PEMILU
Monday, 27 January 2025

ANALISIS SERANGAN ONO SURONO KE JANTUNG INTEGRITAS LUCKY HAKIM

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : H. Adlan Daie

Analis politik dan sosial keagamaan

lognews.co.id - Ono Surono ketua DPD PDI perjuangan Jawa Barat dalam pernyataan singkat dan padat tapi tajam tentang Lucky Hakim dalam vidio pendek yang diunggah sejumlah "Netizen" di media sosial betul betul sebuah serangan ke jantung "integritas" Lucky Hakim.

Aspek "integritas" adalah aspek moralitas paling mendasar dalam kepemimpinan politik. Al Mawardi, penulis politik Islam menyebut "integritas" adalah sifat "Shiddiq" dan "Amanah". Francis Fukuyama Analis politik modern menyebut dengan istilah "democratic accountability", moralitas demokrasi yang akuntabel. 

Itulah sebabnya dari sisi sasaran "serangan" pernyataan Ono Surono tentang Lucky Hakim beredar di vidio baru baru ini jauh lebih "hot issue" dibanding "demo" wartawan ke Lucky Hakim atau "gorengan" tentang "gendong babi". Ini sekali lagi serangan ke jantung "integritas" calon pemimpin.

Ono Surono piawai mengartikulasikan serangan ke jantung "integritas" Lucky Hakim tanpa membandingkan dengan Nina Agustina, calon bupati yang diusung PDIP, rival politik Lucky Hakim , calon bupati yang ia "serang" secara tajam.

Sehingga "serangan" politiknya lebih "meaning full", tidak bersifat partisan elektoral secara "artificial": melainkan soal moralitas kepemimpinan politik. Disinilah tajamnya "serangan" Ono Surono, meminjam lirik lagu lawas Cita Citata "sakitnya tuh disini".

Ini bedanya politisi "matang", jam terbang tinggi dan tidak miskin intelektualitas dengan "tukang tukang" politik kekinian, selalu "panjat sosial" (pansos), sedikit tahu tapi banyak bicara, miskin literasi tapi banyak memuntahkan sampah informasi.

Serangan "buka bukaan" Ono Surono di atas substansinya bukan soal uang "400 juta" saat ia membiayai kampanye Lucky Hakim dalam pilkada Indramayu 2020. Ia tidak pula meletakkan "serangannya" dalam konstruksi persaingan politik elektoral yang "hambar", cepat "ambyar" sebagai isu politik. 

Pantulan dahsyatnya justru ia letakkan pada persoalan menyangkut moralitas seorang pejabat publik kenapa begitu mudah mandat suara rakyat yang dititipkan lalu mundur "dilelang" dan "dijual" di pasar "gelap" politik.  

Dalam konteks itulah Ia lalu tegas menyebut Lucky Hakim "tidak layak" menjadi pemimpin, sekali lagi, tanpa ia menarasikan pembandingan dengan Nina calon bupati yang diusung partai yang dipimpinnya dalam hirarkhi struktural Jawa Barat. 

Pendek kata, serangan Ono Surono di atas dalam tafsir penulis hendak mengirim pesan sebagaimana panduan agama bahwa dalam memilih pemimpin tidak cukup hanya soal popularitas dan elektabilitas, dua variabel "kulit luar" dalam kepemimpinan politik. 

Mengutip kitab "Siroh Annubuwah" Ibnu Hisyam dalam artikulasi dan diksi Profesor Syafie Ma'arif, pemimpin di level manapun harus memiliki integritas dan tidak miskin intelektualitas, tidak " mentereng diluar, remuk didalam", demikian judul tulisan Syafie Ma'arif di harian "kompas" (edisi 11/10/2021).

Dalam spektrum yang lebih inklusif dan berkeadilan tentu soal moralitas kepemimpinan politik di Indramayu bukan hanya soal Lucky Hakim tapi calon pemimpin siapapun yang ugal ugalan merusak "integritas" pilkada harus diingatkan dengan suara "nyaring" dan lantang. 

Wassalam.