الأحد، 07 كانون1/ديسمبر 2025

Syaykh Al-Zaytun: Ajak Orang Kaya Untuk Bangun 500 Titik Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama

تقييم المستخدم: 4 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتعطيل النجوم
 

lognews.co.id – Syakh Al-Zaytun Prof. Dr. AS Rasyidi Panji Gumilang, S.Sos., M.P. sebagai tokoh pendidik di Indonesia dalam program Syakh Al-Zaitun Files di kanal YouTube akun LognewsTV menegaskan bahwa perubahan mendasar yang harus ditempuh Indonesia menjelang usia satu abad kemerdekaan adalah membangun pendidikan yang terintegrasi, modern, dan berorientasi pada kemandirian bangsa. Baginya, lahirnya bangsa Indonesia bukan semata-mata karena perlawanan fisik, melainkan hasil dari kesadaran intelektual yang dibentuk melalui pendidikan.

Ia mengingatkan kembali pada momen Sumpah Pemuda 1928. Gerakan itu bukan lahir dari senjata, melainkan dari ruang kelas dan forum diskusi para pelajar. “Indonesia merdeka bukan dengan pertumpahan darah, melainkan dengan kecerdasan dan strategi. Darah justru tertumpah setelah kemerdekaan, ketika kita mempertahankannya,” ujarnya.

Sentralisasi Pendidikan sebagai Jalan Perubahan
Menurut Syakh, pendidikan di Indonesia masih tercerai-berai, tidak memiliki arah sentral yang jelas. Karena itu, ia mengusulkan pendirian 500 pusat pendidikan berasrama dengan ekosistem pendidikan tidak terputus di seluruh nusantara, masing-masing dengan lahan minimal 3000 hektar. Sistem ini berbentuk sekolah berasrama 12 tahun, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, dengan kurikulum yang tidak hanya menekankan teori tetapi juga praktik vokasional, kemandirian pangan, kelautan, teknologi, dan nasionalisme.

Konsep ini sebenarnya bukan sebatas gagasan. Di Ma’had Al-Zaytun, Indramayu, model tersebut telah dijalankan selama lebih dari dua dekade. Di atas lahan ribuan hektar, para pelajar dididik bukan hanya dalam bidang akademik dan agama, tetapi juga pertanian, peternakan, perikanan, teknologi informasi, bahkan manajemen organisasi.

“Kalau hari ini kita mendidik anak-anak usia 5 sampai 19 tahun dengan sistem terpadu, maka 20 tahun mendatang Indonesia akan memiliki generasi yang cerdas, berkarakter, dan mandiri,” jelas Syekh.

Menumbuhkan Nasionalisme dan Demokrasi Lewat Pendidikan
Bagi Syakh, nasionalisme sejati hanya dapat dibangun melalui pendidikan yang menanamkan disiplin, kecintaan pada tanah air, serta kesiapan membela negara. Generasi muda tidak cukup hanya diajari sejarah, tetapi harus dilibatkan dalam kehidupan nyata yang menumbuhkan rasa memiliki terhadap bangsa.

Di Ma’had Al-Zaytun, nilai-nilai ini diwujudkan melalui kebiasaan pelajar dalam bekerja sama, mengelola sumber daya, hingga berinteraksi lintas budaya. Semua diarahkan untuk membentuk pribadi yang terbuka, demokratis, tetapi tetap berakar pada semangat kebangsaan.

“Demokrasi akan kuat jika ditopang pendidikan yang kokoh. Kalau pendidikan rapuh, demokrasi mudah tergoyahkan,” tegasnya.

Kemandirian Pangan dan Kelautan sebagai Pilar Ekonomi
Syakh menekankan bahwa pendidikan vokasional harus diarahkan pada sektor pangan dan kelautan. Indonesia, dengan tanah subur dan laut luas, seharusnya mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya.

Konsep ini juga telah dipraktikkan di Al-Zaytun. Para pelajar tidak hanya belajar teori, tetapi juga mengelola sawah, kebun, peternakan sapi, ayam, dan ikan. Mereka terbiasa hidup dari hasil kerja kolektif, sehingga pendidikan di sini bukan sekadar intelektual, melainkan juga kemandirian ekonomi.

“Food and agriculture itu inti. Dari pertanian sampai perkapalan harus dikuasai anak bangsa. Kalau masih diserahkan kepada pihak luar, kita tidak akan berdikari,” kata Syakh.

Diplomasi dan Strategi Pembangunan Nasional
Selain pendidikan dan ekonomi, Syakh juga menyoroti soal diplomasi dan beban hutang negara. Ia mendorong pemerintah agar berani menegosiasikan ulang pinjaman internasional dengan tenggat waktu 15 tahun tanpa bunga. Dengan ruang fiskal yang lebih lapang, negara bisa fokus membangun pendidikan dan infrastruktur dasar tanpa tekanan eksternal.

Menurutnya, Indonesia memiliki posisi strategis di mata dunia. Diplomasi yang cerdas dan percaya diri dapat membuka ruang untuk pembangunan yang lebih berkelanjutan. “Jangan malu. Negara ini besar. Diplomasi dan pendidikan adalah kunci,” tegasnya.

Al-Zaytun sebagai Prototipe Masa Depan
Apa yang digagas Syakh Panji Gumilang bukanlah utopia. Al-Zaytun telah menjadi laboratorium sosial dan pendidikan di mana gagasan-gagasan itu diuji dan diterapkan. Dari sistem asrama, kemandirian pangan, hingga pembentukan karakter, semua diarahkan untuk melahirkan generasi yang siap menyongsong Indonesia Emas 2045.

Dengan ribuan pelajar yang belajar dan hidup bersama dalam suasana multikultural, Al-Zaytun menjadi contoh nyata bahwa pendidikan terpadu mampu menyiapkan generasi unggul.

Menuju 100 Tahun Indonesia
Syekh Panji Gumilang menutup pemikirannya dengan sebuah visi besar. Jika bangsa ini serius membangun pendidikan terpusat, mengutamakan kemandirian pangan dan kelautan, serta berani menata ulang diplomasi, maka pada 2045 Indonesia akan berdiri sebagai bangsa bermartabat, modern, dan berdaulat.

“Pendidikan adalah cita-cita utama Sumpah Pemuda. Dengan pendidikan yang terstruktur dan visioner, kita akan masuk 100 tahun kemerdekaan sebagai bangsa yang cerdas, adil, dan berdaya saing global,” ujarnya.

(sahil untuk Indonesia)