PEMILU
Saturday, 28 September 2024

9 ALASAN KENAPA PASANGAN "AMIN" DAHSYAT

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : H. Adlan Daie

Pemerhati politik dan sosial keagamaan.

 

Bersatunya Anies dan Cak Imin dalam koalisi pasangan "AMIN" dalam pilpres 2024 sulit terjadi. "Blocking" ketat koalisi partai pendukung pemerintahan Jokowi mengunci Anies kecuali campur tangan "langit". 

 

Itulah alasan pertama faktor "langit" mempertemukan "jodoh politik" keduanya melampaui "muslihat" tangan tangan kekuasaan. Dahsyat !

 

Dimensi "dahsyat" kedua, yakni singkatan "AMIN", sangat "meaning full", sarat makna, diucapkan paling banyak orang dalam setiap saat, mengandung doa, melampaui singkatan dan akronim lain dalam sejarah pasangan capres dan cawapres.

 

Para ahli "political branding" mustahil menemukannya dalam "gatuk gatuk" secara politik. Itulah dahsyatnya power kebermaknaan kata "AMIN".

 

Alasan ketiga, pasangan AMIN dalam peta politik kekinian adalah persenyawaan "nasionalisme" dan "keislaman" yang melebur dalam satu tarikan nafas "keindonesiaan", bukan dua entitas politik yang dipertentangkan secara konfliktual.

 

Nasionalisme tidak menyingkirkan agama dan agama sebagaimana pandangan Gussur "mengisi" nasionalisme agar tidak jatuh menjadi "nasionalisme sekuler" yang mengejek ngejek agama secara menjijikkan.

 

Alasan keempat terkait alasan ketiga di atas, yakni membangun visi keindonesiaan sejati, mempersempit ruang gerak "nasionalisme sekuler" yang getol "berjualan" bahaya "radikal radikul" pada saat yang sama agama diletakkan sebagai "etika penuntun" dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

 

Itulah Pancasila versi final 18 Agustus 1945, tercantum dalam pembukaan UUD 1945, bukan Pancasila 1 Juni 1945 dan bukan Pancasila 22 Juni 1945 (versi islamisasi "piagam Jakarta").

 

Alasan kelima sebagaimana disampaikan Cak Imin dalam acara "silaturahim kiai" di Jember Jatim (28/9/2023) pasangan ini bersifat "kafaah", dibangun di atas koalisi bersifat saling melengkapi, tidak dominatif satu terhadap yang lain.

 

Karena itu Anies menyebutnya "dwitunggal". Posisi wapres bukan "ban serep" mobil tapi ikut menentukan kemana arah mobil melaju atau secara spesifik NU bukan ibarat lukisan sekedar dipuja puji tapi ikut mewarnai lukisan Indonesia masa depan.

 

Dari sisi koalisi partai pengusung pasangan "AMIN", yakni PKB, Nasdem dan PKS nyaris "sempurna" mewakili varian pemilih di indonesia. Inilah dimensi alasan "dahsyat" keenam dari pasangan "AMIN".

 

PKB mewakili basis "santri" tradisional, PKS representasi "islam urban" dan Nasdem mewakili varian "warna warni" pemilih di Indonesia.

 

Alasan ketujuh variabel secara elektoral, yakni "Cak Imin datang, Anies potensial menang". Artinya selama ini Anies "terkunci" secara elektoral di Jatim dan Jateng begitu berpasangan dengan Cak Imin terbuka "pintu pintu" berkah elektoral di dua wilayah tersebut. 

 

Hasil survey Politcal Research and Cunsunting (PRC) memperlihatkan data trend dahsyat kenaikan elektoral tersebut. Potensial menang di pulau Jawa, melengkapi potensi menang di luar pulau Jawa.

 

Hal ini menjelaskan bahwa Cak imin satu satu nya tokoh politiik NU dalam posisi sebagai ketua umum partai, yakni PKB, satu satunya partai legal dan konstituaional didirikan PBNU (1998) memiliki basis kuat di Jatim dan Jateng.

 

Inilah alasan ke delapan bahwa Cak Imin tak dapat diremehkan dan tak dapat dibandingkan power politiknya dibanding tokoh politik NU lain tanpa pegang kendali PKB.

 

Kesembilan, bahwa kesediaan Cak Imin berpasangan dengan Anies dalam koalisi "perubahan" menurutnya bersesuaian dengan pandangan NU, yakni "Al muhafadloh 'alal qadimis sholih, wal akhdu bi jadidil aslah", 

 

Artinya visi "perubahan" adalah jalan takdir sejarah yang niscaya bergerak dinamis dalam pandangan NU sulit hanya menawarkan visi "keberlanjutan", mengingkari gerak tantangan roda jaman. Itulah makna "perubahan".

 

Itulah 9 alasan kenapa pasangan "AMIN" dahsyat dalam konstruksi membangun Indonesia masa depan yang berkeadilan, setara dan untuk semua.

 

Tentu baik bagi Anies maupun Cak Imin ini pilihan "politik jalan menderita" berhadapan dengan raksasa oligarkhi politik dan potensi "kriminalisasi" khas gaya penguasa yang rendah literasi nilai demokrasinya.

 

Tetapi sejarah politik bangsa bangsa di dunia, juga di Indonesia selalu membuktikan bahwa keinginan "perubahan" selalu menemukan jalan takdirnya melintasi hadangan beton beton politik. 

 

Selamat berjuang.