lognews.co.id, Sukoharjo - Wawancara langsung Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd, Guru Besar UIN Raden Mas Said di kediamannya, Jl. Slamet Riyadi, Kartasura, Sukoharjo bersama wartawan senior lognews.co.id, HA Nasution dalam program lognews Media Road Trip To Surabaya, Yogyakarta dan Solo, membicarakan tentang gagasan 1.000 tahun Indonesia raya kedepan, yang disebutnya sebagai gagasan yang mendahului pemikiran orang lain dan satu satunya gagasan yang dimiliki anak bangsa sehingga gagasan tersebut bukan hanya milik Al - Zaytun tapi milik kita semua untuk menjaga Indonesia raya kekal abadi. (18/9/2024)
Mudofir merasa gagasan Ma'had Al - Zaytun, perlu dituliskan semua orang termasuk kalangan cendikiawan, Profesor dan doktor, sehingga menjadi relevan dengan cita cita gagasan "1.000 tahun Indonesia kedepan" dihubungkan dengan modal dan potensi yang dimiliki oleh Ma'had Al - Zaytun, untuk itu dirinya akan membuatkan tulisan berjudul "Tantangan islam dan Perubahan Iklim".
Ma'had Al - Zaytun, sebagai "Pesantren Spirit but Modern System" mampu menjadi Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian yang dipadukan secara berimbang, gaya tradisional dengan kontemporer tidak hanya memikirkan hari ini, tapi menunjukan kemampuannya merawat nilai nilai bangsa dimasa lalu, dan optimisme menatap masa hadapan.
Menurutnya pendidikan perlu melakukan adaptasi, relevansi dan kerjasama, kemudian mewujudkan 5 hal yang harus dicapai pendidikan yaitu, Moral Integrity , Critical thinking, Comunication, Colaboration dan Creatifity, merasa bangga dan salut bahwa Ma'had Al-Zaytun sudah memunuhinya dapat dibaca dari tanda tandanya, yaitu membangun dengan terlebih dahulu bertanya untuk apa dibangun, memiliki story telling dengan gagasan yang disebarkan, terbuka untuk kerjasama, kolaborasi membuat manusia berkelanjutan dapat menyerap ilmu dengan kecerdasan luar biasa membuat kapal dan Menggagas Indonesia 1.000 tahun kedepan.
Dalam gagasan 1.000 tahun terdapat semangat optimisme, menyadarkan kita untuk menyudahi perselisihan dan mengajak kepada semuanya untuk memikirkan generasi dan rasa pembelaan, kecintaan terhadap bangsanya, sementara fakta yang ada bangsa ini sedang meragukan atau pesimis menuju 2045 generasi emas menjadi generasi cemas, sehingga gagasan 1.000 tahun adalah gagasan spektakuler karena mampu mengubah cara pandang sebagai modal yang penting untuk peradaban bangsa Indonesia.
Perlu ada yang memikirkan mengenai tantangan kedepan Indonesia, untuk bisa melewati bagaimana penyakit atau Amoeba seperti halnya bencana covid 19, bencana iklim, krisis energi, krisis pangan, disinergikan dengan dengan gagasan 1 milenium tentunya tidak bisa dirangkum dalam 1 langkah, perlu dipecah dirumuskan menjadi beberapa pencapaian di abad ke satu, dua, tiga dan empat, karena yang akan bertahan bukan yang cerdas tapi yang adaptif dengan perubahan.
Didalam islam, pada dasarnya adalah Rahmatan lil Alamin artinya terbuka terhadap alam atau sunatullah, jika alam berubah itu untuk mendorong supaya umat berubah. Makin besar tantangan makin besar tindakan, dan masyarakat makin maju karena memberikan respon respon akurat terhadap sekelilingnya hal ini bisa mendorong keberkelanjutan jika terus adaptif dan kolaboratif. Contohnya memoderasi masyarakat islam sehingga punya ruang adaptasi lingkungan baru, tentu tanpa pandangan terbuka kita akan punah, itulah hukum evolusi.
Moderasi artinya terbuka untuk menerima perbedaan, namun jika ada kalangan yang memaksakan keragaman yang menyangkut ideologis, dengan memaksakan satu kebenaran maka terciptalah radikalisme dengan menganggap paling benar yang ekstrim, karena menempatkan posisinya sama dengan tuhan padahal tidak ada kebenaran yang mutlak selain tuhan itu sendiri bukan kita. jenis jenis otoritas seperti itu tidak memiliki tempat sebagai islam yang benar.
Moderasi memiliki dua sudut, inter (keluar) dan intra (kedalam) harus mempunyai ruang tumbuh yang beragam, berbeda beda, jika moderasi gagal artinya stabilitas terganggu. Bicara satu mazhab saja banyak ragamnya, kalau menghendaki persatuan mutlak artinya mengingkari sunatullah karena perbedaan merupakan hal yang tidak bisa ditolak. Solusinya adalah Inklusifitas, dengan memahami perbedaan diluar mazhab kita dengan bersedia membuka berdialog dengan mazhab berbeda dengan kelompok kita sehingga damai terwujud. Poin tertentu bisa berbeda tapi secara prinsip pasti sama, maka harus bisa diuji di publik apakah menghasilkan mudharat disekitar kita atau sebaliknya. jikapun ada sekelompok kecil yang mampu menjadi "leader" dalam hal kemajuan, tapi tidak bisa diterima oleh pemuka agama lainnya, menjadi hambatan karena kemungkinan mereka memang tidak mau beubah.
Untuk menentukan arah peradaban menurut Mudofir, penafsiran terhadap konteks baru harus dilakukan terhadap kitab suci, di rekonstruksi tafsirnya, ditafsir ulang dengan gagasan yang relevan dan masuk akal.
Agama adalah akal, sehingga agama dapat mempengaruhi umatnya atau pembaca kitab sucinya, menjadi kelas rendah atau kelas tinggi, jadi berpengaruh terhadap pikiran, pandangan dunia, dan tindakan dari pembaca pembacanya.
Makin bermoral, cerdas manusianya (pembacanya) maka Al Qu'ran makin cerdas karena tidak dimasukan kedalam "kotak" tertentu. sesuai perkataan Imam Ali bin Abi Thalib, innama yuntihu rijal, Al Qu'ran tidak berbicara sendiri, maka pemeluknya harus mencerdaskan diri.
Ketika islam belum mampu menaikkan level dalam beberapa hal, diakui oleh Mudofir bahwa Syaykh Al-Zaytun, Prof. DR. AS. Panji Gumilang, M.P. telah, sedang dan akan mengubah stereotip islam selama ini karena mampu mengembangkan Green Economy, Blue Economy diwujudkan melalui pendidikan yang sangat berdampak untuk generasi emas, salah satu kontribusi pesantren untuk negara. Perlu dua matra yaitu sebagai pesantren yang visioner dan penguatan oleh para Profesor Indonesia bersama sama naikkan level mengembalikan kesejahteraan dan kedaulatan bangsa. (Amr-untuk Indonesia)