Sunday, 07 December 2025

​Membangun Kemandirian dari Hulu ke Hilir di Al Zaytun

Star InactiveStar InactiveStar InactiveStar InactiveStar Inactive
 

oleh : Ali Aminulloh

lognews.co.id - Setiap usai Shalat Jumat, Syaykh selalu menyampaikan pesan kepada jamaah masjid Rahmatan lil Alamin. Acara ini dikenal dengan dzikir Jumat. Pada Jumat, 12 September Syaykh menyoroti tentang perkembangan musim yang terjadi dilingkungan kampus Al Zaytun. Beliau menuturkan bahwa waktu menunjukkan bulan kesembilan, namun iklim masih menunjukkan tanda-tanda kemarau basah. Hujan masih kerap turun, menjadi berkah sekaligus tantangan bagi persiapan masa tanam. Di tengah kondisi alam yang tak menentu ini, sebuah langkah besar sedang dirajut di Ma'had Al Zaytun. Mandiri, inovatif, dan berkelanjutan, itulah semangat yang diusung oleh seluruh penghuni ma'had, dari santri hingga pengajar.

​"Jika kemarau basah berlangsung hingga November, kita harus segera memulai produksi lahan pangan," tutur Syaykh. Ini bukan sekadar perintah, melainkan panggilan untuk bertindak. Untuk menjawab tantangan itu, kegiatan ekstra kurikuler santri pun disempurnakan. Jika sebelumnya para santri hanya fokus pada bidang pertanian dan perkapalan, kini mereka akan mendapat tugas tambahan yang tak kalah penting: memproduksi pupuk organik.

​Santri di bidang pertanian dan perkapalan, kini sebagian akan dialihkan untuk mendalami dua ekstra kurikuler baru:

1. ​Pengolahan Pupuk Organik: Al Zaytun bertekad untuk sepenuhnya beralih ke pupuk organik yang diproduksi sendiri. Bahan-bahannya pun berasal dari dalam kampus. Sebuah ekosistem tertutup yang mandiri dan ramah lingkungan.

2. ​Mekanisasi Pertanian: Langkah ini tak kalah penting. Ma'had kini mempersiapkan alat-alat pengolah tanah sendiri.

Traktor-traktor kecil akan dibuat khusus untuk mengolah lahan praktikum seluas 20x20 meter. Jika traktor besar terlalu sulit digunakan, maka hand traktor-hand traktor kecil akan menjadi solusi. Alat-alat ini tak hanya akan digunakan sendiri, tetapi juga diproduksi untuk dijual.

​"Kita bisa menanam dengan baik, bisa membuat kapal, bisa membuat alat pertanian, bahkan bisa membuat mesin perontok padi," seru Syaykh penuh semangat. Persiapan sudah dilakukan dengan matang, termasuk pembuatan mesin pemotong padi yang memotong dari pangkal untuk memaksimalkan hasil. Selain pupuk, pengolahan organik juga mencakup produksi insektisida organik.

​Kemandirian ini bukan tanpa alasan. Al Zaytun ingin membuktikan bahwa hasil pertanian dengan pupuk organik bisa lebih unggul dari pupuk anorganik. Namun, perlu kesabaran. "Pupuk organik tidak bisa serta-merta menunjukkan hasil. Perlu 4-5 kali panen agar perubahannya terlihat," ujar Syaykh, mengingatkan.

DARI LAHAN PRAKTIKUM MENUJU SWASEMBADA

​Santri didorong untuk menata bedengan tanah di lahan-lahan kosong di sepanjang jalan. Area ini disiapkan untuk praktikum penanaman padi, sorgum, dan wijen. Setiap tanaman memiliki fungsi penting dalam ekosistem ini. Sorgum akan menjadi bahan dasar untuk pupuk organik, baik cair maupun padat. Wijen akan dipanen minyaknya, sementara bungkilnya akan difermentasi menjadi pakan ternak atau pupuk. Bahkan jerami, batang sorgum, dan wijen yang tersisa akan difermentasi untuk menjadi pupuk organik.

​Tak hanya para santri, tim pembangunan pun ikut bergerak. Sebuah bangunan seluas 6 x 18 meter sedang didirikan di lahan praktikum. Bangunan ini akan menjadi pusat pengolahan pupuk kandang dengan sistem blok, menggunakan drum atau digester yang digali ke bawah. Proses fermentasi akan berlangsung selama 20 hari. Setiap hari, bahan-bahan dimasukkan ke dalam digester yang akan penuh dalam dua hari. Hasilnya akan digunakan sebagai pupuk cair dan padat.

​Semua bagian di ma'had bahu-membahu. Bagian traktor diminta untuk mempersiapkan diri dengan baik. Ke depannya, akan dibuat bengkel khusus, seperti halnya bengkel kapal. Di musim tanam mendatang, semua alat yang digunakan, baik mesin pengolah tanah maupun mesin panen, akan dibuat sendiri di Al Zaytun.

 

​EPILOG: BENIH-BENIH HARAPAN

​Di tengah lahan yang subur, terhampar janji akan masa depan. Bukan hanya tentang panen yang melimpah, tetapi juga tentang nilai-nilai yang ditanamkan: kemandirian, inovasi, dan keberlanjutan. Setiap butir padi yang tumbuh, setiap tetes minyak wijen yang diekstrak, dan setiap mesin traktor yang berputar, adalah bukti nyata dari benih-benih harapan yang ditaburkan oleh para santri dan pengajar.

​Mereka tak hanya belajar dari buku, tetapi langsung dari tanah. Mereka tak hanya menunggu hasil, tetapi turut menciptakannya. Mereka tak hanya menjadi penikmat, tetapi juga menjadi produsen. Dari setiap keringat yang menetes, lahir sebuah peradaban baru yang mandiri, mandiri secara pangan, mandiri secara teknologi. Al Zaytun, dengan segala upaya ini, tak hanya mencetak generasi yang cerdas, tetapi juga tangguh dan siap menghadapi tantangan zaman, menjadikan setiap inci lahan sebagai saksi bisu dari sebuah revolusi yang dimulai dari hal paling sederhana: sebutir benih, sebuah harapan, dan sebuah tekad.