PEMILU
Sunday, 29 September 2024

MEMBACA GIBRAN PASCA PUTUSAN MK DAN PELUANG PASANGAN "AMIN"

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : H. Adlan Daie

Pemerhati politik dan sosial keagamaan.

 

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan hari Senin (16/9/2023) pada intinya memberikan "karpet merah" bagi Gibran, putera sulung Presiden Jokowi untuk maju dalam kontestasi pilpres 2024 dapat dibaca dari beragam perspektif politik, yaitu :

 

Pertama, Jokowi tidak memanfaatkan keputusan MK di atas untuk mendorong Gibran sungguh sungguh menjadi cawapres berpasangan dengan Prabowo melainkan sekedar "kartu as" untuk memaksa PDIP dan Gerindra bergabung dalam satu koalisi besar dengan komposisi pasangan calon Prabowo - Ganjar atau sebaliknya.

 

Ini adalah skenario lama Jokowi untuk memastikan selain "keberlanjutan" program program Jokowi dengan kalkulasi menang berhadap hadapan secara "head to head" dengan pasangan AMIN (Anies Cak Imin) , dari koalisi "perubahan" - juga menghindari berhadapan langsung dengan Megawati secara politik.

 

Ketergantungan Prabowo dan Ganjar pada "Jokowi effect" secara elektoral akibat framing media bertubi tubi bahwa tingkat kepuasan publik sangat tinggi atas kinerja pemerintahan Jokowi dimainkan lebih leluasa oleh Jokowi untuk memaksa mereka bergabung dalam satu koalisi dengan memainkan "kartu as" Gibran.

 

Dalam survey "Kompas" periode Agustus 2023 sejatinya mayoritas pemilih (49%) sangat "independen" dalam menentukan siapa capres yang hendak dipilih dalam pilpres 2024, sebesar 32% menolak memilih capres siapa pun yang didukung Jokowi. Hanya 18% pemilih yang menyatakan pasti akan memilih mengikuti "arahan" pilihan Jokowi.

 

Dalam konteks ini bersatunya PDIP dan Gerindra dalam koalisi besar dalam satu pasangan calon di atas belum tentu dengan mudah memenangkan pilpres 2024 berhadap hadapan secara "head to head" dengan pasangan "AMIN" terutama jika trend persepsi publik menguat bahwa pasangan "AMIN" diperlakukan tidak adil.

 

Kedua, Jokowi benar benar "mengendorse" Gibran berpasangan dengan Prabowo sebagaimana ramai diperbincangkan di ruang ruang publik. Hal ini ditandai pula banyaknya relawan Jokowi mendeklarasikan mendukung capres Prabowo dan beredarnya baliho di seluruh Indonesia dengan memasang gambar duet Prabowo Gibran.

 

Jika opsi ini terjadi maka inilah "perseteruan" terbuka antara Jokowi dan Megawati. Secara elektoral basis pemilih Ganjar potensial tergerus oleh penetrasi kekuatan politik Jokowi yang mendukung duet Prabowo Gibran dan sebaliknya basis pemilih Prabowo potensial bemigrasi ke pasangan "AMIN" terutama dari basis pemilih "islam urban" karena faktor Gibran resisten untuk dipilihnya.

 

Dalam konstruksi ini penting bagi pasangan "AMIN" meletakkan diri dalam kontestasi pilpres 2024 tidak semata mata dalam branding representasi "santri" secara politik.  

 

Pasalnya dalam sejarah politik di Indonesia "ceruk" pemilih "santri" baik dalam pengertian santri tradisional maupun santri modernis dalam kategori sosial Clifford Gezt secara akomulatif relatif terbatas (32%) dari total populasi pemilih di Indonesia.

 

Karena itu penetrasi elekroral ke basis basis pemilih yang dulu oleh Cliffod Gezt disebut pemilih "abangan", yakni basis buruh, tani dan para pemilih milenial saat ini penting digarap serius secara elektoral oleh pasangan "AMIN" dengan tawaran isu isu ekonomi secara kontekstual dalam kehidupan mereka sehari hari untuk memperbesar peluang menang pilpres 2024.

Mari kita tunggu kejutan dinamika pilpres 2024 episode berikutnya.

Wassalam.