PEMILU
السبت، 21 أيلول/سبتمبر 2024

Dr. Haryadi Baskoro Al-Zaytun Epicentrum Seni Budaya Dunia

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

lognews.co.id, Yogyakarta - Syaykh sudah membawa gagasan 1.000 tahun diberikan wadah Al-Zaytun untuk mengaplikasikan bukan sekedar simbol perkataan. Semangat dan kemauan, dan tindakan nyata, berdasar rasakarsa yang terukur, muncul “alon-alon waton klakon" artinya tidak asal bertindak artinya bertindak secara cermat, meski membutuhkan waktu. lognews Media Road Show Trip, Surabaya, Yogyakarta, dan Solo, berbincang dengan Dr. Haryadi Baskoro, M.A., M.Hum. di Ruang tamu jogja istimewa Sudomo Sunaryo Jl. Tunjung Baru No.B-8, Baciro, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, mendukung gagasan spektakuler Toleransi Perdamaian hingga 1.000 tahun Indonesia raya dimasa hadapan melalui kegiatan multikultural, seni dan budaya nasional dan internasional (18/9/2024). 

Pengembangan budaya toleransi dan perdamaian di Ma'had Al Zaytun, membuat Haryadi Baskoro memiliki proyeksi besar terhadap Ma'had Al - Zaytun sebagai titik historis menjadi pusat untuk merekonstruksi budaya toleransi yang sudah ada dari jaman dahulu sehingga nusantara dan rakyatnya hidup dengan damai. Dalam wawancaranya dengan wartawan senior lognews.co.id, HA Nasution, dirinya ingin Al - Zaytun menjadi lensa seni Indramayu untuk membakar api semangat toleransi perdamaian, ditanah seluas itu (Al Zaytun) dimana tema toleransi perdamaian menjadi "Core" bisa dengan menggerakkan Festival Seni Toleransi Perdamaian, membangun Concert Hall International untuk pertunjukan seni budaya level dunia, International Gallery, berupa pameran karya seni bertema toleransi perdamaian.tarian tema multikulturisme, belum lagi

musik dan film, memungkinkan berbagai kolaborasi seni multikultural, mengundang seniman dan budayawan menciptakan seni baru bersama tari musik ditampilkan bersama. 

Sesuai dengan mottonya "Pesantren Spirit but Modern System" dan sebagai satu tempat "Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian". Al - Zaytun mampu merawat dan mengembalikan Keharmonisan melalui budaya dan toleransi. Kekuatan tersebut, diakuinya penting untuk diwujudkan dengan digitalisasi dan tulisan, untuk didokumentasikan dalam bentuk ensiklopedia toleransi beserta media penyalurannya, yang komprehensif dan tidak bisa selesai dalam jangka pendek artinya butuh waktu paling tidak beberapa tahun, karena menurutnya proyek tersebut menjadi tanggung jawab semua anak bangsa, bisa dijadikan proyek strategis nasional untuk gagasan original yang sangat luar biasa bukan sekedar simbol perkataan tapi untuk dirumuskan dan diaplikasikan dan baru Syaykh Al-Zaytun, Prof. Dr. AS. Panji Gumilang, M.P. yang memikirkannya, diperkuat dengan wadahnya yaitu Ma'had Al-Zaytun yang menurutnya berkompeten, berwibawa dalam mewujudkan gagasan 1.000 tahun toleransi perdamaian Indonesia Raya. 

Dalam mewujudkan seni untuk melanjutkan toleransi dan perdamaian hingga 1.000 tahun, maka berkeseniannya harus jelas bagaimana mewujudkannya, namun ketika hanya dibicarakan lewat pidato bisa kemana mana arahnya.

