peradaban politik telah membuktikan berkali kali "tesis" Al Qur an di atas betapa banyak pejabat politik disanjung sanjung "unlimited" dan "melangit" lalu tiba tiba diluar teori politik normal "dibanting" ke jurang "kuburan" kehinaan.

Intervensi pandangan agama di atas harus dihidupkan di tengah masyarakat Indramayu mayoritas muslim, di tengah eskalasi politik dengan tensi "hot" jelang "coblosan" kecuali agama "hanya" dipandang urusan "di masjid" dan politik urusan "tipu tipu" di ruang yang lain, tak tersentuh agama, etik dan moral.

Intervensi pandangan agama di atas untuk membimbing calon bupati dan pendukungnya bahwa siapa pun kelak yang terpilih untuk tidak perlu "jumawa" berlebihan, semata mata hanya "rental" sementara dari kekuasaan milik Allah. 

Itulah mandat "kekhalifahan" Allah kepada hambanya lewat suara rakyat. tulah yang disebut dalam teori politik modern barat "suara rakyat, suara tuhan", tidak untuk dijual dan tidak untuk diperdagangkan di pasar pasar "gelap" politik.

Dalam kerangka pandangan agama itu pula maka bagi rakyat indramayu memilih bupati adalah urusan memilih pemimpin dan pemimpin adalah simbol keteladanan dan otoritas moral.

Keteladanan dan simbol otoritas moral adalah prinsip paling penting dalam kepemimpinan politik jauh diatas permainan popularitas dan elektabilitas 

Sehingga kelak hadir seorang bupati bukan untuk "diidolakan" atau sebaliknya "menaklukkan" rakyat melainkan untuk memimpin dalam istilah Al Qur an disebut kepemimpinan "linta lahum", kepemimpinan yang mengayomi di atas semua golongan apapun.

Hanya dengan cara "jujur" memilih pemimpin yang "jujur" itulah jalan politik kita bisa "bermartabat" secara moral kecuali memang sengaja untuk menempuh jalan "sesat politik" sebelum garis takdir kuasa Tuhan menghentikannya.

"Hendaklah kalian jujur, tidak curang karena jujur dan tidak curang menuntun ke jalan kebaikan dan maslahat, sebaliknya kebohongan, apalagi kecurangan hanyalah mempercepat jalan kehancuran", demikian pesan kenabian (Hadist)

Wassalam.