Oleh Ali Aminulloh (Disarikan dari kuliah umum Syaykh A.S. Panji Gumilang)
lognews.co.id, Indramayu, 30 November 2025 — Ma'had Al-Zaytun secara konsisten menegaskan komitmennya dalam membangun ekosistem pendidikan berasrama sebagai wujud sumbangsih nyata kepada negara. Melalui agenda rutin Pelatihan Pelaku Didik yang berfokus pada integrasi ilmu dalam kerangka L-STEAMS (Law, Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics, and Spiritual), lembaga ini bertujuan mencetak kader bangsa yang adaptif dan inovatif.
Pada sesi ke-26, setelah mendengarkan paparan detail mengenai transformasi pertanian modern oleh Prof. Dr. Ir. H. Ahmad Faqih, Rektor UGJ, Syaykh Al-Zaytun, AS Panji Gumilang, memberikan respons yang cemerlang. Paparan Syaykh tidak hanya menyambut ide-ide modernisasi pertanian, tetapi juga menyempurnakannya dengan meletakkan fondasi filosofis kenegaraan, kritik terhadap sistem ekonomi, dan rencana reformasi pendidikan vokasi yang radikal.
Fondasi Negara Berketuhanan: Prinsip Ulil Amri dan Kepatuhan Sistem
Syaykh Al-Zaytun membuka paparannya dengan menegaskan bahwa sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila dengan unsur utama Ketuhanan Yang Maha Esa, setiap langkah, program, dan gerak harus didasarkan pada prinsip Ketuhanan.
Beliau kemudian merujuk pada ajaran Ilahi yang memerintahkan ketaatan: “Atiullah wa ati rasul wa ulil amri minkum” (Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kalian). Syaykh menjelaskan bahwa setelah Rasulullah wafat (mā kāna muḥammadun aba aḥadim mir rijālikum wa lākir rasụlallāhi wa khātaman-nabiyyīn), ajaran Ilahi yang tidak pernah putus tersemat pada Ulil Amri.
Dalam konteks negara Indonesia, Syaykh menegaskan bahwa Ulil Amri adalah Sistem Negara itu sendiri. Oleh karena itu, sistem yang telah ditetapkan oleh negara harus dipatuhi oleh seluruh rakyat. Sudut pandang ini menempatkan ketaatan pada sistem negara sebagai ketaatan yang paralel dengan ajaran Ilahi dalam bingkai Pancasila.
Kritik Struktural Ekonomi dan Syarat Kemajuan Bangsa
Syaykh Al-Zaytun kemudian mengalihkan sorotan pada masalah fundamental dalam sistem ekonomi dan perbankan di Indonesia yang dinilai masih menghambat kemajuan. Beliau secara eksplisit mengkritisi praktik perbankan, termasuk konsep Murabahah dan praktik Riba yang cenderung membebani nasabah dan merusak sistem ekonomi.
Beliau mencontohkan bahwa bahkan sebagai nasabah prioritas di perbankan, mengajukan pinjaman untuk permodalan masih menghadapi kesulitan. Beliau juga melakukan penawaran suku bunga hingga 10% agar terhindar dari riba, tapi tetap belum bisa. Ini menunjukkan adanya masalah kepercayaan dan pemahaman structural yang tidak pas.
Syaykh dengan tegas menyatakan bahwa ciri kemajuan suatu bangsa adalah ketika rakyatnya memiliki akses yang mudah terhadap modal atau uang di lembaga perbankan . Di negara modern, tinggal "Kring, besok saya pinjam uang sekian, langsung keluar."Ujar Syaykh.. Beliau menyimpulkan, jika kondisi perbankan dan akses modal rakyat masih belum seperti itu, Indonesia belum dapat dikatakan maju.
Reformasi Pendidikan Vokasi dan Penciptaan Ekosistem Mandiri
Untuk mengatasi masalah struktural dan mencapai kemajuan, Syaykh menekankan perlunya penataan ulang pendidikan yang berfokus pada Pendidikan Vokasi dan Politeknik.
Syaykh Al-Zaytun dengan tajam membedakan fungsi lembaga pendidikan tinggi di Indonesia saat ini:
"Yang lebih dibutuhkan negara saat ini bukan perguruan tinggi penghasil teori, tapi lembaga pendidikan yang mampu mempraktekkan teori. Itulah Politeknik. Yang memproduksi teori itu Universitas."
Jurusan yang diajukan harus secara langsung menjurus kepada penguatan ketahanan pangan nasional, dengan urutan prioritas:
1. Pertanian
2. Perikanan
3. Peternakan
4. Teknik Mesin Pertanian
5. Kehutanan
Sebagai langkah nyata, Syaykh mencanangkan agar Politeknik yang akan dibuka di Al-Zaytun tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat produksi.
Beliau memberikan instruksi tegas, "Tahun depan, kalau sudah dibuka politeknik, tidak boleh ada petani Al-Zaytun yang membeli traktor di toko." Sebaliknya, petani Al-Zaytun harus membeli alat-alat pertanian dan kendaraan dari Politeknik sendiri. Alat pertanian diberi nama Al-Muriyat, dan kendaraan angkut diberi nama Al-Adiyat.
Langkah ini bertujuan menciptakan ekosistem mandiri di Indramayu, daerah yang memang ditetapkan sebagai lumbung pangan. Dengan demikian, Al-Zaytun menjadi model integrasi ilmu, produksi, dan ekonomi dalam satu lingkaran tertutup, memastikan inovasi dan modal berputar di dalam lingkungan sendiri.
Penutup dan Kolaborasi Lintas Lembaga
Syaykh Al-Zaytun menutup paparannya dengan menegaskan pentingnya kolaborasi, agar gayung bersambut antara berbagai lembaga yang berperan dalam membangun bangsa, termasuk Rosehu Nafil Ilmi dan Ahlu Zikri di Cirebon, serta Tolibul Ailim (Santri Dermayu) yang berada di Al-Zaytun.
Melalui model Politeknik yang berorientasi produksi dan kemandirian, Al-Zaytun berupaya menjadi generator utama bagi lahirnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu menciptakan lapangan kerja dan memberikan solusi nyata bagi sektor pertanian, sejalan dengan cita-cita Indonesia Emas 2045 yang kokoh dan berdaulat.