Jika seni seperti yang dikatakan sosro kartono kepada Presiden Soekarno "Hey bung jangan sekali kali meninggalkan seni. sebab seni itu pelunak rasa benci" maka jelas bahwa seni menjadi alasan untuk diperkuat lebih besar lagi dalam menjaga Indonesia raya hingga 1.000 tahun

Oleh karenanya Presiden Soekarno tentang seni tetap bisa mengampuni, sehingga rakyat Indonesia dibebaskan untuk menikmati seni yang datang dari luar negeri namun tetap dengan mempertahankan nilai nilai luhur budaya kedaerahan. Sosro Kartono adalah jurnalis kakak dari Kartini yang membuat karya tulis habis gelap terbitlah terang menjadi populer dikalangan nasional dan internasional. menyadari bahwa seni bisa menjadi fungsi penting merajut sendi sendi perdamaian di masyarakat, jika dalam bisnis yang cepat mengalahkan yang lambat, dalam politik cenderung hantam hantaman, dalam masyarakat yang mudah diadu domba, maka seni hadir untuk melunakkan.    

Posisi pendidikan dan kebudayaan saling bergandengan, kebudayaan menjadi milik diri dalam proses belajar sehingga dintenskan di tempat belajar sebagai pendukung, ada fasilitas, ada komunitas belajar yang akan mempercepat manusia yang berkesenian dalam rangka membangun toleransi dan perdamaian. Lewat proses belajar maka karya atau seni bisa dimiliki dan membentuk kebudayaan. hal itu menjadi pembeda dari makhluk hidup lainnya seperti batu, pepohonan, alam, hewan yang memiliki keindahan yang terbentuk dengan sendirinya melalui proses alam atau insting, naluri alamiah. Proses belajar bisa mengandung nilai seni yang buruk dan baik, korupsi juga lahir dari proses belajar, begitu juga berbohong atau merusak, berbuat baik itu belajar maka intens ketika ada yang mengajar. Maka seni belajar menebarkan toleransi perdamaian. Contohnya batik sebagai media pembelajaran, belajar tentang kepemimpinan, tentang kemanusiaan lewat batik batik yang dibuat oleh kerajaan jaman dulu bermotif semen rama. 

Batik Parangkusumo yang diciptakan oleh Panembahan Senopati, Raja Mataram islam, menciptakan motif batik dengan kekuatan intrapersonal, dari merenungkan melihat ombak mengolahnya jadi motif melalui topobroto di pantai Parangkusumo (parang lereng) di selatan jogja, melihat ombak yang disimbolisasikan kedalam motif, menggambarkan dinamika hidup, semangat, mentalitas berjuang atau bertarung, karenanya berbudaya dapat membangun kecerdasan interpersonal intrapersonal. Pada motif sekar jagad, menyampaikan pesan perdamaian dunia disimbolkan dengan bermacam macam bunga, kemudian pada busana slobok untuk menyampaikan simbol duka cita 

Seni juga jadi senjata untuk berdamai, banyak senjata seni yang bisa digunakan diantaranya lewat canting, protes protes keras lewat musik, lagu, puisi, teater, disampaikan dengan indah, semakin berkesenian semakin indah, hakikatnya seni terletak pada penekananya yaitu di keindahan "Hamamayu hayu ning bawono" memperindah dunia yang indah. 

Seni berkembang membangun kecerdasan sosial diantara sesama, atau budaya "Tepo sliro" terhadap relansi asal dari toleransi, basis budaya yang melahirkan seni. Sangat berbeda dengan seni yang ditonjolkan bangsa barat yang kehilangan nilai luhur dan mengalami kehancuran budaya, dengan munculnya "Pop culture" yang dikembangkan oleh Dominique strinati, mengangkat budaya populer berbasis media massa, remeh temeh dan tidak berkesan dengan menyerahkan seni kepada industri dan pasar, berdasarkan tingkat populer dan yang laku dimasyarakat, jadi basis "entertain" artinya seni kehilangan nilai intinya, secara tidak langsung rakyat dibodohi, tapi jadi jalan untuk mempopulerkan kalau berbasis filosofi budaya tidak luhur lagi. (Amr-untuk Indonesia)