Saturday, 06 December 2025

Simposium Pelatihan Pelaku Didik ke-23 Ma’had Al-Zaytun: Menanam Kesadaran, Menumbuhkan Kemanusiaan

User Rating: 5 / 5

Star ActiveStar ActiveStar ActiveStar ActiveStar Active
 

lognews.co.id - Simposium pelaku didik yang  ke-23 Ma’had Al-Zaytun kembali digelar pada Ahad, 9 November 2025, di Kampus Al-Zaytun. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian pelatihan pelaku didik bertema “Pelatihan Pelaku Didik Menuju Transformasi Revolusioner Pendidikan Berasrama demi Terwujudnya Indonesia Modern di Abad XXI dan Usia 100 Tahun Kemerdekaan.”

Mengusung semangat “Menanam Kesadaran, Menumbuhkan Kemanusiaan,” kegiatan ini menghadirkan Prof. Dr. Momon Sodik Imanudin, S.P., M.Sc., Guru Besar Departemen Ilmu Tanah dan Pengairan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (UNSRI), yang memaparkan dua topik utama, yaitu pengelolaan lahan rawa lebak dan rawa pasang surut sebagai fondasi ketahanan pangan nasional.

Potensi Lahan Rawa untuk Kemandirian Pangan

Dalam pemaparannya, Prof. Momon menekankan pentingnya pengelolaan lahan dan air di daerah rawa lebak serta rawa pasang surut sebagai salah satu strategi menuju kemandirian pangan nasional. Indonesia, menurutnya, memiliki lebih dari 33 juta hektare lahan rawa yang dapat dimanfaatkan secara produktif apabila dikelola dengan teknologi tata air yang tepat.

Ia mencontohkan sejumlah inovasi, seperti sistem polder, pintu air tersier, pembuatan sumur bor, hingga penerapan teknologi persemaian dan padi apung yang memungkinkan tanaman tetap tumbuh di atas air. Dengan penerapan sistem ini, produktivitas lahan rawa dapat meningkat hingga 6 ton per hektare, dan indeks pertanaman mencapai 300 persen.

“Rawa lebak dan pasang surut memiliki potensi besar. Jika dikelola dengan sistem tata air yang benar, bukan hanya menghasilkan pangan, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi,” ujarnya.

Kemandirian Pangan di Ma’had Al-Zaytun

Prof. Momon mengaku terkesan dengan penerapan kemandirian pangan yang telah berjalan di Ma’had Al-Zaytun. Ia menyebut bahwa sistem pengelolaan pertanian di kampus ini sudah mandiri, mulai dari proses tanam hingga penggilingan hasil panen.

“Saya sudah melihat sendiri lahan rawa dan tanah hujan di Ma’had Al-Zaytun. Ada berbagai jenis tanaman yang dikelola dengan baik. Yang membuat bangga, mereka sudah memiliki penggilingan sendiri. Ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat karena ada kemitraan dengan warga sekitar,” kata Prof. Momon.

Menurutnya, langkah ini selaras dengan harapan pemerintah agar masyarakat tidak bergantung pada impor. “Kemandirian pangan harus dimulai dari lingkungan pendidikan, dari kesadaran menanam dan menghasilkan sendiri,” tambahnya.

Pelajaran dari Masa Lalu dan Tantangan Kebijakan Pangan

Menanggapi pertanyaan tentang kondisi kebijakan pangan nasional sejak era pemerintahan Presiden Soeharto, Prof. Momon menjelaskan bahwa keberhasilan program pangan di masa lalu sangat ditopang oleh perencanaan matang dan dukungan akademisi.

“Dulu, setiap kebijakan didasarkan pada studi kelayakan yang jelas. Pemerintah tidak segan mendatangkan ahli dari luar negeri, dan di saat yang sama melibatkan perguruan tinggi dalam negeri. Itu kolaborasi yang kuat. Ke depan, kebijakan tidak boleh tergesa-gesa, harus melalui peninjauan mendalam agar tidak menimbulkan pemborosan anggaran dan meminimalisir kerugian,” tegasnya.

Kebutuhan Roadmap dan Peran Akademisi

Prof. Momon menyoroti ketiadaan roadmap pembangunan pangan nasional yang jelas di masa kini. Menurutnya, hal ini menyebabkan ketidakteraturan langkah dan sulitnya menentukan siapa yang harus memulai.

“Saya berharap akademisi lebih berani berbicara di ruang publik. Perguruan tinggi kita punya integritas tinggi, mereka mampu menyatakan ‘ya’ atau ‘tidak’ dengan argumentasi yang kuat. Peran ilmuwan harus lebih tampak di masyarakat,” ujarnya.

Sistem Pendidikan Berjenjang dan Ketahanan Pangan

Salah satu hal yang menarik perhatian Prof. Momon adalah sistem pendidikan berjenjang di Ma’had Al-Zaytun, yang terintegrasi dari Madrasah Ibtidaiyah hingga perguruan tinggi. Ia menilai pola ini sangat ideal untuk membangun kemandirian bangsa.

“Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, kita butuh langkah-langkah bertahap yang berkesinambungan. Saya tidak melihat pola seperti ini di lembaga lain, baik di tingkat daerah maupun nasional. Apa yang dilakukan Ma’had adalah bentuk nyata dari pendidikan yang visioner,” tuturnya.

Dalam konteks ketahanan pangan, ia mengaitkan semangat tersebut dengan kisah Nabi Ibrahim dan burung pipit. “Burung kecil itu bolak-balik membawa air untuk memadamkan api, meski tahu usahanya kecil. Itulah simbol pengorbanan. Di Ma’had, semangat itu hidup. Mereka sudah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan menghasilkan produk yang beredar di masyarakat. Ini hasil dari proses panjang dan niat tulus,” katanya.

Politeknik AIR dan Masa Depan SDM Pertanian

Menyoroti pendirian Politeknik di lingkungan Ma’had Al-Zaytun, Prof. Momon menilai kehadiran lembaga ini sebagai tonggak penting dalam pembangunan SDM unggul di bidang pertanian modern.

“Ketahanan pangan dan teknologi tinggi membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Dengan adanya Poltek di Al-Zaytun, kebutuhan itu bisa terpenuhi. Poltek ini bukan hanya institusi pendidikan, tapi laboratorium kehidupan. Lulusannya nanti akan membawa nilai-nilai kemanusiaan dan semangat membangun negeri,” ujarnya.

Ia juga berharap setiap provinsi memiliki laboratorium terapan yang mendukung jaringan Poltek Al-Zaytun. “Meskipun kampus ini berada di Indramayu, pola pikirnya harus global. Alumni harus siap dengan kebutuhan dunia usaha dan publik yang berbasis teknologi. Tahun 2056 nanti, mereka yang menguasai teknologi akan menentukan arah bangsa,” jelasnya.

Harapan untuk Masa Depan Al-Zaytun

Menutup wawancara, Prof. Momon menyampaikan harapan agar Ma’had Al-Zaytun terus mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat.

“Saya berharap Al-Zaytun terus berkembang dan bisa mencakup daerah lain. Ke depan, mungkin Poltek ini bukan hanya milik Indramayu, tapi milik Jawa Barat, bahkan Indonesia. Semua ini kita niatkan untuk kemajuan bangsa,” pungkasnya. (Sahil untuk Indonesia)