PEMILU
الأحد، 10 تشرين2/نوفمبر 2024

Buruk MUI, Al Zaytun yang Dihabisi

تقييم المستخدم: 5 / 5

تفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجومتفعيل النجوم
 

lognews.co.id, Bekasi, Polemik tentang Al zaytun terus menghiasi laman media massa dan media sosial akhir-akhir ini. Tanpa sadar opini sudah terbentuk di masyarakat. Kata-kata sesat, komunis, dan nyeleneh seolah sudah biasa jadi sasaran tembak untuk Ponpes ini.

Belakangan sejumlah media tanpa sadar telah  membangun narasi dan stigma di masyarakat tentang Al zaytun. Media ikut mewartakan potongan media sosial lengkap dengan caption destruktif dan provokatif. Bisa jadi berita bohong, yang sering tampil sebagai berita setengah benar, akan menjadi narasi yang dianggap benar, jika dipromosikan secara terus-menerus. Prinsip “berimbang” rupanya dikesampingkan demi mengumpulan pundi-pundi adsense.

Ditengah-tengah polemik tersebut, munculah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ormas yang dibentuk tahun 1975 ini memang punya “kuasa” dalam urusan keagamaan, mulai dari sertifikat halal hingga Fatwa.

Kiprah MUI sebagai lembaga yang menghasilkan fatwa-fatwa di Indonesia sudah ada sejak zaman Orde Baru. MUI adalah wadah musyawarah untuk para ulama, zu’ama, dan cendekiawan Muslim untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia.

Namun belakangan MUI dianggap tidak menggambarkan posisi lembaga itu sebagai ormas Islam yang menebarkan kerukunan, serta konstruktif menjaga persatuan dan kesatuan.

Ketua Setara Institute, Hendardi, pernah menyebut MUI lebih gemar berpolitik dalam bentuk menebarkan pengaruh politik di ruang publik. Hendardi mencontohkan kala MUI mengeluarkan fatwa mengenai klaim sesat terhadap golongan tertentu. Hal ini memaksa negara turut serta menyesatkan kelompok itu mengikuti kehendak MUI.

Sudah sejak tahun 1994 MUI mulai mensertifikasi halal produk makanan, hingga kosmetik. Peran MUI dalam proses sertifikasi halal diperkuat dalam PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang merupakan turunan dari UU Pangan No. 7/1996.

Namun seperti baru tersadar, tahun 2022 hak sertifikat halal MUI dicabut pemerintah. Menteri Agama Gus Yaqud mengatakan sebagaimana ketentuan Undang-undang, sertifikat halal diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi ormas . Peran monopoli sertifikat halal oleh MUI dikebiri, meski tak sepenuhnya dihilangkan. MUI sempat menolak, wajar saja, uang pembuatan sertifikat halal sebuah produk dibandrol Rp 4 juta, nilai yang cukup lumayan.

Kejadian memalukan terjadi di Bogor pada tahun 2014. Pengurus MUI Kabupaten Bogor berinisial SS dinonaktif dari jabatannya karena terlibat dalam skandal video asusila. . Jabatannya padahal cukup mentereng sebagai Ketua Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri.  Ketua MUI Kabupaten Bogor saat itu KH Mukri Aji mengatakan MUI yang dipimpinnya tidak pernah mengeluarkan oknum tersebut. Namanya masih ada dalam kepengurusan, meski sudah tidak aktif sejak Desember 2011.

Tersangka Teroris

Tidak sampai disitu, catatan kelam MUI berlanjut. Densus 88 anti teror menangkap tiga orang tersangka kasus terorisme, yang salah satunya merupakan anggota Komisi Fatwa MUI Ahmad Zain An-Najah pada (16/11/ 2021). , Ia bersama dua orang lainnya, yakni Farid Okbah dan Anung Al Hamat ditangkap di wilayah Bekasi, Jawa Barat.

Menurut keterangan Polri, ketiganya berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah melalui Lembaga Amil Zakat Abdurrahman Bin Auf yang diduga menjadi sumber pendanaan aktivitas terorisme dari kelompok itu. Tak lama setelah itu, pada tahun 2022 Densus 88 anti teror Kembali menangkap dua anggota MUI sebagai tersangka terorisme. Kedua oknum tersebut berinisial RH dan CA. Ketua MUI Kota Bengkulu Yul Khamra mengatakan bahwa CA sebelumnya menjabat Ketua Komisi Fatwa, sedangkan RH menjabat Wakil Ketua I yang membidangi Komisi Fatwa MUI Bengkulu.

Kejadian memalukan juga terjadi di Sukabumi. Sekretaris Umum MUI Sukabumi viral menenteng senjata laras panjang. Meskipun Ujang Hamdun, si pelaku, sudah minta maaf dan memberikan klarifikasi tentang dirinya, namun perkara seperti ini tidak bisa dianggap remeh.

Ucapan dan tindakan Ujang Hamdun dan kawan-kawan merujuk sebuah ayat di Al Quran. yaitu:

“Jadilah hamba yang membunuh, bukan yang dibunuh. Perangi orang musyrik di mana pun mereka berada.” Lalu, mereka mengucapkan Allah Akbar. Pernyataan ini dikaitkan dengan surat al-Anfal ayat 60.

Setelah viral, Ujang Hamdun meminta agar aksinya tidak dipahami bahwa dia adalah bagian dari gerakan ekstremisme atau terorisme. Dia mengatakan jika dirinya justru menjadi rohaniawan atau pembimbing yang mendakwahi dan membimbing napi terorisme (napiter). Ia mengklaim dirinya adalah NKRI.

Saat ini MUI membentuk tim penelitian yang diketuai cendikiawan muslim Firdaus Syam.atas dugaan aliran sesat di Al Zaytun. MUI mengklaim telah menemukan dugaan ajaran sesat dan penistaan agama. Sedangkan temuan lain berkaitan dengan pelanggaran administrasi, status tanah dan dugaan pelanggaran pidana. Data investigasi MUI katanya berasal dari informan dan ucapan Panji Gumilang di media sosial setelah itu dirangkum menjadi Fatwa. MUI tak pernah jelaskan objek investigasi, fakta dan datanya, hanya berdasarkan informasi dari para informan yang kebenarannya tak bisa diuji.

Merujuk pada jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka kedudukan Fatwa MUI bukan merupakan suatu jenis peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Fatwa MUI hanya mengikat dan ditaati oleh umat Islam yang merasa mempunyai ikatan terhadap MUI itu sendiri. Fatwa MUI tidak punya legalitas untuk memaksa harus ditaati oleh seluruh umat Islam.

Bisa jadi saat ini MUI menggiring opini bahwa fatwa diatas hukum negara. MUI hanya Ormas biasa, bukan Lembaga negara. MUI tak pernah mau keuangan hasil sertifikasi halalnya diaudit. Harusnya MUI Tak bisa menilai seseorang dan lembaga lewat sebuah rekomendasi kepada penegak hukum. Karena berdasarkan catatan diatas MUI pun ternyata tak lebih baik dari ormas lainnya. (Red.)