PEMILU
Friday, 27 September 2024

PELUANG MENANG PASANGAN "AMIN" DALAM PERSPEKTIF SURVEY "KOMPAS"

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

Oleh : H. Adlan Daie

Pemerhati politik dan sosial keagamaaan

Peluang menang pasangan "AMIN" (Anies Cak Imin) dapat dibaca dari perspektif dan variabel data survey "litbang kompas" (Agustus 2023) sebagai berikut :

Pertama, sebesar 32% pemilih menyatakan "pasti menolak" memilih capres siapapun yang didukung Jokowi. Varian pemilih ini dalam persepsi publik cenderung mutlak pemilih Anies dibanding ke Ganjar dan Prabowo, dua capres yang berebut "nempel" dan selalu dipersepsikan publik mendapat "kode" didukung Jokowi.

Perlakuan politik Jokowi "tidak ramah" atas pencapresan Anies telah membentuk persepsi publik bahwa Anies "antitesis" Jokowi. Inilah "blessing in disguise" atau "berkah tak terduga" dari perlakukan politik Jokowi terhadap Anies.

Kedua, sebesar 18% pemilih menyatakan akan memilih capres yang didukung Jokowi. Dengan kata lain pengaruh Jokowi dalam mengarahkan pilihan publik kepada capres tertentu relatif tidak signifikan, suatu hal yang lumrah bagi Presiden yang mendekati "lengser". Dalam khazanah politik barat (AS) disebut "lame duck", bebek lumpuh.

Data di atas jelas berbanding terbalik dengan tingkat "aproval rating" atau tingkat kepuasaan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi sebesar lebih 80% (survey "kompas") yang "diblow up" dan "digembor gemborkan" para pengamat secara massif di ruang ruang media publik.

Ketiga, sebesar 49% pemilih menyatakan "independen", tidak memiliki keterikatan preferensial dengan Jokowi dalam menentukan pilihan capres kecuali motiv pilihan mereka di drive bacaan atas rekam jejak dan kredibilitas personal capres atau pasangan calon.

Inilah "battle ground", area pertarungan elektoral di mana PKB dan Nasdem, dua partai pengusung pasangan "AMIN" harus "spartan" dan "keras" berebut basis dukungan elektoral berdasarkan pilihan isu dan relasi kedekatan ideologis partai.

Cak Imin - suka tidak suka - dengan pengalaman memimpin PKB selama 18 tahun dan memiliki "trah" NU memiliki power struktural dan basis kultural NU sangat kuat di Jawa Timur dan Jawa Tengah, basis kekuatan NU di Indonesia. 

Dua wilayah ini ibarat "kandang bermain" Cak Imin dan "homebase" PKB jelas akan memberikan insentif elektoral besar bagi pasangan "AMIN" di mana figur Anies selama ini sulit menembusnya.

Di sisi lain partai Nasdem dengan braind kekuatan partai nasionalis dan power "metro" tv,, piawai dan terlatih memainkan isu isu elektoral di basis basis pemilih non santri dan non muslim.

Dalam perspektif itulah kita membaca peluang menang pasangan "AMIN", pasangan "bid'ah" dalam candaan Gus Yaqut, Menag RI, yang justru karena "bid'ah" itulah "warga nu" yang selalu dituding mempraktekkan amaliyah yang "bid'ah bid'ah" akan kompak memilih pasangan "AMIN", sama sama "bid'ahnya. Itu respon candaan balik untuk Gus Yaqut.

Dengan kata lain dalam bacaan "serius" bahwa 32% varian pemilih di atas adalah "ceruk" pemilih kuat Anies, pemilih "terdidik", sulit berpindah pilihan, dan aktif datang ke TPS (tidak golput), di dalamnya varian pemilih PKS, salah satu partai pengusung - saling melengkapi dengan kekuatan basis elektoral.PKB dan Nasdem.

Kekuatan figur Anies dan Cak Imin dalam satu pasangan dengan diback up tiga partai pengusung, yakni PKB, Nasdem dan PKS yang nyaris sempurna mewakili kebhinnekaan demografi pemilih di Indonesia dalam kalkulasi elekoral penulis minimal akan meraih 40% dan "running" ke putaran kedua jika kontestasi pilpres 2024 diikuti tiga pasang calon.

Itulah perspektif tafsir penulis terhadap data survey "kompas" di atas justru "kompas" sendiri cenderung sengaja mengabaikannya kecuali framing terus menerus sebagaimana lembaga survey lain selalu mendikte ruang publik bertubi tubi bahwa elektabilitas Anies dan hari ini pasangan "AMIN" diposisikan paling "buncit".

Sejarah kelak akan membuktikan pasangan yang diperlakukan "tidak adil" oleh media publik dan jaringan oligarkhi politik akan memenangkan kontestasi pilpres 2024. Itulah pasangan "AMIN", pasangan "santri" pertama dalam sejarah politik di Indonesia di mana selama ini politisi "santri" selalu dibawah bayang bayang politisi "nasionalis" warisan kultur kolot yang diciptakan rejim "Hindia Belanda"

Semoga !!!