السبت، 06 كانون1/ديسمبر 2025

Menguak Oase di Tengah Gurun Isu: Kesaksian Akademisi tentang Toleransi di Al-Zaytun

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

Oleh Ali Aminulloh

lognews.co.id - Pada hari yang istimewa, Ahad, 16 November 2025, suasana keakraban ilmu pengetahuan menyelimuti Pelatihan Pelaku Didik Al-Zaytun ke-24. Kehadiran seorang Guru Besar bidang Antropologi, Prof. Dr. Paschalis Maria Laksono, M.A., menambah kemuliaan acara yang bertepatan dengan peringatan Hari Toleransi Internasional.

Sebelum sesi kuliah umum oleh Prof. Laksono dimulai, sebuah sambutan hangat disampaikan oleh Dr. Haryadi Baskoro, M.A., M.Hum., selaku Ketua Tim Ensiklopedia Toleransi dan Perdamaian Al-Zaytun. Ia didampingi oleh Bapak Suherman, seorang anggota tim yang juga merupakan wali santri dan orang pertama yang membawanya ke Ma’had ini.

Al-Zaytun: Juru Bicara Perdamaian di Hari Toleransi Global

Dr. Haryadi memulai sambutannya dengan menyoroti momentum Hari Toleransi Internasional, 16 November 2025. Ia menegaskan bahwa Ma’had Al-Zaytun, dengan brand pendidikan toleransi dan perdamaiannya, telah membuktikan diri sebagai leading sector bagi gerakan toleransi dan perdamaian, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

Pernyataan ini didasarkan pada perjalanan intelektualnya selama satu setengah tahun penuh, di mana ia dan tim dari Yogyakarta melakukan penelitian mendalam untuk menyusun sebuah ensiklopedia tentang toleransi di Ma'had ini.

Melihat Kota Toleran yang Semu: Kontras antara Klaim dan Kenyataan

Dr. Haryadi menceritakan bahwa sebelum meneliti Al-Zaytun, ia telah berkeliling ke berbagai kota di Indonesia yang mem-branding diri sebagai kota toleran. Namun, ia menemukan sebuah ironi yang mendalam.

"Saya telah melihat ke beberapa kota yang membranding sebagai kota toleran. Namun hanya fata morgana, kenyataannya tidak demikian," ungkap Dr. Haryadi.

Di kota-kota yang mengklaim toleransi, Dr. Haryadi justru menemukan bahwa nilai-nilai tersebut hanya sebatas nama atau slogan; realitas di lapangan tidak mencerminkan keramahan dan keterbukaan yang diiklankan. Toleransi yang diklaim itu hanyalah bayangan semu di tengah panasnya gesekan sosial.

Dari Isu Radikalisme Menuju Penemuan Oasis Sejati

Sebaliknya, perjalanan ke Ma’had Al-Zaytun dimulai dengan keraguan dan ketakutan. Dr. Haryadi jujur mengakui bahwa isu-isu publik yang beredar—yang menyebut Ma'had ini sebagai pusat radikalisme atau kaitannya dengan gerakan terlarang—membuatnya takut dari jauh. Awalnya, Ma'had Al-Zaytun di mata publik pun tak ubahnya fata morgana radikalisme.

Namun, begitu ia berada di tengah-tengah lingkungan Ma’had dan memulai risetnya, paradigma itu runtuh total. Ia sama sekali tidak menemukan radikalisme yang dituduhkan. Alih-alih menemukan bayangan semu yang menakutkan, ia justru menemukan sebuah oasis yang nyata dan penuh kehidupan.

"Tetapi ketika sedang di sini, saya tidak menemukan Fata Morgana di tengah Padang Gurun. Saya menemukan Oasis di tengah Padang Gurun," katanya.

Oasis, jelas Dr. Haryadi, adalah tempat sumber mata air dari bawah tanah yang muncul keluar dan tersimpan, menjadikan tempat itu subur dan teduh. Ia adalah sumber air kehidupan yang didatangi oleh burung-burung yang bermigrasi, para kafilah, para migran, dan para pejalan yang kehausan. Faktanya, Al-Zaytun adalah tempat yang penuh toleran dan damai.

Cendera Mata untuk Penjaga Persatuan: Apresiasi Akademik

Dr. Haryadi bersyukur karena temuannya membuktikan narasi negatif publik adalah fata morgana, sementara Al-Zaytun adalah oasis sejati. Kesimpulan ini diperkuat oleh pandangan guru-guru besar lain yang pernah berkunjung, yang juga menyimpulkan, "Mas, inilah Oasis Indonesia."

Sebagai bentuk apresiasi atas kepemimpinan Syaykh Al-Zaytun dalam menegakkan Persatuan Indonesia selama ini, Dr. Haryadi bersama timnya mempersembahkan cendera mata istimewa.

Cendera mata itu berupa buku hasil penelitian mereka yang berjudul "Menjadi Indonesia di Ma’had Al-Zaytun". Buku tersebut diserahkan kepada Syaykh Al-Zaytun, serta kepada seniornya Bapak Robin dan sahabatnya Bang Handy Nasution dari Log News.

Dr. Haryadi menutup sambutannya, sebelum mempersilakan Prof. Laksono berbagi wawasan akademik tentang antropologi, dengan harapan agar semangat toleransi di Ma'had ini terus mengalir dan menjadi sumber kehidupan bagi bangsa.